Pernahkan anda bersin dan bertanya-tanya apakah anda sedang terinfeksi virus? Kini ada sebuah tisu cerdas yang bisa mengungkap penyakit yang sedang mengintai di dalam tubuh.
Iklan
Tisu Cerdas Bisa Ungkap Penyakit
03:58
Tes Laboratorium memberi kepastian, apakah pasien terinfeksi bakteri multiresisten, salmonela, batuk rejan atau kolera. Sebuah tes perlu waktu beberapa hari. Waktu yang berharga terbuang, yang sebetulnya bisa digunakan secepatnya mengobati pasien.
Para ilmuwan dari Institut Fraunhofer untuk Terapi Sel dan Imunologi hendak mengubah situasinya. Mereka sedang mengembangkan ters cepat dalam beberapa menit, untuk mengenali bibit penyakit berbahaya. Tanpa laboratorium atau peralatan teknis.
Prof. Frank Bier, Fraunhofer-Institut: "Basis pemikiran laboratorium kertas tisu adalah meniru alam. Yakni reaksi tubuh jika diserang musuh, akan membentuk antibody dan memicu reaksi berantai untuk membangunkan mekanisme pertahanan tubuh. Ini yang ingin kami tiru."
Mula-mula para ilmuwan meneliti permukaan bibit penyakit. Pasalnya, setiap bibit penyakit punya permukaan khas. Semacam sidik jari yang dapat dikenali. Dalam tubuh manusia, bibit penyakit dikenali lewat molekul yang menangkapnya atau antibody.
"Kita lihat, ikatan virus pada molekul penangkap. Antibody ini yang ingin kami buat tiruannya. Kami memerlukan lokasi ikatan yang spesifik, ibarat lubang dan anak kuncinya yang sesuai", jelas Bier.
Para peneliti di Potsdam meneliti molekul pengikat ini atau merekayasanya. Mereka berorientasi pada permukaan bibit penyakit dan lokasi ikatan yang khas.
Dalam tes berikutnya, akan terlihat apakah molekul pengikat ini cukup kuat menangkap kuman dan berfungsi sebagai sensor biologis untuk bibit penyakit. Untuk menemukan kombinasi bibit penyakit dan sensor biologis yang tepat, dilakukan tes ribuan molekul di laboratorium. Ikatan akan terlihat lewat indikator pewarna.
Selanjutnya molekul sensor biologis tinggal dibubuhkan pada jaringan kertas tisu. Sekitar 500 tetesan mikro diijeksikan ke serat kertas tisu per detiknya agar berfungsi jadi laboratorium tisu.
Reaksi kertas tisu mengenali bibit penyakit dalam praktek sesungguhnya, diujicoba lagi oleh para pakar mikrobiologi. Bakteri dibubuhkan pada permukaan tes, lalu diusap dengan tisu laboratorioum. Sensor biologis terbuki mengenali kuman, dan warna tisu segera berubah.
Bakteri, Virus, Jamur: Berbahaya Sekaligus Berguna
Jamur, Bakteri dan Virus kita kenal sebagai pemicu penyakit dan penyebab busuknya bahan makanan. Tapi mikro organisme itu juga ada yang berguna bagi manusia. Kenali bahaya maupun kegunaannya.
Foto: imago/Gerhard Leber
Makanan Bulukan
Jamur buluk seperti pada roti ini kebanyakan berbahaya bagi kesehatan karena memproduksi racun dan spora yang bisa memicu alergi. Dalam kasus terburuk konsentrasi tinggi beban cemaran spora jamur buluk bisa memicu kematian pada orang yang daya tahan tubuhnya rendah.
Foto: imago/imagebroker
Berguna Sebagai Biokatalisator
Tapi jamur buluk juga punya kegunaan dalam industri makanan, karena mampu menguraikan karbohidrat, lemak dan protein lebih efektif. Jamur buluk Aspergillus niger yang direkaya secara genetika ini memproduksi Enzym yang bisa digunakan industri bahan makanan maupun industri sabun cuci. Jamur buluk ini dijuluki pabrik hidup.
Foto: BASF
Keracunan Sosis
Botulus adalah nama latin untuk sosis. Jika saat pengolahan daging sosis kebersihan kurang diperhatikan, bahan makanan ini bisa tercemar bakteri "Clostridium botulinum". Orang yang mengkonsumsi sosisnya akan mengalami keracunan bahan pangan yang disebut Botulismus yang dapat merenggut nyawa.
Foto: picture-alliance/dpa
Bahan Kosmetika
Clostridium botulinum dalam kondisi anareob memproduksi racun yang mempengaruhi saraf "Botox". JIka orang keracunan Botox dari bahan makanan, gejalanya adalah kelumpuhan sistem saraf dan jika menyerang otot jantung atau pernafasan bisa memicu kematian. Kini racun Botox digunakan dalam praktik ahli bedah kosmetik untuk melicinkan kembali kulit yang berkeriput.
Foto: picture alliance/OKAPIA
Bakteri EHEC yang Mematikan
Jerman diguncang infeksi bakteri Entero Haeomoragic Escherichia Coli EHEC pada 2011 yang menewaskan 53 orang. Bakteri ini memproduksi racun yang merusak sel pada dinding usus yang memicu diare berat dan akhirnya merusak ginjal serta sel otak. EHEC ditularkan lewat makanan mentah. Untuk mencegah penularan EHEC, makanan disarankan dimasak.
Foto: picture-alliance/dpa
Keluarga Bermanfaat
Tidak semua jenis bakteri Escherichia coli berbahaya. Dalam usus besar manusia bakteri E.coli berfungsi mendukung pertumbuhan tulang dan sel serta memproduksi Vitamin K yang diperlukan dalam pembekuan darah. Dalam bioteknologi bakteri E. coli dimanfaatkan untuk memproduksi Insulin dan hormon pertumbuhan. Bakteri ini juga dapat dimanfaatkan untuk memproduksi alkohol dari ganggang mikro
Foto: Harvard’s Wyss Institute
Penyebab Thypus
Bakteri Salmonella menyebabkan penyakit Typhus yang menyebar luas di kawasan tropis. Gejala penyakit itu adalah demam tinggi, detak jantung lemah dan konstipasi. Sekitar 32 juta orang terifeksi penyakit ini setiap tahunnya. Jika tidak diobati Thypus bisa menyebabkan kematian. Penyebab utama di negara berkembang adalah konsumsi air yang tercemar, dan di negara maju akibat konsumsi telur mentah.
Foto: picture-alliance/dpa
Virus Pemicu Diare
Norovirus juga memicu diare dan ditularkan lewat kontak langsung dengan cairan tubuh dari orang yang terinfeksi. 100 Partikel Norovirus mencukupi untuk memicu infeksinya. Di negara berkembang virus pemicu diare ini amat mudah ditularkan lewat sanitasi buruk, air minum yang terkontaminasi serta bahan makanan yang tidak bersih.
Foto: Foto: Gudrun Holland/Robert-Koch-Institut
8 foto1 | 8
"Keunggulan tes: cepat, tak perlu instrumen dan gampang digunakan. Tak perlu ahli dan laboratorium. Sering amat penting tahu infeksi apa yang menyerang. Dengan itu rumah sakit atau dokter praktek saat membuat resep antibiotika dapat cepat menemukan obat yang tepat", jelas Bier.
Mekanismenya persis seperti yang terjadi dalam tubuh manusia. Bibit penyakit yang diusap tisu, akan menempel pada sensor biologis dan memicu reaksi berantai yang mengubah warna tisu.
Prof. Frank Bier: "Kita bisa memperluas tes untuk keperluan lainnya. Misalnya deteksi narkoba atau kebersihan dalam produksi makanan. Dibersihkan tidak berarti bebas kuman. Kini tinggal usap dengan tisu, dan kita tahu itu bersih."
Tisu laboratorium kini masih dalam tahapan ujicoba, dan perlu beberapa tahun hingga bisa dilempar ke pasar bagi semua orang.
Perang Melawan Virus Mematikan
Pakaian pelindung dan pengawasan ketat di bandar udara adalah jurus yang dirapal oleh hampir semua negara buat mencegah wabah Ebola. Namun kendati begitu kasus Ebola tetap bermunculan di Eropa dan Amerika Serikat
Foto: picture-alliance/dpa/J. Woitas
Pakaian Pelindung
Pakaian ini diwajibkan buat semua petugas medis yang berurusan dengan pasien Ebola. Dimulai dengan sepatu dan sarung tangan karet, petugas juga menggunakan masker dan kacamata pelindung, serta pakaian overall yang menutupi setiap jengkal tubuh. Untuk menghindari penularan, setiap pakaian pelindung yang sudah digunakan wajib dimusnahkan.
Foto: picture-alliance/dpa/Federico Gambarini
Isolasi Maksimal
Kamar pasien di stasiun isolasi darurat terpisah dari dunia luar. Udara dari dalam ruang difilter sebelum dibuang, air kotor pun harus melalui proses pemurnian terlebih dulu. Sementara tekanan di dalam pakaian pelindung meminimalisir potensi penularan.
Setelah berurusan dengan pasien, petugas medis harus melalui ruang desinfeksi dan sterilisasi. Di dalam ruangan tersebut petugas mendapat semprotan cairan desinfektan buat membunuh sisa virus yang menempel pada pakaian. Baru setelah itu petugas bisa melepaskan pakaian pelindungnya.
Foto: picture-alliance/dpa/Sebastian Kahnert
Bantuan Tambahan
Kewaspadaan tinggi dituntut ketika melepaskan baju pelindung. Sebab itu pula petugas tambahan disiapkan buat membantu petugas medis. Setelah selesai digunakan, pakaian pelindung langsung dibuang dan dibakar.
Foto: picture-alliance/dpa/Federico Gambarini
Perawat Menjadi Korban
Kendati menerapkan standar keamanan tinggi, tiga perawat di Amerika Serikat dan Spanyol masih tertular virus Ebola lewat pasien. Sejauh ini tidak jelas bagaimana virus bisa menyentuh bagian tubuh ketiga perawat tersebut. Pemerintah AS terpaksa mengkarantina kediaman perawat di Texas.
Foto: Reuters/City of Dallas
Pakaian Pelindung di Afrika
Pakaian pelindung juga dikenakan oleh dokter dan perawat di Afrika Barat. Namun begitu, pakaian tersebut sering tidak memenuhi standar keamanan yang diperlukan. Beberapa melaporkan, pakaian pelindung memiliki celah atau dibuat dari bahan yang mudah bocor.
Foto: picture alliance/AP Photo
Jenazah Tak Tersentuh
Pemakaman korban tewas akibat Ebola dilangsungkan dengan kewaspadaan tinggi. Negara-negara di Afrika Barat misalnya melarang upacara pemandian korban. Larangan yang diperlukan untuk mencegah infeksi baru itu acap mendapat protes keras dari anggota keluarga.
Foto: Reuters/James Giahyue
Isolasi di Dalam Tenda
Di wilayah yang tertinggal dalam hal layanan kesehatan, membangun infrastruktur darurat untuk mencegah penyebaran wabah penyakit adalah tugas berat. Di Liberia petugas mengandalkan tenda untuk merawat pasien Ebola. Namun menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), negara maju seperti Jerman pun akan kewalahan menghadapi wabah seperti yang mengamuk di Afrika Barat ini.
Foto: Zoom Dosso/AFP/Getty Images
Dibakar, bukan Dijemur
Di Afrika Barat, pakaian pelindung yang sudah terkontaminasi sering cuma dicuci dan dikeringkan. Namun beberapa negara seperti Guinea sudah menerapkan standar tinggi dengan membakar pakaian tersebut. Kendati begitu, kelangkaan pakaian pelindung akibat harga yang tinggi dan macetnya pasokan dari Eropa mempersulit upaya pencegahan wabah Ebola.
Foto: Cellou Binania/AFP/Getty Images
Pengawasan di Bandara
Penumpang pesawat dinilai berpotensi membawa virus ke wilayah lain. Sebab itu sejumlah bandar udara memberlakukan pengawasan ketat. Petugas medis diturunkan buat mengukur suhu tubuh penumpang. Masalah terbesar adalah masa inkubasi Ebola yang berlangsung hingga 21 hari.
Foto: Pius Utomi Ekpei/AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Risiko Bersalaman
Bersalaman sebenarnya adalah hal biasa yang sudah sejak lama dilakukan. Namun, berjabat tangan kini diyakini sebagai salah satu jalan penyebaran penyakit.
Foto: picture-alliance/blickwinkel/McPHOTO/ADR
Kebiasaan Lama
Berjabat tangan atau bersalaman adalah kebiasaan yang sudah dilakukan lebih dari 2000 tahun silam. Seperti yang terlihat dalam foto-foto antik jaman dulu, masyarakat Yunani kuno juga melakukannya. Tetapi, mereka tidak pernah mengaitkan antara berjabat tangan dengan penyebaran penyakit. Mereka sangat yakin, penyakit itu disebabkan adanya ketidakseimbangan dalam tubuh dan hukuman dari Tuhan.
Foto: picture alliance/Prisma Archiv
Gerakan Perdamaian
Bersalaman dipercaya sebagai sebuah tindakan untuk menunjukkan bagaimana dua orang yang tidak saling kenal berjumpa untuk pertama kalinya dan saling mengakrabkan diri dengan membuka kedua tangan, tanpa senjata. Sedangkan secara neurokimia, berjabat tangan ternyata bisa melepaskan unsur-unsur kimia dalam otak, termasuk diantaranya hormon oksitosin, yang bisa menciptakan keakraban dan keharmonisan.
Foto: Fotolia/Sergiy Serdyuk
Beragam Makna
Bukan hanya sekadar transfer kuman, berjabat tangan itu memiliki beragam makna. Masyarakat barat, umumnya lebih suka berjabat tangan dengan erat, yang secara positif mengartikan ketegasan. Sebaliknya, di budaya timur, cara bersalaman tidak terlalu erat untuk menghindari kesan mendominasi. Namun apapun maknanya, ketika bersalaman sebetulnya Anda telah meninggalkan lebih dari sekadar kesan pribadi.
Foto: imago/imagebroker
Kebiasaan Buruk
Ada sejumlah virus yang bisa ditularkan lewat berjabat tangan. Diantaranya virus influenza, parasit seperti kudis dan bakteri seperti staphylococcus (lihat gambar). Orang yang flu dan berulang-kali mengelap ingus, biasanya akan meninggalkan banyak lendir yang mengandung rhinovirus di tangan mereka. Walhasil, saat berjabat tangan dengan mereka, Anda bisa langsung terinfeksi.
Foto: picture alliance/dpa/Centers for Disease Control and Prevention/MCT /Landov
Jaga Kebersihan
Salah satu cara untuk menangkal penyebaran penyakit, termasuk melalui berjabat tangan adalah dengan mencuci tangan. Cucilah tangan dengan air hangat dan sabun secara teratur. Sebagian orang rupanya tidak keberatan untuk rajin mencuci tangan. Dalam sebuah penelitian, sebanyak dua per tiga responden mengaku mencuci tangan mereka setelah menggunakan toilet umum.
Foto: BilderBox
Fobia Berjabat Tangan
Segelintir sosok terkenal, termasuk Bill Gates dan Donald Trump, dikabarkan enggan berjabat tangan karena takut tertular kuman penyakit lewat salaman. Orang yang fobia berjabat tangan, biasanya akan membawa cairan anti-kuman (hand sanitizer) kemana-mana dan menggunakannya secara sering. Akan tetapi, orang seperti itu berisiko dipandang aneh dan dianggap terlalu obsesif.
Foto: Fotolia/koszivu
'Jangan Tersinggung'
Hasil penelitian baru merekomendasikan untuk tidak bersalaman sama sekali demi kesehatan. Rumah sakit misalnya bisa dijadikan zona bebas salaman. Rekomendasi ini diperkuat dengan semakin banyaknya orang yang paham akan kaitan antara salaman dengan penyebaran penyakit. Gerakan anti salaman mungkin bakal segera menemukan momentum. Tapi, apa ya kira-kira gerak tubuh yang bisa menggantikan salaman?
Foto: Fotolia/Andres Rodriguez
Fist Bump
Sebuah penelitian menunjukkan, bersalaman dengan kepalan tangan atau fist bump diyakini memiliki risiko penularan kuman penyakit lebih rendah hingga 90 persen ketimbang berjabat tangan. Foto: mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama menyambut aktivis lingkungan Greta Thunberg dengan fist bump.