The Passenger: Novel Terlupakan Era Nazi, Kini Laris Manis
Torsten Landsberg
26 Mei 2021
Seolah ditelan Batara Kala selama delapan dekade, novel tentang seorang pria yang melarikan diri dari Nazi berhasil menyeruak ke daftar buku terlaris Inggris, 82 tahun kemudian.
Iklan
The Passenger, novel terbitan tahun 1938 karya Ulrich Alexander Boschwitz, menceritakan kisah pengusaha bernama Otto Silbermann, yang melarikan diri dari Berlin tidak lama setelah pogrom anti-Yahudi yang dikenal sebagai Kristallnacht. Banyak rekan Otto Silbermann yang sesama Yahudi ditangkapi Nazi. Dia dan sang istri pun naik kereta api, berniat meninggalkan Jerman, namun tidak pernah berhasil.
Ulrich Alexander Boschwitz, sang penulis novel sendiri lahir dari ayah yang seorang Yahudi dan ibu beragama Protestan. Ia juga melarikan diri dari Nazi Jerman pada tahun 1935, tidak lama setelah Undang-Undang Nürnberg yang sangat antisemit dan rasis diberlakukan pada tanggal 15 September 1935.
Awalnya Boschwitz mengungsi ke Swedia, lalu Norwegia, dan kemudian Inggris. Ayah Boschwitz telah meninggal saat Perang Dunia Pertama dan saudara perempuannya beremigrasi ke Palestina pada tahun 1933.
Jadi buku terlaris, delapan dekade kemudian
Boschwitz menulis novelnya ini selama berada di pengasingan. Pertama kali diterbitkan di Inggris Raya pada tahun 1939 dengan judul The Man Who Took Trains, buku ini tidak membawa banyak dampak pada masa itu dan segera dilupakan orang.
Namun ketika edisi bahasa Jerman pertama terbit di tahun 2018, buku ini segera dipuji sebagai penemuan di bidang sastra.
Berdasarkan manuskrip asli Jerman dan catatan penulisnya sendiri, sebuah versi terjemahan baru kini telah diterbitkan dalam bahasa Inggris serta dalam 20 bahasa lainnya. Buku ini sekarang masuk ke dalam daftar buku terlaris di Inggris versi Sunday Times.
Kebangkitan novel-novel terlupakan
Peter Graf adalah orang yang memainkan peran kunci dalam penemuan kembali novel The Passenger. Dalam beberapa tahun terakhir, penerbit asal Jerman ini mengkhususkan diri pada edisi baru buku-buku yang terlupakan atau terabaikan.
Salah satu sukses terbesarnya adalah sewaktu menerbitkan buku berjudul Blood Brothers karya Ernst Haffner. Novel yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1932 ini berkisah tentang sekelompok pemuda tunawisma selama era Republik Weimar yang bertahan hidup dengan cara mencuri, berdagang barang-barang curian hingga prostitusi di Berlin. Reportase sosial yang luar biasa ini diterbitkan ulang pada tahun 2013 dan mendapat banyak pujian. Popularitas Blood Brothers juga membantu The Passenger mendapatkan napas baru di masyarakat saat ini.
Setelah Blood Brothers diterbitkan dalam bahasa Ibrani, keponakan Boschwitz bernama Reuella Sachaf yang tinggal di Israel membaca wawancara dengan Graf di sebuah surat kabar.
Sachaf segera menghubungi Grafnya. Dia bercerita tentang novel pamannya dan menjelaskan bahwa manuskrip novel itu disimpan di Arsip Exil di Perpustakaan Nasional Jerman, Frankfurt.
Dia lalu menghabiskan dua hari di perpustakaan tersebut untuk membaca manuskrip itu, dan segera menyadari bahwa novel itu memiliki potensi besar, kata Graf, yang mengerjakan berbagai proyek di industri penerbitan.
Dengan agensinya yakni Walde + Graf, dia mendesain buku-buku untuk klien. Ia juga menjadi editor novel-novel seperti The Passenger yang diterbitkan bekerja sama dengan penerbit lain. Selain itu, Graf juga menjadi direktur pengelola di sebuah penerbit kecil di Berlin bernama Das kulturelle Gedächtnis (yang artinya kurang lebih: Warisan Budaya). Uniknya, penerbit ini berspesialisasi dalam menemukan kembali karya-karya dari era yang berbeda.
Iklan
Kenapa bisa sampai terlupakan?
Selain bahasanya yang kuat, novel The Passenger adalah "konfrontasi sastra paling awal dengan pogrom November," kata Graf. Di luar pengetahuan sejarah kita tentang apa yang terjadi selama era Nazi, novel ini memberikan gambaran yang jelas tentang era zaman ini, tepat pada saat kejadian berlangsung, membantu pembaca memvisualisasikan keadaan masa lalu.
Menguak Buku Harian Arsitek Pembantai Yahudi
Heinrich Himmler dianggap sebagai salah satu pimpinan Nazi yang paling kejam. Sejumlah dokumen, termasuk catatan harian perang arsitek pembantai etnis Yahudi dan minoritas Sinti-Roma ini menguak berbagai hal penting.
Foto: picture-alliance/dpa
Buku Harian perang 1937-1938 dan 1944-45
Buku harian perang salah satu tokoh Nazi, Heinrich Himmler bakal diterbitkan German Historical Institute (DHI) yang bermarkas di Moskow. Dokumen ini mengungkap aktivitas dan rapat penting tokoh-tokoh Nazi, sebelum dan selama perang. Buku harian yang berisi aktivitas antara tahun 1937-1938 dan 1944-1945 itu ditemukan pada tahun 2013 dalam arsip Kementerian Pertahanan Rusia di Podolsk.
Foto: picture-alliance/dpa
Catatan harian yang sangat rapi
Tanggal, jam, kegiatan hingga nama-nama yang ikut kegiatan, semuanya dicatat lengkap. Jadwal sarapan dan makan siang pun ikut dicantumkan. Tak ketinggalan jadwal pemberkatan pernikahan pejabat Nazi, ikut tercatat pula. Semua jadwal itu tersusun rapi. Ini foto contoh catatan jadwal kerja dalam buku harian perang itu.
Foto: picture-alliance/dpa/CAMO/DHI Moskau
Melengkapi dokumen sebelumnya
Temuan dokumen kali ini melengkapi temuan-temuan sebelumnya. Tahun 1990 ditemukan catatan serupa untuk kurun waktu 1941-1942. Buku catatan perang itu sudah diterbitkan tahun 1999. Dokumen penting ini menunjukkan pertemuan penting birokrat, pemimpin Nazi dengan para pemimpin asing seperti Benito Mussolini, dan kunjungan ke kamp-kamp konsentrasi, termasuk Auschwitz, Sobibor, dan Buchenwald
Foto: Archiv Reiner Moneth, Norden
'Oleh-oleh' Nazi
Sementara itu, catatan harian tahun 1940-1941 ditemukan dalam arsip Badan Intelehjen Soviet KGB tahun 1991. Buku harian Himmler dari tahun 1914 - 1922, surat-surat pribadi dan dokumen lainnya disimpan di kantor arsip Jerman di Koblenz. Amerika Serikat mengambil dokumen-dokumen itu pada tahun 1945 sebagai "oleh-oleh Nazi" dari rumah pribadi dari Himmler di Gmund, kemudian dikembalikan ke Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Mengemban banyak jabatan
Komandan Schutzstaffel (SS) Jerman ini merupakan salah satu tokoh yang paling berpengaruh di tubuh Nazi. Di penghujung Dritte Reich tahun 1945, Himmler mengemban banyak jabatan berbeda-beda, dari kepala polisi Jerman, menteri dalam negeri dan panglima angkatan darat Jerman. SS adalah satuan elit Nazi yang sangat ditakuti.
Foto: picture-alliance/dpa
Temuan penting
Himmler mengendalikan jaringan kamp konsentrasi serta badan intelijen dalam negeri Nazi. Mengingat tidak ada pemimpin penting Nazi lainnya selain Josef Goebbels yang membuat catatan harian detail seperti itu, publikasi temuan dokumen ini dipandang sangat penting, karena publik akan dapat mengamati keseharian Himmler dan bagaimana Nazi mengambil putusan-putusan penting.
Foto: picture-alliance/dpa
Berperan aktif dalam Holocaust
Buku harian tersebut juga membuat lebih jelas gambaran umum dari peran Himmler dalam Holocaust. Buku harian tersebut menunjukkan bahwa Himmler mengadakan lawatan ke sejumlah kamp konsentrasi serta Ghetto Warsawa (pada tanggal 9 Januari, 1943), dan mengambil peran aktif dalam mengarahkan genosida kaum Yahudi.
Foto: picture-alliance/dpa
Pidato terkenal Himmler
Salah satu catatan yang paling penting dalam diari itu adalah tanggal 4 Oktober 1943, saat Himmler menyampaikan pidato di hadapan para pemimpin SS di Poznan, sebuah kota di Polandia yang diduduki Jerman. Pidatonya berisi soal pembantaia etnis Yahudi. Buku harian perang menunjukkan bahwa pidato itu diikuti dengan acara makan malam para pejabat SS.
Foto: AP
Catatan pribadi juga
Dalam dokumen itu, juga termuat beberapa hal pribadi Heinrich Himmler yang punya nama panggilan sayang dari istrinya,‘Heini‘. Di antaranya ada jadwal pijat, makan siang, sampai penembakan massal. Bagi Himmler, pergi ke kamp kematian di belahan timur itu itu seperti bepergian ke lokasi wisata. Dokumen diari terbaru setebal 1.000 halaman miliknya akan diterbitkan dalam dua volume pada akhir 2017.
Foto: picture-alliance/dpa
Surat untuk istri, anak dan gundik
Awal 2014 harian "Die Welt" mengungkap surat-surat pribadi dari Heinrich Himmler kepada istrinya dan putrinya "Puppi", serta ke gundiknya Hedwig Potthast, yang sebelumnya merupakan sekretarisnya. Dalam buku dinas Himmler, ‘wakuncar‘ Himmler dicatat secara resmi sebagai "perjalanan dinas": 1 Juni 1938, pukul 15 pm bekerja dengan Pottthast, jam 16 minum kopi, pukul 16:30 berburu.
Foto: picture-alliance/dpa
Mati minum sianida
Menyadari akan kalah perang, Himmler mendekati sekutu. Hitler berang dan menganggapnya berkhianat. Ditolak kamerad, diburu sekutu, iapun sembunyi, melarikan diri dengan identitas palsu lalu tertangkap pasukan Inggris. Tanggal 23 Mei 1945 tidak ada lagi jadwal hariannya. Dia bunuh diri di Lüneburg dengan menelan kapsul sianida yang selalu dibawanya.
Tapi mengapa buku ini bisa dilupakan sejak awal? Pada akhir abad ke-19 dan selama era Republik Weimar pasar dibanjiri publikasi baru, ujar Graf. Ini membuat sulit bagi tiap buku untuk bisa diterima publik dan berhasil.
The Man Who Took Trains, misalnya, tidak menarik banyak perhatian ketika pertama kali diterbitkan di Inggris pada akhir tahun 1930-an. Buku ini lebih dinilai sebagai novel dokumenter novel yang berkembang dari waktu ke waktu.
Sangatlah penting untuk menerbitkan "buku yang tepat pada waktu yang tepat," kata Peter Graf, yang menemukan bahwa ternyata Heinrich Böll juga pernah mencoba menerbitkan novel karya Boschwitz ini di tahun 1960-an. "Mungkin konfrontasi dengan Holocaust saat itu masih terlalu dini bagi Republik Federal Jerman yang masih muda."
Tidak mengubah dunia, tapi membuat orang lebih peka
Kisah di balik penemuan kembali The Passenger, yang berawal dari keponakan sang penulis secara aktif menghubungi penerbit, merupakan keberuntungan bagi Graf, dan adalah kasus luar biasa.
Perang Dunia 1 dalam Buku Anak-Anak
Buku bertemakan perang bagi anak-anak antara tahun 1914 dan 1918 di Eropa ditujukan mendorong ketertarikan anak pada Perang Dunia. Namun tidak semuanya berisi propaganda nasionalis.
Foto: DW/S. Hofmann
Ayah berperang
Ketika pada bulan Agustus 1914 Eropa - bahkan kemudian di seluruh dunia – saling berperang, hal itu dialami juga oleh anak-anak. Ayah dan saudara laki-laki mereka pergi berperang, sementara keluarga ditinggalkan sendirian. Tidak mengherankan jika sejumlah buku anak-anak pada masa itu mengambil tema perang.
Foto: DW/S. Hofmann
Humor dalam perang?
Inggris benar-benar dikenal karena humor hitam mereka. Hal ini sebenarnya juga berlaku untuk buku anak-anak. "Tapi selama perang," inilah kesan yang didapat Claudia Pohlmann setelah melihat beberapa buku yang dievaluasi dalam pameran, "tampaknya akibat kengerian, humor juga hilang. Sebuah kerugian bagi sastra anak-anak."
Foto: DW/S. Hofmann
Perang dan epilog
Banyak buku anak-anak memiliki karakter lucu, seperti dalam buku “Si Kerudung Merah" versi Perancis. Di buku digambarkan bagaimana Perancis bersama dengan sekutu-sekutunya berupaya melawan serigala jahat Jerman. Sementara dalam buku-buku perang anak-anak Jerman (lihat gambar) - sering disajikan kemenangan mudah dalam peperangan.
Foto: DW/S. Hofmann
Papan permainan dan kartu
Perang tidak hanya digambarkan dalam buku-buku, tetapi juga dalam bentuk papan permainan atau permainan kartu, seperti ini dari "Si Hitam Peter dari Serbia". Di balik permainan ini, perang tidak hanya beraspek pendidikan propaganda, tetapi juga sangat banyak lebih komersial. Dari perspektif penerbit, perang menjadi sarana terbaik dalam mencari uang.
Foto: DW/S. Hofmann
Pelajaran di sekolah
Buku-buku tidak hanya dibaca di rumah. Di sekolah, guru juga menyerukan semangat patriotik. Seringkali, pelajaran gagal diberikan, karena sekolah dijadikan rumah sakit - atau karena tidak ada batubara dan kayu untuk pemanas ruangan. Sementara karena buruknya perekonomian dalam masa perang, maka anak-anak harus bekerja.
Foto: DW/S. Hofmann
Buku anak perempuan
Banyak literatur perang mengusung petualangan berjiwa muda - dan terutama diarahkan untuk anak laki-laki. Tapi anak perempuan juga jadi "sasaran". Buku-buku ini terutama ditujukan pada apa yang disebut "fron kampung halaman" - sebagaimana kisah "Anak Keras Kepala" atau "Anak Bungsu" yang mengalami perang di Berlin, Jerman.
Foto: DW/S. Hofmann
Antara pencetakan berkecepatan tinggi dan seni
"Para juru gambar buku anak-anak di bawah tekanan waktu, jika yang harus ditangani adalah sebuah pertempuran," kata peneliti buku anak-anak dan mitra kurator Friedrich C. Heller. Tapi buku-buku Perancis secara konsisten menampilkan kualitas sangat tinggi. Foto: Invasi Jerman di Belgia, yang digambarkan dalam buku anak-anak Perancis: sepatu lars Jerman yang menginjak Liege, Belgia.
Foto: DW/S. Hofmann
Brosur dan panggilan perang
Juga di sejumlah brosur dan billboard muncul anak-anak, seperti dalam iklan cetak tahun 1915 ini, yang hadir dengan teks "Kita tidak boleh kelaparan." Dengannya diserukan sumbangan untuk anak-anak. Satu hal yang tidak boleh dilupakan: anak-anak tahu tentang perang tidak hanya dari buku, mereka mengalaminya setiap hari.
Foto: DW/S. Hofmann
Tidak ada jejak euforia
Dengan semakin melajunya perang, maka ilustrasi dalam buku anak-anak dan remaja semakin gelap. Bertentangan dengan apa yang disebut “lelucon“, dalam beberapa publikasi, disajikan gambaran realistis tentang kekejaman perang modern pertama, yaitu penggunaan gas beracun dan serbuan tank.
Foto: DW/S. Hofmann
Katedral Reims
Bahkan buku yang bernada pasifisme juga ada, meskipun tidak banyak. Kelelahan akibat perang, membuat para penulis buku anak-anak sekarang tampaknya rindu perdamaian. Dalam terbitan Perancis, "Reims, da Cathédrale“ ditampilkan mimpi atas dunia yang ideal. Kehancuran katedral Reim lama dianggap sebagai wujud kebarbaran Jerman di Perancis. Dalam buku, katedral muncul sebagai simbol yang menyatukan.
Foto: DW/S. Hofmann
Damai? Hanya dalam waktu yang singkat
Pada 11 November 1918, akhirnya penguasa Jerman melakukan gencatan senjata dengan Perancis dan Inggris. Namun perdamaian itu tidak bertahan. Banyak bocah laki-laki yang telah membaca buku cerita selama Perang Dunia Pertama, pada tahun 1939 menjadi tentara dalam perang berikutnya.
Foto: DW/S. Hofmann
Dari buku gambar prajurit menjadi tentara sesungguhnya
"Ketika sebagai anak-anak menyaksikan tayangan visual berulang, maka tanpa disadari mereka membentuk pemahaman diri sebagai seorang prajurit, demikian menurut peneliti buku anak-anak, Heller. "Ini bukti bahwa kekuatan gambar dan teks tidak bisa diremehkan."
Foto: DW/S. Hofmann
12 foto1 | 12
Untuk menemukan buku-buku terlupa yang layak diterbitkan kembali, Graf meneliti arsip sastra, terkadang menemukan referensi dalam bibliografi, dan membaca ulasan-ulasan dari tahun 1920-an.
Agar tetap relevan, edisi baru sebuah buku membutuhkan tautan ke masa kini, kata Peter Graf. The Passenger, misalnya, memiliki kesamaan dengan masalah migrasi dunia saat ini. Pandemi juga menimbulkan pertanyaan eksistensial. "Kami hidup dalam masa-masa sulit dan harus meninggalkan zona nyaman kita," kata penerbit itu.
Dalam periode ketidakpastian, banyak pembaca beralih ke materi-materi sejarah, mungkin sebagai bagian untuk lebih bisa memahami kesulitan dari pengalaman manusia lain di masa lampau.
"Saya tidak berpikir sastra mengubah dunia," kata Graf, "tapi untuk sesaat bisa membuat pembaca peka."