1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikThailand

Thaksin Didakwa, Monarki Kian Berkuasa di Thailand?

20 Juni 2024

Bekas PM Thaksin Shinawatra akhirnya digugat dengan pasal penghinaan kerajaan. Dakwaan itu diyakini bermuatan politik untuk mengendalikan Partai Pheu Thai yang berkuasa.

Thaksin Shinawatra
Mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin ShinawatraFoto: Guillaume Payen/Anadoulu/picture alliance

Mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra pada hari Selasa (18/6) didakwa atas tuduhan menghina kerajaan Thailand berdasarkan hukum 'lese majeste'.

Pelanggaran dapat dihukum dengan hukuman penjara berkisar antara 3 hingga maksimal 15 tahun.

Namun apa dampaknya bagi Thaksin dan masa depan Partai Pheu Thai yang berkuasa di Thailand dan masih didominasi dinasti Shinawatra?

Dakwaan penghinaan

Thaksin yang berusia 74 tahun didakwa karena pernyataannya dalam sebuah wawancara dengan sebuah media di Seoul, Korea Selatan, pada tahun 2015.

Dalam wawancara itu, dia menuduh Dewan Penasihat Kerajaan Thailand terlibat dalam protes yang menjurus pada kudeta militer pada tahun 2014.

Thaksin membantah semua tuduhan dalam sidang hari Selasa lalu. Dia masih berstatus bebas dengan jaminan uang sebesar 500.000 baht atau sekitar Rp220 juta. Thaksin juga dilarang berpergian ke luar negeri. Paspornya masih disita sejak kepulangannya dari pengasingan tahun lalu.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Menabukan reformasi monarki

Thailand adalah salah satu dari sedikit negara yang masih mengadili secara pidana dugaan penghinaan atau pencemaran nama baik keluarga kerajaan.

Monarki Thailand sebagian besar dianggap sakral di bawah mendiang Raja Bhumibol Adulyadej, yang meninggal pada tahun 2016. Namun, kini semakin banyak warga Thailand yang menuntut reformasi kerajaan sejak penobatan putranya, Raja Maha Vajiralongkorn, yang kontroversial.

"Bagi mereka yang berkuasa, dukungan mutlak terhadap undang-undang lese majeste digunakan untuk menunjukkan dukungan pemerintah yang teguh terhadap monarki dan melegitimasi monarki, terutama pada saat semakin banyak seruan untuk mengubah undang-undang yang kejam dan ketinggalan jaman itu,” kata Pravit Rojanaphruk, seorang jurnalis veteran dan analis politik, kepada DW.

Pravit menambahkan, masyarakat Thailand "belum mencapai konsensus mengenai batasan kekuasaan monarki, terutama yang tidak terucapkan dan tidak resmi." 

Thailand legalizes same-sex marriage

02:58

This browser does not support the video element.

Perlucutan kekuasaan monarki sejatinya merupakan hal yang tabu di Thailand. Keteguhan itu perlahan berubah sejak muncul dugaan penyalahgunaan pasal penghinaan kerajaan sebagai instrumen untuk membungkam aktivis dan rival politik.

Meredupnya pamor Thaksin

Pemilihan umum tahun lalu di Thailand menjadi pemilu pertama sejak lebih dari 20 tahun, di mana partai dinasti Thaksin gagal mendapat kursi mayoritas. Pheu Thai yang selama ini mendominasi supremasi sipil di Bangkok harus mengalah kepada partai progresif MFP yang dijagokan kaum muda.

Namun kelompok pro-kemapanan di Senat, sebuah badan konservatif yang ditunjuk militer, menghalangi pemimpin MFP Pita Limjaroenrat untuk menjadi perdana menteri. Kebuntuan itu membuka jalan bagi Pheu Thai untuk mengambil alih kekuasaan.

Meski menempati posisi kedua dalam pemilu, Pheu Thai berhasil mengamankan posisi terdepan dalam pemerintahan saat ini. Putri Thaksin, Paetongtarn Shinawatra, adalah ketua umum partai, sementara sekutu bisnisnya Srettha Thavisin adalah perdana menteri.

"Partai oposisi utama, Move Forward Party, juga menggunakan sikap kritisnya terhadap undang-undang lese majeste untuk mendapatkan dukungan dari pemilih muda dan terpelajar,” kata Pravit.

Bagaimana masa depan Thaksin?

Setelah masa pengasingan panjang, Thaksin kembali ke Thailand pada tahun 2023 dan mulai menjalani vonis hukuman penjara atas tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, setelah tertunda selama delapan tahun. 

Thai court clears Pita of violating election law

02:14

This browser does not support the video element.

Dia kemudian diberikan pengampunan kerajaan dan dibebaskan bersyarat lebih awal pada Februari 2024.

Tita Sanglee, seorang analis independen Thailand, berpendapat bahwa langkah Thaksin kini menjadi semakin tidak menentu.

"Saya pikir mengendalikan Thaksin lebih sulit daripada mengendalikan kaum reformis dan para pengunjuk rasa. Pertama, meskipun para demonstran didorong oleh ideologi, Thaksin jauh lebih pragmatis, lebih oportunistik. Dengan kata lain, dia lebih sulit diprediksi,” kata Tita.

Tita juga mencatat bahwa koneksi luas Thaksin mencakup berbagai bidang, termasuk militer, polisi, dan bisnis. Namun, dakwaan lese majeste yang dia terima dapat dilihat sebagai sinyal baginya untuk menghindari perhatian publik.

Pravit sependapat dengan Tita, dan menunjukkan bahwa dakwaan tersebut bertujuan untuk mengontrol Thaksin dan partai Pheu Thai.

"Tapi Thaksin tidak bodoh. Kita harus menunggu dan melihat bagaimana dia akan memainkan perannya mulai sekarang," kata Pravit.

Thaksin bersikeras mengaku tidak bersalah dan dijadwalkan menghadiri sidang pada pemeriksaan bukti pada 19 Agustus mendatang.

(rzn/as)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait