1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Timur Tengah; Kongres Partai Demokrat AS; Darfur

28 Juli 2004
Yassir Arafat dan Ahmed Qorei
Yassir Arafat dan Ahmed QoreiFoto: AP

Perdana Menteri Palestina Ahmed Qorei, telah menarik permohonan pengunduran dirinya dan tetap akan menjadi perdana menteri. Diduga salah satu faktor yang mengubah sikap Qorei adalah janji Arafat untuk memperjelas pembagian kekuasaan dan otoritas di dalam pemerintahannya.

Harian Swiss Basler Zeitung menganggap penyelesaian krisis di Ramallah sebagai penyelesaian semu. Komentar harian ini:

Lambat atau cepat krisis kepemimpinan Palestina akan timbul kembali. Pihak-pihak yang dikucilkan dari kekuasaan akan semakin frustrasi, anarkhi di Jalur Gaza semakin meluas. Selama Arafat masih memegang kendali, tidak akan ada perbaikan yang permanen. Salah satu jalan keluar dari krisis adalah pemilihan yang bebas di mana warga Palestina dapat memilih sendiri para pemimpin politiknya bagi suatu pemerintahan yang demokratis dan legitim. Namun, tidak saja Arafat menentangnya. Juga pihak-pihak yang menuntut reformasi demokratis dari Palestina sebagai pra-syarat bagi perundingan perdamaian, yakni negara pendudukan Israel dan AS juga tidak membicarakan lagi soal pemilihan bebas.

Harian Jerman Kieler Nachrichten dengan kritis mengamati keadaan di Timur Tengah.

Yassir Arafat tentu punya maksud mengapa ia ingin mempertahankan Ahmed Qorei sebagai perdana menteri. Hampir dua minggu lamanya presiden Palestina membujuk perdana menterinya, sampai akhirnya ia menarik kembali pengunduran dirinya. Qorei merasa berterima kasih kepada Arafat karena ia tidak menerima pengunduran dirinya. Penyangkalan diri seperti itu bahkan juga di dalam politik jarang dijumpai. Bagi Arafat itu baik. Sebab seorang perdana menteri yang lemah merupakan jaminan bagi kelangsungan kepemimpinannya. Janji-jani yang diberikan Arafat di parlemen samar-samar. Dan seperti telah sering terjadi , janji-janji itu hanya janji di mulut belaka.

Di Boston sedang berlangsung kongres Partai Demokrat AS , di mana John Kerry secara resmi akan dinominasikan sebagai kandidat presiden Partai Demokrat. Harian Inggris The Independent mengomentari penampilan mantan presiden Bill Clinton pada kongres partai di Boston:

Ketika Clinton menuju ke mimbar, bahkan sebelum ia mengucapkan sepatah kata pun, mantan presiden itu berhasil menggugah semangat para hadirin. Clinton dengan gayanya yang memukau lagi-lagi membuktikan kepiawaiannya sebagai seorang komunikator yang hebat. Clinton telah berbuat segalanya untuk tidak menunjukkan keunggulannya. Kemampuan berpidato Kerry memang tidak buruk, namun tidak dapat menandingi Clinton. Mungkin Kerry menyadari, dalam pemilihan yang sangat ketat ini, ia membutuhkan setiap tetes dari karisma dan energi Clinton.

Juga surat kabar The Guardian mengemukakan Kerry dapat diungguli oleh Clinton:

Bill Clinton mengingatkan kepada kaum demokrat yang mengaguminya, bagaimana ia di waktu lampau memenangkan pemilihan presiden. Clinton sepenuhnya mendukung Kerry, sekaligus menuntut kemampuan tinggi dari Kerry. Justru dukungan Clinton ini dapat merupakan pisau bermata dua bagi Kerry, karena orang akan membandingkannya dengan Clinton.

AS mempertajam konsep resolusi PBB terhadap Sudan, di mana negara itu diancam dengan sanksi.

Harian Belanda Trouw mengomentari reaksi dunia internasional terhadap konflik di Sudan:

Reaksi AS dapat disebut hambar. Eropa kurang berminat untuk menyebutnya memalukan. Sekjen PBB Kofi Annan awal Juli memberi waktu tiga bulan kepada pemerintah di Khartum untuk mengakhiri pelanggaran HAM. Pemerintah harus melucuti senjata kaum milisi yang sebelumnya dipersenjatai,agar mereka dapat melakukan pembunuhan etnis dan pengusiran. Karena aksi kekejaman terus berlanjut, dunia internasional menginginkan resolusi dari Dewan Keamanan PBB yang mengancam Sudan dengan sanksi, apa bila situasi tidak membaik. Namun dalam bentuk apa sanksi itu, tidak jelas. Yang jelas, pemerintah di Khartum mendapat waktu dua bulan lagi untuk melanjutkan aksi pembunuhan .

Harian Belgia De Morgen menuntut bantuan segera untuk Darfur:

Inggris dan Australia menyatakan bersedia mengirim pasukan ke Sudan. Berlatar perang di Irak, niat itu ditanggapi dengan penuh kecurigaan. Namun kedua negara tidak jelas menyebut bagaimana dan kapan melaksanakan niatnya. Darfur membutuhkan bantuan sekarang dan segera.