1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tiga Badan Amal Islam Dilarang Bantu Rohingya

13 Oktober 2017

Bangladesh mengkhawatirkan kelompok militan bembonceng badal amal masuk ke kamp pengungsi untuk melakukan radikalisasi. Di Myanmar, Aung San Suu Kyi serukan persatuan nasional untuk menanggulangi konflik Rohingya.

Bangladesch Rohingya Flüchtlinge im Camp Cox's Bazar
Foto: REUTERS

Bangladesh memerintahkan tiga badan amal Islam untuk menghentikan kegiatan mereka membantu pengungsi Rohingya. Demikian dikatakan, Mahjabeen Khaled, seorang anggota parlemen dari partai yang berkuasa Liga Awami, Kamis kemarin (12/10/17). Diungkapkan Khlaed, larangan terhadap tiga badan amal ini dikarenakan  kekhawatiran adanya upaya radikalisasi terhadap pengungsi.

Lebih lanjut Khaled memaparkan bahwa badan amal internasional Islamic Aid dan Islamic Relief, serta Yayasan Allama telah masuk daftar hitam di kamp pengungsi Rohingya di Distrik Cox's Bazar, di selatan Bangladesh.

Khaled, yang duduk di komite parlemen untuk urusan luar negeri, mengatakan tidak ada tuduhan spesifik yang diajukan pada badan amal tersebut.

Kekhawatiran Radikalisasi

Namun ia menjelaskan, pihak berwenang  akan "meneliti dan menyaring" semua lembaga bantuan yang ingin melakukan misi di Cox's Bazar. Kamp pengungsi yang kumuh ini didirikan Agustus lalu, dan kini menampung lebih dari setengah juta pengungsi.

 "Karena alasan keamanan, kami akan memantau siapa yang memberi bantuan, dan mengapa, siapa yang mendanai mereka, dan apa yang akan mereka lakukan dengan uang itu?" dikatakan Khaled kepada kantor berita AFP.

Khaled mengatakan, dikhawatirkan bahwa para pengungsi dapat dengan mudah dipengaruhi paham-paham radikal dan militan. "Mereka (Rohingya) sangat rentan, banyak yang bisa dilakukan dengan orang-orang Rohingya ini. Kami ingin berhati-hati."  

    

Larangan Tidak Masuk Akal

Sementara itu, Waseem Ahmed, direktur Islamic Relief, mengatakan bahwa tuduhan pelanggaran terhadap badan amal tersebut "tidak berdasar dan salah arah".

"Kita masih menunggu persetujuan dari pemerintah dan belum memulai proyek di kamp. Jadi sangat tidak beralasan menuduh kami melakukan kegiatan yang belum kami lakukan," katanya.

Bangladesh telah banyak membatasi akses ke kamp Rohingya dalam beberapa tahun terakhir. Namun mengurangi pembatasan ini bulan lalu setelah lebih dari 520.000 pengungsi baru melintasi perbatasan.

Kantor Urusan LSM menyetujui 30 kelompok bantuan lokal dan global untuk memenuhi "kebutuhan darurat" di kamp-kamp yang menampung sekitar 300.000 warga Rohingya sebelum masuknya arus pengungsi terakhir.

Pemberi Bantuan Diawasi

Sebelum itu, hanya empat badan amal internasional - termasuk Doctors Without Borders (MSF) dan Action Against Hunger (ACF) - diizinkan beroperasi di wilayah perbatasan yang sensitif.

Khaled mengatakan bahwa Muslim Aid juga telah dilarang bekerja di kamp-kamp pengungsian pada tahun 2012, ketika puluhan ribu  Muslim Rohingya melarikan diri dari gelombang kekerasan di Myanmar.

Pihak berwenang Bangladesh tidak bersedia mengemukakan alasan pembatasan akses ke kamp-kamp tersebut. Kemungkinan besar adalah, kekhawatiran besar bahwa kemarahan di antara warga Rohingya berpotensi bisa dimanfaatkan oleh kelompok radikal dan ekstremis.

Bangladesh sendiri masih direpotkan oleh kelompok radikal di dalam negeri, yang telah mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan brutal terhadap para blogger progresif, aktivis sekuler dan warga asing dalam beberapa tahun terakhir.

Rencana Pemulangan Warga Rohingya

Sementara itu, pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi mengatakan telah membentuk komite yang akan mengkoordinasikan seluruh bantuan internasional dan lokal ke negara bagian Rakhine yang dilanda konflik.

Dalam pidato di televisi pemerintah, Suu Kyi mengatakan bahwa  negara sedang menghadapi kritik luas atas krisis pengungsi.

Ia menyerukan persatuan dalam menanggulangi masalah ini. Suu Kyi mengatakan, pemerintahannya tengah melakukan pembicaraan dengan Bangladesh, membahas kepulangan "mereka yang kini berada di Bangladesh". Namun Suu Kyi tidak memberi rincian lebih jauh tentang rencana ini. Kemungkinan, warga Rohingya yang akan bisa kembali ke Myanmar diwajibakan menunjukkan dokumen kependudukan. Namun, tidak banyak warga Rohingya yang memiliki dokumen ini

.

yf/ap (afp/ap)