Mata uang Euro, konflik Ukraina-Rusia dan krisis Suriah adalah masalah kebijakan luar negeri penting yang harus diselesaikan pemerintah Jerman di tahun 2019.
Iklan
1. Dilema baru Euro
Menyusul penyelamatan dramatis negara-negara yang terbelit utang, seperti Yunani, eksistensi mata uang Euro sekali lagi mengalami ketidakpastian. Ini dikatakan oleh Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker baru-baru ini. Kali ini, adalah Italia yang memerlukan perhatian khusus. Bahkan jika pemerintah Italia dan Komisi Uni Eropa menyetujui kompromi anggaran, peristiwa baru-baru ini telah meninggalkan rasa pahit: Pemerintah Italia dari Partai Movimento 5 Stelle yang populis dan partai sayap kanan Lega Nord telah secara terbuka menentang Komisi. Komisi Eropa menolak rancangan anggaran Italia karena, dalam pandangannya, utang baru terlalu tinggi.
Mantan Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schäuble berpendapat, itu adalah sebuah kesalahan jika percaya bahwa "utang yang lebih banyak dan defisit anggaran yang lebih tinggi akan menyelesaikan masalah Italia". Tetapi dia percaya bahwa pada akhirnya pasar keuangan akan mendisiplinkan Italia. "Saya pikir pasar akan memberi tahu mereka, bahwa Italia tidak akan mendapatkan pembiayaan apa pun," Schäuble mengatakan kepada DW pada akhir Oktober.
Bahkan jika pertikaian besar tampak bisa dihindari, pemerintah Italia memiliki pengaruh yang kuat. Jika Komisi Uni Eropa menghukum Italia, itu justru akan memberikan lebih banyak sokongan kepada kelompok sayap kanan di seluruh Eropa. Ini tentu saja hal terakhir yang Komisi ingin lakukan beberapa bulan sebelum pemilihan Parlemen Eropa. Tetapi jika Komisi menyerah, otoritasnya akan melemah.
Bergulat Keluar Dari Krisis
Beberapa negara Eropa jungkir balik ketika menghadapi resesi. Perekonomian negara-negara itu menggoyahkan perspektif generasi muda. Bagaimana kini mereka keluar dari jurang krisis tersebut?
Foto: Fotolia/Paolese
Krisis di Yunani
Tingkat konsumsi di Yunani terus menurun. Semakin banyak bisnis dan usaha menengah gulung tikar. 57 persen orang di bawah usia 25 tahun tak punya pekerjaan. Sementara mereka yang memiliki pekerjaan, gajinya tergolong minim. Upah minimum dipatok 586 Euro. Banyak orang terpaksa bekerja secara ilegal. Penerimaan pajak menurun, daya beli pun demikian, sementara perekonomian tak kunjung pulih.
Foto: Louisa Gouliamaki/AFP/Getty Images
Italia berkutat dengan resesi
Sejak krisis tahun 2008, lapangan kerja berkurang hingga lebih dari setengah juta. Lebih dari dua juta warga Italia yang berusia di bawah 25 menganggur. Tingginya tingkat pengangguran muda sudah terjadi sejak sebelum krisis, karena pemerintah sebelumnya abai. Solusi Perdana Menteri Enrico Letta: Insentif keuangan bagi perusahaan untuk bisa lebih banyak mempekerjakan kaum muda.
Foto: DW/A. Binder
Spanyol keluar dari program talangan
Jumlah pengangguran muda tetap saja tinggi. Jumlah penduduk di bawah 25 tahun yang tak bekerja 56 persen, dua kali lebih tinggi dari rata-rata Uni Eropa. Kegagalan pemerintah: Banyak anak muda lebih suka mencari uang ketimbang pergi ke sekolah. Upah dalam bidang konstruksi telah lama jadi daya tarik dan tak memerlukan ijazah sekolah.
Foto: picture-alliance/dpa
Pendidikan kejuruan yang tak populer
Jumlah mahasiswa Spanyol lebih dari sejuta orang. Sekitar 270 ribu mahasiswa memilih bidang kejuruan. Namun seringkali, bagi yang menyelesaikan studi praktis, tidak memperoleh prospek pekerjaan dan ini tidak hanya terjadi di Spanyol. Pengusaha mencari para profesional yang berpengalaman. Banyak kaum muda yang berusia di bawah 25 tahun hanya kerja dalam jangka waktu terbatas.
Foto: picture-alliance/dpa
Utara pun setali tiga uang
Angka-angka di Eropa Selatan menimbulkan kekhawatiran: Lebih dari 50 persen orang muda di bawah 25 di Spanyol dan Yunani tanpa pekerjaan. Bahkan di Swedia dan Polandia, tingkat pengangguran di kalangan warga dewasa muda 24 persen lebih tinggi dari rata-rata Uni Eropa.
Kemunduran di Portugal
Reformasi ekonomi di Portugal berhadapan dengan protes masyarakat. Ekonomi Portugal masih tidak kompetitif. Tanpa pertumbuhan ekonomi, tidak ada lapangan pekerjaan. Uni Eropa memberikan subsidi lebih tinggi dari sebelumnya, tetapi masih belum juga memberi efek nyata.
Foto: picture-alliance/dpa
Butuh kisah sukses
Akhir 2013, Irlandia telah keluar dari program bailout. Negara ini harus berhemat. Namun aksi protes, seperti yang terlihat di foto, jarang terjadi. Upah pegawai negeri dan pelayanan sosial dikurangi. Tingkat pengangguran di kalangan muda naik menjadi lebih dari 30 persen. Namun warga muda jarang protes, mereka lebih memilih untuk meninggalkan tanah airnya.
Foto: Peter Muhly/AFP/Getty Images
7 foto1 | 7
2. Konflik Ukraina-Rusia yang semakin intensif
Konflik antara Rusia dan Ukraina setelah pencaplokan Krimea tetap menjadi masalah yang berkelanjutan. Jerman dan Prancis telah berulang kali berupaya untuk menjadi penengah, bahkan setelah insiden di Laut Azov pada akhir November, ketika penjaga pantai Rusia menolak tiga kapal Ukraina melewati Selat Kerch. Moskow menganggap selat itu sebagai wilayah Rusia secara eksklusif. Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengajukan banding ke UE sesaat sebelum KTT Uni Eropa di Brussels pada pertengahan Desember untuk "meningkatkan tekanan internasional terhadap Rusia."
Namun, UE terbagi menjadi dua kubu terkait masalah sanksi terhadap Rusia. Beberapa negara ingin mengakhiri sanksi karena hal itu buruk untuk bisnis. Yang lain ingin menghukum Moskow lebih berat. Mereka juga mengkritik Jerman karena membeli gas langsung dari Rusia melalui pipa Laut Baltik, yang ingin diperluas Jerman. Menurut Kanselir Jerman Angela Merkel, para kepala negara dan pemerintah sepakat pada KTT Uni Eropa pada pertengahan Desember "bahwa tidak ada prasyarat untuk mencabut atau memfasilitasi sanksi." Namun, sanksi terhadap Rusia juga tidak diperketat.
Dalam pertemuan dengan Poroshenko, Wakil Presiden Komisi Eropa Valdis Dombrovskis menjelaskan, "Sanksi bukanlah hukuman. Sanksi adalah motivasi bagi Rusia untuk kembali ke dunia yang beradab." Angela Merkel telah berulang kali berusaha untuk melakukan dialog dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, tetapi sejauh ini gagal menemukan solusi untuk konflik dengan Ukraina.
Fakta Mengapa Separatis Pro-Rusia Kuat
Pemerintah Ukraina keteteran melawan separatis pro-Rusia di timur negara itu. Selain terus didukung persenjataan berat modern juga banyak tentara Rusia yang menyamar jadi separatis.
Foto: Reuters/A. Ermochenko
Siapa Sebenarnya Separatis?
Jumlah separatis pro-Rusia di timur Ukraina dilaporkan sekitar 20.000 orang. Krimea dengan populasi 2 juta, sekitar 60 persennya pro-Rusia. Ditaksir 1.500 hingga 3.000 tentara reguler Rusia bertempur sebagai separatis. Moskow membantah keterlibatan serdadunya, tapi jika terbukti ada yang tewas atau tertangkap, disebut mereka sedang berlibur dan sukarela bertempur di timur Ukraina.
Foto: DW/A. Sawitzkiy
Dukungan Tank dan Panser Rusia
Tidak diketahui berapa banyak kendaraan lapis baja di Krimea dan yang dikirim diam-diam dari Rusia ke kawasan konflik itu. Alexander Chodakowski yang mengklaim dirinya sebagai perdana menteri Republik Donetsk mengaku punya sedikitnya 150 tank dan panser. Tapi makin sering terlihat konvoi kendaraan lapis baja tanpa tanda pengenal yang melintasi perbatasan Rusia menuju ke timur Ukraina.
Foto: Reuters/A. Bronic
Peluncur Peluru Kendali dan Artileri
Konvoi kendaraan peluncur peluru kendali dari Rusia ke timur Ukraina juga kerap terlihat. Militer Ukraina melaporkan berhasil menyita peluncur roket mobil tipe Grad-21 yang diduga milik militer Rusia dari tangan kaum separatis. Juga diduga keras jatuhnya pesawat terbang Malaysia Airlines MH17 akibat tembakan rudal tipe BUK buatan zaman Uni Soviet yang dilontarkan dari kawasan konflik.
Foto: AFP/Getty Images/A. Kronberg
Suplai Amunisi
Rusia terus menyuplai amunisi kepada kelompok separatis di timur Ukraina. Konvoi bantuan humaniter diduga kerap disalahgunakan untuk mengirim amunisi dan senapan mesin ringan kepada pemberontak. Bantuan senjata dan amunisi dari Rusia ini memicu pemerintah di Kiev minta bantuan suplai senjata modern dari barat yang sejauh ini belum dikabulkan.
Foto: Reuters
Dukungan Politik dari Moskow
Faktor kekuatan yang paling menentukan sebenarnya adalah dukungan politik dari penguasa Kremlin di Moskow. Presiden Rusia Vladimir Putin tetap mempertahankan politik di Krimea tanpa peduli sanksi ekonomi yang membuat ambruk ekonomi dan jatuhnya Rubel. Rusia bahkan menggelar latihan perang selama sebulan di kawasan perbatasan ke Krimea, yang dikritik sebagai provokasi.
Foto: Getty Images/AFP/Y.Kadobnov
5 foto1 | 5
3. Perdamaian di Timur Tengah?
Setelah lebih dari tujuh tahun perang saudara di Suriah, negara tersebut hancur total. Jutaan orang menjadi pengungsi. Sementara itu, Presiden Bashar Assad, dengan bantuan Rusia dan Iran, telah mampu memenangkan kembali hampir semua wilayah yang dikuasai pemberontak. Kelompok teroris "Negara Islam" (IS) telah kehilangan sebagian besar wilayahnya. Jerman telah mendiskusikan apakah ratusan ribu pengungsi Suriah yang saat ini tinggal di negara itu dapat kembali ke Suriah. Namun, Kementerian Luar Negeri masih menganggap situasi di Suriah sangat tidak menentu dan larangan deportasi masih ada.
Tetapi pemerintah Eropa lelah denganupaya perdamaian Suriah yang sia-sia. Dalam sebuah wawancara dengan DW, Pakar Timur Tengah Guido Steinberg dari Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan meyakini bahwa pemerintah Jerman seharusnya menangani situasi dengan lebih baik. Jerman dengan sembrono "mengandalkan fakta bahwa rezim Assad akan jatuh dalam waktu singkat. Jika seseorang benar-benar ingin menggulingkan rezim, maka ia harus menawarkan dukungan militer kepada pemberontak dengan berbagai cara. Kini, Jerman bukan lagi aktor dalam konflik ini," kata Steinberg.
Pemerintah Jerman menghadapi tuduhan lain sehubungan dengan perang di Yaman, yang menurut PBB adalah krisis kemanusiaan paling serius di dunia. Jerman telah lama memasok senjata ke Arab Saudi, yang mendukung pemerintah Yaman melawan gerilyawan Huthi dan memimpin koalisi militer untuk memulihkannya. Bahkan sekarang, dengan larangan ekspor senjata ke Arab Saudi, produsen senjata Jerman, Rheinmetall, diduga terus memasok senjata ke Arab Saudi melalui anak perusahaan.
Eksportir Senjata Terbesar di Dunia
Cina merangsek ke posisi tiga besar dunia sebagai eksportir senjata terbesar di Dunia. Penjualan senjata oleh Cina meroket sejak 2005. Inilah daftar lengkap yang disusun Stockholm International Peace Research Institute
Foto: AP
1. Amerika Serikat
Ekspor senjata AS meningkat sebanyak 23 persen antara 2005-2009 dan 2010-2014. Dari 94 negara yang menjadi konsumen senjata AS, penerima terbesar adalah Asia dan Oseania dengan 43%. Sementara 32 persen dijual ke Timur Tengah dengan Israel dan Arab Saudi yang paling getol berbelanja. Primadona industri senjata AS adalah pesawat dan helikopter tempur, tank serta berbagai jenis senjata api dan roket.
Foto: Reuters
2. Rusia
Sebanyak 56 negara melengkapi alutistanya dengan produk buatan Rusia. Negeri beruang merah itu saat ini menguasai 27 persen perdagangan senjata di dunia. India, Cina dan Aljazair adalah pembeli terbesar dengan 60 persen. Pesawat tempur, tank, kapal selam nuklir dan senapan serbu adalah jenis senjata yang paling banyak menemui pembeli.
Foto: picture-alliance/dpa
3. Cina
Pakistan (41%), Bangladesh (16%) dan Myanmar (12%) adalah pelanggan terbesar Cina. Sejak 2005 negeri tirai bambu itu meningkatkan ekspor senjatanya sebanyak 143 persen. Belum lama ini Venezuela membeli kendaraan lapis baja serta pesawat latihan. Sementara Aljazair membeli tiga kapal fregat, Indonesia memesan ratusan peluru kendali anti kapal perang dan Nigeria membeli pesawat tempur nirawak
Foto: Reuters
4. Jerman
Berbeda dengan tiga negara teratas, neraca ekspor senjata Jerman turun 43% sejak 2005. Sejauh ini negeri di jantung Eropa itu menjual senjata ke 55 negara, dengan Eropa sebanyak 30%, Asia dan Oseania 26% dan Amerika 24%. Amerika Serikat, Israel dan Yunani adalah konsumen terbesar. Kebanyakan membeli tank, senjata laras panjang dan kapal selam.
Foto: picture-alliance/dpa
5. Perancis
Layaknya Jerman, ekspor senjata Perancis berkurang sebanyak 27% sejak 2005. Importir terbesar adalah Maroko, Cina dan Uni Emirat Arab. Baru-baru ini Paris membatalkan penjualan kapal serbu amfibi dari kelas Mistral kepada Rusia menyusul konflik Ukraina. Namun neraca negatif tersebut diimbangi dengan penjualan 24 pesawat tempur Dassault Rafale dan sebuah kapal fregat ke Mesir.
Foto: J.-S.Evrard/AFP/Getty Images
6. Inggris
Tanpa Arab Saudi, industri senjata Inggris akan gulung tikar. Negeri para emir itu menyerap 41% produksi senjata Inggris. Pesawat tempur Eurofighter Typhoon, helikopter pengangkut Lynx, kapal selam kelas Astute, senjata laras panjang SA80 dan berbagai sistem persenjataan untuk pesawat tempur modern adalah dagangan terbesar negeri kepulauan tersebut.
Foto: picture-alliance/dpa
7. Spanyol
Kecuali pesawat angkut militer Airbus A400M Atlas yang diproduksi bersama negara-negara Eropa lainnya, penjualan terbesar industri alutista Spanyol adalah pesawat angkut CASA dan pengangkut personel lapis baja Pegaso BMR. Tercatat militer Mesir dan Arab Saudi memiliki sekitar 460 kendaraan beroda enam itu. Australia sejauh ini adalah pembeli terbesar dengan 24%.