Sepertiga warga dunia tidak memiliki akses ke toilet. Seorang peneliti asal Jerman mengembangkan sebuah toilet masa depan yang bahkan bisa turut menyelamatkan nyawa.
Iklan
Di berbagai belahan dunia, sungai adalah pusat aktivitas harian. Tapi air sungai kerap tercemar kuman penyakit. Setiap hari, sekitar 5.000 anak di seluruh dunia meninggal karena air yang tercemar tinja. Beberapa miliar orang di dunia menderita akibat air yang terkontaminasi.
“Kurangnya sistem toilet yang layak menyebabkan masalah besar dalam kesehatan. Itu penyebab diare, kolera. Jika anak-anak mengalami diare 20 atau 25 kali sehari, biasanya angka kematiannya tinggi. Itu mengerikan“, demikian Ralf Otterpohl peneliti limbah air dari Universitas Teknologi Hamburg.
Toilet Masa Depan
Otterpohl lalu mengembangkan toilet yang bisa menyelamatkan nyawa jutaan anak. “Toilet Masa Depan“ ini harganya tidak lebih dari satu setengah juta rupiah. Toilet ini mencegah air terkontaminasi kotoran.
“Gagasan toilet ini : volumenya cukup untuk keluarga selama seminggu penuh. Mencakup kotoran, air pembasuh, kertas toilet dan segala yang dibuang kedalamnya. Setelah seminggu, semua disedot tangki tinja. Dan sangat penting, membersihkan hanya dengan sedikit air. Toilet ini punya semprotan air", jelas Otterpohl.
Atasi Kemiskinan Lewat WC
Sepertiga warga dunia tidak punya akses ke toilet yang bersih dan aman. Padahal sarana sanitasi tidak hanya higienis, tapi juga membantu pendidikan dan pekerjaan. Ini berperan dalam pembangunan ekonomi.
Foto: Patrick Baumann
HAM dan Toilet
Di seluruh dunia, aktivis seperti di stasiun kereta Berlin ini menuntut sarana kebersihan yang lebih baik. Sekitar 30 persen penduduk di dunia tidak punya akses ke toilet yang lebih bersih dan aman. Sehingga lebih banyak manusia yang meninggal karena masalah kebersihan dibandingkan akibat malaria dan campak.
Foto: John Macdougall/AFP/Getty Images
Investasi bagi Kesehatan
Penyakit yang ditularkan lewat air, seperti typhus dan disentri, menyebar dengan cepat di daerah tanpa sarana sanitasi. Di Kibera salah satu wilayah termiskin di Afrika, ini bukan masalah baru. Warga buang air besar di kantong plastik dan membuangnya begitu saja. Kini didirikan toilet umum di daerah kumuh Nairobi tersebut. Jumlah warga yang jatuh sakit pun berkurang.
Foto: DW
Pekerjaan Kotor
Di beberapa wilayah India tanpa instalasi penyaringan air, masih ada pembersih kakus seperti perempuan asal Mudali ini. Sebenarnya sejak 20 tahun ada larangan untuk melakukan pekerjaan tersebut, karena dianggap sebagai pekerjaan budak. Tapi belum ada perusahaan yang dihukum karenanya. Di New Delhi, "manual scavenging" atau pembersihan kakus kering oleh manusia dilarang sejak awal tahun ini.
Foto: Lakshmi Narayan
Bertahan di Wilayah Krisis
Pada situasi krisis, sulit untuk memenuhi kebutuhan logistik bagi sarana sanitasi. Kadang harus mengantri berjam-jam hingga bisa buang air kecil. Pengungsi, seperti warga Somalia yang melarikan diri ke Tunisia, butuh sarana tambahan yang sayangnya tidak mampu disediakan infrastruktur setempat.
Foto: picture-alliance/dpa
Solusi Berkesinambungan
Di El Alto, dekat ibukota Bolivia La Paz, dikembangkan toilet yang mampu mengolah kotoran manusia menjadi pupuk. Para petani dari daerah sekitar memperoleh pupuk secara cuma-cuma dan rumput lapangan bola baru juga terawat karenanya.
Foto: Sustainable Sanitation/Andreas Kanzler
Bukan Tempat Ideal
20 juta warga Uni Eropa tidak punya akses ke instalasi sanitasi. Di wilayah pedesaan Eropa Timur, toilet dalam bentuk jamban atau kakus masih ditemukan dimana-mana. Akibatnya, air minum terkotori. Di daerah ini kurangnya kebersihan juga menghambat perkembangan ekonomi.
Foto: picture-alliance/CTK
Bantuan Terarah
Toilet sederhana adalah sarana termurah dalam upaya memerangi kemiskinan. Tirame Ayago, 55, (foto) kini memiliki kakus pribadi berkat bantuan Organisation Toilet Twinning. Dulu keluarganya sering sakit, kini ia bisa menabung uang yang biasanya dibutuhkan untuk pengobatan.
Foto: Richard Hanson
Tempat Sunyi dan Pemandangan Indah
Di tempat paling terisolasi di dunia, toilet harus berfungsi tanpa air, listrik atau instalasi penyaringan air. Toilet di Mount McKinley di Alaska menawarkan pemandangan spektakuler dari gunung tertinggi Amerika Utara. Tempat seperti itu memberi inspirasi penggemar toilet Luke Barclay untuk mengabadikannya dalam bukunya "A loo with a view" atau "Toilet dengan pemandangan".
Foto: Patrick Baumann
8 foto1 | 8
Uniknya, "Toilet ini dapat digunakan dengan dengan cara jongkok atau dengan cara duduk. Tergantung budayanya, pengguna dapat memilih cara yang sesuai dengan kebiasaannya.“
Agar toiletnya tidak bau sampai penyedotan berikutnya, dibubuhkan larutan bakteri asam laktat dan gula. Sehingga, "terjadi fermentasi asam laktat. Dengan itu kita dapat membunuh bibit penyakit sekaligus mencegah bau."
Campuran Arang dan Kayu
Para ilmuwan menggunakan tinja dari toilet stasiun kereta Hamburg, untuk menguji coba seberapa banyak gula dan bakteri asam laktat yang diperlukan agar hasilnya optimal. Tujuannya mengusahakan derajat keasaman serendah mungkin.
Kotoran dari toilet dialirkan ke sebuah instalasi pembuat kompos. Di sini, kotoran manusia dicampur dengan arang dan serpihan kayu, lalu dikeringkan. Setelah beberapa minggu, ini menjadi kompos Terra Preta, yang sangat kaya nutrisi.
Penambahan arang adalah hal istimewa untuk tanah hitam. Ini menjadi medium bagi nutrisi, dihuni mikroorganisme dan dapat menyimpan air dalam jumlah besar.
Merekayasa Tanah
Sumber arang di Asia dan Afrika, adalah tungku yang digunakan untuk memasak. Ini ideal sebagai pelengkap toilet kompos Ralf Otterpohl. Karena kompos dari toilet terutama dimanfaatkan untuk penghutanan kembali, maka iklim dunia juga akan mendapat manfaat dari proyek tersebut.
"Dengan Terra Preta kita bisa merekayasa tanah, agar kelembabannya dapat lebih terjaga. Kelembaban ini dilepaskan secara perlahan, dengan demikian menyeimbangkan iklim setempat. Jika proyek ini dilaksanakan dalam skala besar, itu dapat mempengaruhi positif perubahan iklim global.“
Toilet ini mencegah cemaran kuman ke dalam air, tanah bisa disuburkan dan kualitas iklim membaik.