Fregat TNI AL Oswald Siahaaan sempat melepaskan tembakan peringatan untuk menghentikan kapal Cina yang melakukan penangkapan ikan ilegal dekat Kepulauan Natuna. Sekarang kapal beserta delapan awaknya masih diperiksa.
Iklan
Angkatan Laut Indonesia menangkap kapal asal Cina dengan delapan awaknya di perairan Natuna hari Jumat lalu (27/05), demikian keterangan Jurubicara TNI AL Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) Mayor Budi Amin.
Fregat KRI Oswald Siahaan mencegat kapal berbendaera Cina Gui Bei Yu dan memintanya berhenti. Namun kapal itu berusaha melarikan diri. KRI Oswald Siahaan sempat mengeluarkan beberapa tembakan peringatan, sebelum kapal Cina itu akhirnya ditangkap.
Tidak ada yang luka-luka dalam insiden tersebut. "Penangkapan ini untuk menunjukkan kepada dunia, bahwa Indonesia akan mengambil tindakan tegas terhadap kapal-kapal yang melanggar wilayah kami," kata Budi Amin.
Dia menambahkan, Indonesia sudah mengikuti prosedur standar internasional dalam menangani kapal asing memasuki wilayahnya secara ilegal, termasuk memberikan peringatan dengan bendera, suara dan tembakan peringatan.
Cina Protes Penangkapan Kapal Nelayannya di Natuna
00:22
Pihak China menyatakan bahwa kapal itu beroperasi dan menangkap ikan secara legal dan memrotes penahanan itu.
“Nelayan China melakukan operasi penangkapan ikan secara normal di perairan yang relevan,” kata Jurubicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, hari Senin (31/05).
"China dan Indonesia memiliki sudut pandang yang berbeda tentang perairan di mana peristiwa itu terjadi," kata Hua Chunying.
Inilah untuk kedua kalinya suasana diplomasi Indonesia-Cina mengalami ketegangan, setelah TNI AL Maret lalu juga menahan kapal pukat Cina karena melakukan penangkapan ilegal di wilayah Indonesia. Ketika itu, kapal penjaga pantai Cina yang mengiringi sengaja menabrak kapal pukat itu, agar tidak bisa ditarik ke pantai.
Cina sempat menyebut daerah perairan di kepulauan Natuna sebagai "daerah penangkapan ikan tradisional" para nelayan Cina. Namun Cina kemudian menyatakan emngakui kedaulatan Indonesia di wilayah itu.
Cina mengklaim sebagian besar wilayah Laut Cina Selatan dan terlibat sengketa diplomasi dengan beberapa negara Asia Tenggara. Namun Indonesia tidak terlibat dalam sengketa wilayah itu.
Sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo tahun 2014, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia mengambil sikap tegas menghadapi maraknya aksi penangkapan ikan ilegal di perairannya. (Foto Artikel: Serdadu Indonesia di KRI Barakuda 633 menjaga nelayan Vietnam yang tertangkap melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Natuna, Desember 2014)
Saling Tikam Berebut Laut Cina Selatan
Konflik Laut Cina Selatan menjadi ujian terbesar Cina buat menjadi negara adidaya. Meski bersifat regional, konflik itu mendunia dan mengundang campur tangan pemain besar, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Bersekutu dengan Rusia
Cina sendirian dalam konflik seputar Kepulauan Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan. Kecuali Rusia yang rutin menggelar latihan militer bersama (Gambar), negeri tirai bambu itu tidak banyak mendulang dukungan atas klaim teritorialnya. Terutama karena klaim Beijing bertentangan dengan hukum laut internasional.
Foto: picture-alliance/AP Images/Color China Photo/Z. Lei
David Versus Goliath
Secara umum Cina berhadapan dengan enam negara dalam konflik di Laut Cina Selatan, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunai dan Filipina yang didukung Amerika Serikat. Dengan lihai Beijing menjauhkan aktor besar lain dari konflik, semisal India atau Indonesia. Laut Cina Selatan tergolong strategis karena merupakan salah satu jalur dagang paling gemuk di dunia dan ditengarai kaya akan sumber daya alam.
Foto: DW
Diplomasi Beton
Ketika jalur diplomasi buntu, satu-satunya cara untuk mengokohkan klaim wilayah adalah dengan membangun sesuatu. Cara yang sama ditempuh Malaysia dalam konflik pulau Sipadan dan Ligitan dengan Indonesia. Berbeda dengan Malaysia, Cina lebih banyak memperkuat infrastruktur militer di pulau-pulau yang diklaimnya.
Foto: CSIS, IHS Jane's
Reaksi Filipina
Langkah serupa diterapkan Filipina. Negara kepulauan itu belakangan mulai rajin membangun di pulau-pulau yang diklaimnya, antara lain San Cay Reef (gambar). Beberapa pulau digunakan Manila untuk menempatkan kekuatan militer, kendati tidak semewah Cina yang sudah membangun bandar udara di kepulauan Spratly.
Foto: CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/DigitalGlobe
Di Bawah Naungan Paman Sam
Filipina boleh jadi adalah kekuatan militer terbesar selain Cina dalam konflik di perairan tersebut. Jika Beijing menggandeng Rusia, Filipina sejak dulu erat bertalian dengan Amerika Serikat. Secara rutin kedua negara menggelar latihan militer bersama. Terakhir kedua negara melakukan manuver terbesar dengan melibatkan lebih dari 1000 serdadu AS.
Foto: Reuters/E. De Castro
Indonesia Memantau
Indonesia pada dasarnya menolak klaim Cina, karena ikut melibas wilayah laut di sekitar kepulauan Natuna. Kendati tidak terlibat, TNI diperintahkan untuk sigap menghadapi konflik yang diyakini akan menjadi sumber malapetaka terbesar di Asia itu. Tahun lalu TNI mengerahkan semua kekuatan tempur milik Armada Barat untuk melakukan manuver perang di sekitar Natuna.
Foto: AFP/Getty Images/J. Kriswanto
Bersiap Menghadapi Perang
TNI juga membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan untuk menangkal ancaman dari utara. Komando tersebut melibatkan lusinan kapal perang, tank tempur amfibi dan pesawat tempur jenis Sukhoi.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Indonesia Tolak Klaim Cina
Cina berupaya menjauhkan Indonesia dari konflik dengan mengakui kedaulatan RI di kepualuan Natuna dan meminta kesediaan Jakarta sebagai mediator. Walaupun begitu kapal perang Cina berulangkali dideteksi memasuki wilayah perairan Natuna tanpa koordinasi. Secara umum sikap kedua negara saling diwarnai kecurigaan, terutama setelah Presiden Jokowi mengatakan klaim Cina tidak memiliki dasar hukum
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
AS Tidak Tinggal Diam
Pertengahan Mei 2015 Kementrian Pertahanan AS mengumumkan pihaknya tengah menguji opsi mengirimkan kapal perang ke Laut Cina Selatan. Beberapa pengamat meyakini, Washington akan menggeser kekuatan lautnya ke Armada ketujuh di Pasifik demi menangkal ancaman dari Cina.