1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialEropa

Rumah Ibadah Tiga Agama Siap Masuki Tahap Konstruksi

5 November 2020

Setelah sekian lamanya dipersiapan, proyek “Satu Rumah Tiga Agama“ atau "House of One" Yahudi, Kristen dan Islam di Berlin akan dikonkretkan awal tahun 2021.

Presidium House of One di Berlin
Presidium House of One Foundation: Pastur Gregor Hohberg (dari kiri), Rabi Andreas Nachama dan Imam Kadir SanchiFoto: Klemens Renner

Selama lebih dari sepuluh tahun, ide pembangunan rumah ibadah perwakilan bersama untuk tiga agama monoteistik Yudaisme, Kristen dan Islam telah direncanakan, dibahas dan dipromosikan di Berlin. 
Namun baru Januari 2021, ekskavator akan melakukan penggalian, sebagaimana diumumkan direktur administrasi yayasan "House of One", Roland Stolte. Setelah beberapa kali mengalami penundaan, yang terbaru karena pandemi corona, proyek yang terletak di Berlin ini akan ditangani.

Stolte membuat pernyataan itu pada pertemuan pertama 20 anggota dewan pengawas yayasan "House of One", yang dipimpin oleh Walikota Berlin, Michael Müller. Di antara 20 anggota tersebut, selain terdapat perwakilan terkemuka dari tiga agama, juga ada perwakilan luar biasa dari lanskap budaya Berlin: Direktur Jenderal Forum Humboldt, Direktur Museum Yahudi, Direktur Teater Jerman, Presiden Yayasan Warisan Budaya Prusia, Direktur Hauses der Kulturen der Welt. Pembangunan rumah ibadah ini dianggap luar biasa untuk ibu kota Jerman, di mana jarang ada titik kontak antara agama dan budaya.

"Di mana jika tidak di sini?"

Walikota Berlin, Michael Müller "sangat antusias dengan ide" proyek antaragama. “Di mana lagi kalau tidak di sini?” tanyanya. Sebagai elemen pertemuan, "House of One" akan menjadi "aset besar" bagi kota.

Proyek unik ini terletak di jantung kota, di mana selama bertahun-tahun di jalur "Leipziger Straße" antara Alexanderplatz dan Potsdamer Platz hanya teronggok pagar situs dan lahan yang belum digarap. Dulunya selama lebih dari 700 tahun di lokasi ini berdiri gereja Petrikirche, bangunan  penting dalam sejarah Berlin di masa awal. 

Dalam lima tahun, domisili umum bagi umat Kristen, Yahudi, dan muslim dengan gereja, sinagoge, dan masjid akan berdiri di atas peninggalan arkeologi gereja tersebut. Akan ada tiga ruangan di sekitar ruang pertemuan pusat. Bangunan itu bakal menjulang setinggi 40 meter ke langit dan dengan demikian menjadi simbol kebersamaan. Biaya konstruksi yang direncanakan adalah 43,5 juta euro.
Setelah serangan berdarah

Rapat dewan berlangsung secara virtual. Berbagai pidato singkat oleh anggota dewan pembina yang menunjukkan bahwa ada kebutuhan mendesak atas pendiriannya, misalnya, konflik global seperti pembunuhan di Dresden, Paris dan Nice. Direktur Akademi Katolik di Berlin, Joachim Hake, memohon dialog yang serius dan terbuka antaragama dalam persahabatan. "Kami sangat membutuhkan budaya percakapan seperti ini mengingat semakin mengetatnya politik identitas."

Imam Kadir Sanchi dari “House of One“ mengatakan bahwa umat Islam memiliki tanggung jawab khusus. Agama sedang "dijadikan instrumen", ungkapnya. The "House of One" ingin melindungi kaum muda dari pengaruh ekstremisme dan memajukan upaya pencegahannya. "Kami menaruh rasa saling menghormati serta melawan teror dan kekerasan," kata Rabi di Berlin, Andreas Nachama, pemimpin komunitas Yahudi berpengaruh dalam proyek tersebut.

Konstruksi pembangunan Rumah Ibadah Tiga Agama di BerlinFoto: DW/C. Strack

Perhatian dunia untuk proyek ini

Bangunan yang akan berdiri di masa depan masih baru tersedia sebagai model. Namun kolaborasi internasional sudah lama berjalan. Ada pertukaran gagasan ke Bangui di Republik Afrika Tengah, di mana umat kristiani dan muslim merencanakan rumah keagamaan semacam itu. Pembicaraan juga diadakan dengan akademi di Tbilisi, Georgia, dan juga dengan Universitas Teknik Haifa yang ingin membangun "Garden of One" di kota pelabuhan Israel. 

Teolog Islam, Mouhanad Khorchide dari Kota Münster yakin bahwa kerja sama agama-agama di Berlin juga dapat mendorong kekuatan yang berorientasi pada dialog di Jazirah Arab. Proyek seperti "House of One", menurut Hamideh Mohagheghi, seorang sarjana agama dari Paderborn yang lahir di Teheran, menawarkan "ruang dan gagasan yang sangat diperlukan untuk kerjasama antaragama dan pandangan dunia".

Perwakilan politik paling menonjol di komite pembangunan rumah tiga agama ini adalah mantan Presiden Jerman, Christian Wulff. Sepuluh tahun yang lalu dia menciptakan ungkapan bahwa Islam adalah bagian dari Jerman. Sekarang dia menekankan bahwa yang penting tentang konsep Berlin adalah bahwa "tidak ada agama yang kehilangan klaim dan nilainya".

Mantan presiden Jerman, Wulff, yang menjadi tamu Paus Fransiskus di Vatikan sekitar dua minggu lalu, juga mempromosikan ensikliknya "Fratelli Tutti", yang pada intinya berkaitan dengan hubungan antara agama-agama dunia. Surat itu adalah ensiklik pertama di mana seorang muslim, Imam Besar Universitas Al-Azhar, Ahmed al-Tayyeb, pada akhirnya menginspirasi kepala gereja untuk membuat ensikliknya.

Wulff yang beragama Katolik melihat kembali ke masa kecilnya sendiri. "Sebagai anak muda, kita memiliki perasaan bahwa Tuhan lebih mencintai umat Katolik." Sekarang Paus berkata "secara mengejutkan bagi banyak umat Katolik bahwa Tuhan mencintai setiap orang" terlepas dari agamanya.
Setelah pekerjaan konstruksi berlangsung, para pemrakarsa berharap akan ada minat yang meningkat di kota ini dan koneksi internasional lebih lanjut sehubungan dengan dialog antaragama. Akhir Mei tahun mendatang, peletakan batu pertama gedung baru secara resmi akan dilakukan.

Setelah serangan di Wina

Keesokan paginya, sehari setelah teror Wina, Rabi Nachama dan Imam Sanci, dua dari tiga pendiri "House of One", berbicara dengan Deutsche Welle. Nachama menyebut insiden itu "memalukan". Dan kemudian muncul situasi berita di malam hari, yang tidak jelas sampai larut malam. Untuk waktu yang lama tidak jelas "apakah itu serangan jihadis atau ekstremis sayap kanan" di sinagoge atau pusat kota. "Ini gila, tapi teroris jihadis dan ekstremis sayap kanan memiliki tujuan yang sama. Keduanya memiliki tujuan yang sama: menyerang kebebasan masyarakat."

Melihat serangan beberapa minggu terakhir, Sanci merasa cemas. "Kami tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat dan perlu waktu beberapa menit. Saat-saat hening. Kemudian kami menemukan satu sama lain." Doa bersama juga berarti "berseru menentang perbuatan tidak manusiawi".
Pada Selasa pagi (03/11) lalu dia mengatakan bahwa masjid, sinagog, gereja adalah tempat ibadah, tidak bisa diganggu gugat dan perlu dilindungi. "Setiap orang menyerupai rumah Tuhan. Dia tidak bisa diganggu gugat, terlepas dari agama atau pandangan dunia." Baginya, serangan baru, sekarang di Wina, adalah "serangan terhadap Tuhan. Betapa kontradiksi: Atas nama Tuhan orang menyerang Tuhan."