Tiga Anak Diizinkan untuk Meninggal Dunia di Belgia
9 Agustus 2018
Setelah euthanasia bagi anak di bawah umur yang dilegalkan di Belgia, tiga anak di bawah umur telah mendapatkan haknya untuk mengakhiri hidup.
Iklan
Sejak melegalkan euthanasia bagi anak di bawah umur pada tahun 2014, menurut laporan harian Jerman Spiegel Online dan Washington Post, sejauh ini Belgia telah mengabulkan permohonan tiga anak di bawah umur untuk meninggal dunia. Ketiga anak tersebut berusia 9, 11 dan 17 tahun. Sejak tahun 2002 Belgia telah memberlakukan hukum euthanasia, yang memungkinkan seorang dewasa yang menderita sakit parah, dengan pertimbangan dokter, berhak untuk meminta nyawanya dicabut.
Pada tahun 2014, Parlemen Belgia memperluas hukum ini sehingga juga mencakup anak di bawah umur. Seorang anak berhak mengajukan permohonan meninggal dunia jika ia menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan, serta menderita rasa sakit yang tidak bisa diredakan oleh obat apapun. Seorang psikolog juga harus memberikan kesaksian bahwa sang anak memiliki pikiran jernih dalam mengambil keputusan untuk mati. Hak untuk mati seorang anak juga harus mendapatkan persetujuan dari orangtua.
Wisata Bunuh Diri
Dalam empat tahun terakhir, jumlah turis yang datang ke Swiss untuk meninggal bertambah dua kali lipat. Ini hasil studi Journal of Medical Ethics. Swiss adalah salah satu dari sedikit negara yang melegalkan eutanasia.
Foto: picture-alliance/dpa
Terus Bertambah
Tahun 2009 jumlah warga asing yang datang ke Swiss untuk mengakhirinya nyawanya dengan bantuan orang lain baru 86 orang. Tahun 2012 melonjak menjadi 172. Di Swiss, eutanasia legal sejak tahun 1940-an.
Foto: Shahriar Sedighi
Ilegal di Banyak Negara
Eutanasia juga legal di Belanda, Luksemburg, Belgia, dan beberapa negara bagian di AS. Tapi kebanyakan negara melarang praktik tersebut. Sehingga, pasien yang tidak bisa disembuhkan terpaksa bepergian ke negara-negara tersebut untuk meninggal tanpa harus khawatir bahwa keluarga atau dokternya akan dituntut.
Foto: picture-alliance/dpa
Pasien Penyakit Saraf
Hampir setengah dari pasien yang menjalani "wisata bunuh diri" di Swiss adalah pasien yang menderita penyakit saraf, seperti kelumpuhan, penyakit neuromotorik, Parkinson dan Multiple Sclerosis (MS). Dari 611 kasus yang dianalisa antara 2008 dan 2012 usia rata-rata pelaku eutanasia adalah 69 tahun.
Foto: picture-alliance/dpa
Perdebatan di Swiss
Bertambahnya jumlah warga asing yang melakukan wisata bunuh diri memicu perdebatan di antara warga Swiss. Tahun 2011, warga kota Zurich menolak proposal yang melarang eutanasia dan wisata bunuh diri. Setahun kemudian, parlemen nasional juga menolak pengawasan yang lebih ketat bagi praktik tersebut.
Foto: imago/Olaf Döring
Kebanyakan dari Jerman
Sekitar setengah dari turis eutanasia yang datang ke Swiss berasal dari Jerman. 20 persen dari Inggris. Dua negara lain yang juga masuk dalam 10 besar negara asal peserta wisata bunuh diri adalah Perancis dan Italia.
Foto: picture-alliance/dpa
5 foto1 | 5
Dua dari kasus euthanasia anak di bawah umur terjadi di tahun 2016 dan satu satu kasus di tahun 2017. Menurut laporan, salah satu anak tersebut menderita penyakit metabolik cystic fibrosis yang tidak dapat disembuhkan. Anak ke-dua memiliki tumor ganas di kepala. Sementara anak ke-tiga menderita degenerasi otot Distrofi otot Duchenne.
Meski hanya sedikit anak yang terpengaruh oleh perluasan hukum euthanasia ini, Komisi Euthanasia Belgia menyatakannya sebagai sesuatu yang berarti. Perluasan hukum ini dikatakan memberikan seorang anak di bawah umur hak untuk bicara tentang akhir hidupnya dan memutuskan kematiannya.
Negara dengan Tingkat Bunuh Diri Tertinggi di Dunia
Menurut WHO, setiap detik sekitar 40 orang melakukan bunuh diri di seluruh dunia. Tekanan karir dan pendidikan menjadi alasan terbesar di negara industri. Adapun di negara berkembang, kemiskinan yang menjadi faktor utama
Foto: Fotolia/Dan Race
5. Lituania
Dengan tingkat bunuh diri sebesar 28,2 dari 100.000 penduduk, Lituania masuk dalam lima besar di daftar hitam WHO. Mencapai puncaknya pada 1990an, angka bunuh diri per tahun di negara kecil Eropa itu banyak berkurang. Namun begitu, tingginya tingkat depresi dan penyakit mental lain membuat angka kematian akibat bunuh diri tetap berada di level tertinggi di dunia.
Foto: DW/M. Griebeler
4. Sri Lanka
Sri Lanka mencuat di awal dekade 1990 berkat tingkat bunuh diri paling tinggi di dunia. Kendati banyak berkurang, hingga kini negara kepulauan di Samudera Hindia itu masih termasuk dalam lima besar dengan 44,6 kasus dari 100.000 penduduk. Tidak jelas alasan apa yang mendorong penduduk Sri Lanka untuk mencabut nyawa sendiri. Beberapa studi menyebut kemiskinan dan masalah sosial sebagai faktor utama
Foto: Reuters/Dinuka Liyanawatte
3. Korea Selatan
Tuntutan karir, sekolah dan tekanan sosial diyakini sebagai penyebab utama tingginya angka bunuh diri di Korsel. Kasus bunuh diri (41,2 dari 100.000 penduduk) lazim ditemui di universitas atau sekolah dan mencapai puncaknya pada November, jelang ujian masuk perguruan tinggi. Pemerintah bahkan menyebarkan applikasi yang menganalisa aktivitas sosial media untuk mendeteksi gejala awal bunuh diri.
Foto: picture alliance/Yonhap
2. Korea Utara
Perserikatan Bangsa Bangsa berulangkali mewanti-wanti pemerintah di Pyongyang mengenai tingginya angka bunuh diri di negeri komunis tersebut. Badan Kesehatan Dunia WHO mencatat, setiap tahun sekitar 10.000 warga Korut mencabut nyawa sendiri. Beberapa laporan bahkan berkisah mengenai satu keluarga yang melakukan bunuh diri lantaran khawatir hukuman oleh rejim yang berkuasa.
Foto: picture-alliance/dpa
1. Guyana
Dengan 44,2 kasus bunuh diri untuk setiap 100.000 penduduk, Guyana menempatkan diri di urutan teratas dalam daftar muram versi WHO. Sebuah laporan yang ditulis The Guardian mengungkap, kemiskinan yang dipadu dengan konsumsi alkohol berlebihan merupakan alasan terbesar di balik tingginya angka bunuh diri di Guyana. Meminum cairan pestisida adalah cara bunuh diri yang paling sering digunakan.