1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PendidikanJerman

Tiga Pelajar SMK Kudus Pamer Keahlian Animasi di Jerman

Arti Ekawati
21 April 2023

Sejumlah pengunjung Hannover Messe 2023 tampak kagum oleh animasi buatan mereka yang ternyata masih duduk di bangku SMK. Mereka pun telah terlibat berbagai proyek profesional pembuatan animasi.

Kiri ke kanan: Azka, Windi dan Gandrung dari SMK Raden Umar Said, Kudus, Jawa Tengah
Kiri ke kanan: Azka, Windi dan Gandrung dari SMK Raden Umar Said, Kudus, Jawa TengahFoto: Arti Ekawati/DW

Ada yang tidak biasa di salah satu stan di paviliun Indonesia di Hannover Messe tahun ini. Di stan tersebut tiga orang yang tampak sangat belia terlihat tengah asyik menggambar desain animasi di komputer masing-masing. Para pengunjung bisa melihat desain yang sedang mereka buat lewat layar besar yang ada di depannya.

Sejumlah pengunjung tampak kagum oleh animasi buatan mereka yang ternyata masih duduk di bangku SMK ini. Ya, mereka memang para pelajar yang khusus mendalami bidang seni animasi dari SMK Raden Umar Said (RUS) di Kudus, Jawa Tengah.

Salah satu pelajar yang sempat DW wawancarai yakni Gandrung Sanghyangraya, 16, dengan cekatan memainkan mouse yang terhubung ke sebuah komputer dan mengutak-atik gambar animasi setengah jadi. Selain DW Indonesia, terlihat beberapa orang juga sempat mewawancarai mereka.

Terlibat berbagai proyek animasi profesional

Di usia yang sangat belia, para pelajar dari SMK RUS memang dikenal telah meraih berbagai penghargaan di bidang animasi, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Sebut saja Muhammad Ali Azka, 17. Pelajar kelas 12 ini terlibat dalam total 8 proyek, mulai dari iklan layanan masyarakat hingga program berseri dari Australia.

Pelajar lain yakni Windiastanti Dawolo, 17, atau yang biasa dipanggil Windi. Ia pun banyak terlibat dalam pengerjaan sejumlah proyek, antara lain di program Sofa Kuning di Mola TV dan video animasi untuk lagu penyanyi Once Mekel yang berjudul Ditentukan Untuk Bersama.

Demikian pula dengan Gandrung Sanghyangraya yang ikut mengerjakan proyek Sofa Kuning. Selain itu ia terlibat di proyek di YouTube dan seri animasi dari Irlandia. 

Gandrung Sanghyangraya dari Kudus memamerkan kreativitasnya di ajang pameran industri terbesar Hannover Messe di Jerman, Selasa, 18 April 2023.Foto: Arti Ekawati/DW

"Saya juga membuat project saya sendiri buat ikut lomba. Selama di SMK RUS ini sudah 4 kali ikut lomba membuat film pendek animasi. Dua kali juara, yang satu juara 2 Amicom, dikalahkan sendiri oleh kakak kelas. Yang satu Alhamdulillah juara 1 di Bandung kemarin dari Bakesbangpol Jawa Barat dan mendapat hadiah pergi ke Jepang," ujarnya yang biasa dipanggil dengan nama Gandrung.

Selain ketiganya, banyak rekan pelajar di SMK RUS yang juga sudah dilirik berbagai perusahaan dan rumah produksi untuk terlibat dalam mengerjakan proyek-proyek mereka.

Berawal dari suka nonton film animasi

"Saya mulai suka animasi itu pertama kali itu kelas 6. Pokoknya kan dari kecil sudah (suka) gambar, tapi belum serius menggambar, hanya untuk hobi. Setelah itu ketemu salah satu sepupu saya yang ternyata kerja di industri animasi dan dari itu dia mengajarkan saya animasi 2D dan beberapa hal dan membuatnya tertarik sekali," ujar remaja yang biasa disapa Azka kepada DW Indonesia.

Hal sama juga diungkap Windi yang mengaku punya passion di gambar. Ia pun memilih untuk belajar 3D animasi karena peluang kerjanya lebih banyak. Saat ditanya tentang rencana selanjutnya apakah akan langsung terjun ke dunia kerja atau melanjutkan kuliah, Windi mengatakan ingin berkuliah bisnis atau manajemen.

"Aku berpikiran kalau aku sudah belajar dasar dari bisnis atau manajemen ini, aku bisa bikin bisnis dari animasi, jadi ingin menyatukan animasi dengan bisnis."

Sementara Gandrung juga mengatakan kesukaannya ini berawal dari menonton film animasi buatan Disney. "Jadi saya tertarik ini gimana sih cara bikin filmnya?" ujar Gandrung.

Azka, Windi, dan Gandrung mengaku orang tua mereka sangat mendukung keputusan untuk belajar animasi sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

Tekad kuat belajar animasi sejak muda

Tekad para remaja untuk mempelajari teknik animasi ini memang tidak bisa dibilang main-main. Lihat saja Azka yang sejak usia belasan tahun sudah rela merantau ke Kudus dan tinggal terpisah dari orang tuanya di Jakarta. Sejak tahu tentang SMK RUS ketika duduk di kelas 8, Azka mengaku bertekad untuk bisa masuk sekolah ini.

Pelajar asal Jakarta ini bahkan rela tinggal di sebuah kamar kos di Kudus untuk bisa mempelajari animasi. "Di Kudus saya merantau. Saya ngekos di sana, sendiri tanpa orang tua dan itu pengalaman yang aneh dan seru. Tinggal sendiri, mandiri, dan kayaknya membuat saya lebih bertanggung jawab," ujarnya kepada DW Indonesia. 

Selepas SMK, Windi berniat melanjutkan kuliah dan mempelajari ilmu bisnis atau manajemen. Ia ingin menyatukan animasi dengan bisnis.Foto: Arti Ekawati/DW

Bagi Windi, belajar animasi itu ibarat "asyik dan pusing, jadi satu." Hal yang membuatnya tertarik adalah ia seolah selalu mendapat tantangan baru. "Aku disuruh buat cari tahu solusi dari setiap problem yang ada dalam pengerjaan itu."

Sementara hal yang membuatnya pusing adalah saat dikejar oleh tenggat waktu untuk menyelesaikan sebuah proyek. "Yang pusingnya adalah kita dikejar2 sama mentor kita kalau ada revisi, deadline yang sudah dekat, itu bisa sampai begadang, dan pusingnya juga sama software kadang-kadang error di tengah jalan atau nge-crash pas kita sudah selesai," curhat Windi.

Berlatih menghadapi dunia kerja sejak dini, Windi pun berharap suatu saat nanti bisa bekerja di perusahaan animasi besar seperti Disney dan Pixar dan melihat namanya muncul di credit title film-film animasi besar.

Guru sebagai mitra dan pendamping

Pendamping mereka selama di Jerman yakni Ita Sembiring yang juga menjabat sebagai chief marketing officer RUS, mengatakan kurikulum yang diterapkan di SMK RUS yakni kurikulum Merdeka Belajar lebih terpusat kepada siswa.

"Sistem pembelajaran seperti ini akan membuat siswa menjadi lebih banyak waktu untuk memilih, untuk berkarya, untuk mengembangkan dirinya secara utuh. Jadi kreativitasnya lebih terbuka," ujar Ita saat diwawancarai DW Indonesia di pameran tersebut (Selasa (18/04).

Menurutnya, para guru di sini lebih bersifat sebagai mitra dan pendamping para siswa yang notabene adalah generasi digital native. Peran guru tetap dibutuhkan karena meski mayoritas siswa belajar mandiri, beberapa dari mereka tetap butuh bimbingan. 

"Tidak semua anak bisa belajar sendiri, tetap perlu bimbingan. Atau anak-anak itu jadi sangat gadget mania, kita tantangannya adalah harus tetap membuat seimbang sehingga tujuannya tercapai. Kalau kita tidak menyeimbangkannya dengan karyanya jadi kebablasan," ujar Ita kepada DW Indonesia.

Bimbingan ini yang menurut Gandrung ia butuhkan untuk bisa membuatnya fokus mempelajari hal-hal yang benar-benar menjadi minat dan kecintaannya. "Saya dulu waktu baru belajar, pengen banget bisa semua animasi dan ternyata itu tidak efektif. Saya disuruh fokus satu per satu skill yang harus dikuasai," ujar Gandrung.

Selain itu, para guru harus tetap mengikuti perkembangan teknologi yang berlangsung sangat cepat. "Perkembangan teknologi harus dibarengi dengan kemampuan kita juga mengikuti perkembangan itu supaya tidak tergilas perubahan zaman," ujar Ita menutup perbincangan dengan DW Indonesia.

ae/gtp

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait