Setelah tiba di utara Jalur Gaza Utara, Tim Medis Darurat (EMT) gelombang kelima dari Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) asal Indonesia kini sudah mulai rutin bertugas di RS Indonesia di sana.
Iklan
Tim Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) gelombang kelima asal Indonesia akhirnya sudah bisa berdinas di Rumah Sakit Indonesia, di Bait Lahiya, utara Jalur Gaza. Tim MER-C tiba di lokasi pada akhir pekan lalu bersama konvoi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Terus terang senang dan bahagia karena dokter Indonesia bisa masuk ke utara Gaza dan bisa bekerja di Rumah Sakit Indonesia," ujar Ketua Presidium MER-C dokter Sarbini Abdul Murad.
"Begitu lama yang mereka lakukan dalam proses perjalanan karena harus lewat checkpoint, harus mendapatkan lampu hijau dari Israel," tambahnya.
Iklan
Perjalanan panjang dan berat
Salah satu relawan MER-C Reza Aldilla melaporkan, selama perjalanan, tim itu melewati jalan yang sudah rusak dan gedung-gedung yang hancur.
”Tim MER-C beberapa kali berhenti untuk pemeriksaan di check point. Kemudian juga sempat berhenti di Rumah Sakit Shifa selama dua jam, untuk menunggu pemberitahuan bahwa tim mereka aman melanjutkan perjalanan," paparnya.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Tiba di Gaza Utara, ketujuh relawan MER-C yang terdiri dari empat dokter spesialis, satu liaison officer, satu relawan nonmedis dan satu relawan lokal langsung berkoordinasi dengan Direktur RS Indonesia, dr. Marwan Al-Sultan.
Selama di Gaza Utara, mereka menginap di RS Indonesia, mengingat Wisma dr. Joserizal, tempat yang seharusnya disediakan untuk menginap masih dalam kondisi rusak.
Langsung bertugas ketika tiba, tim MER-C yang dipimpin oleh dr. Dany K. Ramdhan, SpBS menceritakan kondisi RS tersebut: ”Rumah Sakit Indonesia di Gaza tetap beroperasi, bahkan tetap berjalan meski listrik mati saat mengoperasi pasien. Selain itu, karena daya listrik naik turun, peralatan medis di sana cepat rusak," ujarnya.
Eskalasi Kekerasan Israel-Palestina Korbankan Rakyat di Kedua Pihak
Aksi kekerasan terus memuncak antara Israel dan kelompok Hamas. Kehancuran melanda Jalur Gaza, roket menghantam Tel Aviv. Korban terbanyak adalah warga sipil, di kedua belah pihak.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
Gaza hadapi horor
Asap membumbung dan api membakar perumahan di Khan Yunis di Jalur Gaza yang jadi target serangan Israel Rabu (12/5). Aksi kekerasan dan saling serang kembali memuncak sejak beberapa hari terakhir.
Foto: Youssef Massoud/AFP/Getty Images
Warga mengungsi dalam kepanikan
Warga dievakuasi dari gedung di Jalur Gaza yang jadi target serangan Israel. Sedikitnya 56 warga Palestina di Jalur Gaza tewas akibat serangan Israel. Roket yang ditembakkan militan dari Jalur Gaza menewaskan 6 orang di Israel.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
Kehancuran di Gaza City
Israel menurut pernyatan sendiri menyebutkan, miiternya menyerang secara terarah bangunan di Gaza City yang dijadikan kantor kelompok militan atau dihuni pimpinannya.
Foto: Suhaib Salem/REUTERS
Roket di langit Tel Aviv
Kelompok militan Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza menembakkan sejumlah roket ke Tel Aviv. Sistem pertahanan rudal Israel melindungi kota dan menghancurkan sebagian besar proyektil di udara atau mengalihkan jalurnya, untuk meminimalkan kerusakan.
Foto: AnAs Baba/AFP/Getty Images
Berlindung dengan cemas
Tapi sistem pertahanan udara "Iron Dome" tidak mempu melindungi 100%. Jika sirene mengaung, itu tanda bagi warga Israel untuk secepatnya mengamankan diri di "shelter perlindungan", tidak peduli apakah itu tengah malam atau dinihari.
Foto: Gideon Marcowicz/AFP/Getty Images
Bahaya tetap mengancam
Juga jika roket bisa dihancurkan atau dihalau, runtuhan puing bangunan tetap berbahaya. Seperti sebuah rumah di Yehud dekat bandara Ben Gurion yang hancur dihantam roket. Militer Israel melaporkan, sejak Senin (10/5) sedikitnya 1.000 roket ditembakkan dari Jalur Gaza ke wilayah Israel.
Foto: Gil Cohen-Magen/AFP/Getty Images
Cari perlindungan
Jika saat alarm berbunyi, warga tidak sempat mencari bunker perlindungan, mereka berusaha melindungi diri sebaik mungkin. Seperti warga di kota Ashkelon sekitar 10 km di utaraperbatasan ke Jalur Gaza ini.
Foto: Jack Guez/AFP/Getty Images
Batu dilawan gas air mata
Dalam beberapa hari terakhir, aksi bentrokan berat antara demonstran Palestina melawan militer Israel terjadi di berbagai kota. Di Hebron, kota di tepi barat Yordan yang diduduki Israel, demonstran melemparkan batu yang dibalas tembakan gas air mata oleh tentara Israel.
Foto: Hazem Bader/AFP/Getty Images
Ambil posisi dan bidik
Aparat keamanan Israel menembakkan gas air mata, peluru karet dan granat kejut untuk membubarkan demonstran. Pemicu demonstrasi warga Palestina antara lain ancaman pengusiran paksa di kawasan timur Yerusalem. Aksi ini akhirnya bermuara pada konflik terbuka.
Foto: Hazem Bader/AFP/Getty Images
Sampai kapan konflik berlangsung?
Saat ini tidak terlihat ada pertanda deeskalasi kekerasan. Warga Palestina di Gaza City ini mencari perindungan di halaman kantor perwakilan PBB, karena ketakutan akan jadi sasaran serangan Israel berikutnya.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Tim MER-C langsung bertugas
Tim yang baru tiba itu langsung membantu tenaga medis lokal menangani korban luka-luka, karena ketika baru saja tiba, kembali terjadi serangan. "Ada penyerangan di Jabaliya, ada beberapa korban, satu syahid," papar liaison officer Tim Emergency Medical Team (EMT) MER-C, Marissa Noriti.
Tim akan bertugas selama kurang lebih satu bulan di RS Indonesia untuk membantu pelayanan medis bagi para pasien, serta evaluasi lanjutan kondisi RS Indonesia. Sementara tiga relawan MER-C lainnya masih bertugas di Gaza bagian Tengah.
Sementara itu, MER-C sendiri sudah mengirimkan lima tim EMT bertahap dan rotasi ke Jalur Gaza, dengan total relawan sebanyak 34 orang.
Tim MER-C sampai saat ini menjadi satu-satunya tim dari Indonesia yang masuk dan bertugas di dalam Gaza, memberikan pelayanan medis di sejumlah rumah sakit dan klinik yang masih berfungsi sesuai dengan arahan Kementerian Kesehatan Palestina dan Badan Kesehatan Dunia (WHO). (ap/as)