Toleransi. Apa makna toleransi bagi Anda dan bagaimana pula penerapannya di lingkungan sekitar Anda? Simak ulasan Zaky Yamani.
Iklan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan sudah disahkan menjadi undang-undang. Banyak kalangan menyambut peraturan itu sebagai bentuk perlindungan negara terhadap toleransi di antara warga. Tetapi banyak pula yang khawatir undang-undang baru itu malah dijadikan alat untuk membungkam aspirasi warga.
Saya termasuk di kelompok yang kedua itu. Saya khawatir undang-undang baru itu digunakan pemerintah untuk menindak organisasi-organisasi yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, dan sebaliknya malah dijadikan alat oleh kelompok-kelompok intoleran untuk semakin menyerang kelompok-kelompok yang berbeda dengannya atas nama negara.
Alasan utama dari munculnya undang-undang itu, saya pikir, adalah maraknya aktivitas-aktivitas yang menyerang kerukunan hidup warga, terutama yang berkaitan dengan perbedaan dalam beragama. Bukan saja aksi menyerang agama yang berbeda, tapi juga aksi menyerang terhadap pemahaman yang berbeda di dalam agama yang sama.
Indonesia sudah sangat akrab, misalnya, dengan tuntutan atau bahkan persekusi terhadap aliran-aliran yang berbeda di dalam Islam, seperti Ahamdiyah dan Syiah. Indonesia juga akrab dengan aksi yang menyerang agama yang berbeda, misalnya penutupan gereja dan pemboikotan aktivitas keagamaan orang-orang yang berbeda agama, misalnya pelarangan kebaktian, atau bahkan pelarangan peringatan hari suci agama.
Temu Budaya "Begegnungsfest" Bonn 2017
Bonn yang telah menjelma jadi kota internesional gelar festival budaya "Begegnungsfest". Warga dengan beragam latar belakang budaya bersilaturahmi, membangun solidaritas dan toleransi.
Foto: DW/L. Yusuf
Indonesia yang jadi sorotan
Bukan sekedar jadi musik pembuka, grup musik Indonesia menjadi pengisi acara pertama usai pembukaan secara resmi festival budaya 'Begegnungsfest 2017" di kota Bonn, Jerman. Warga Bonn diajak bergoyang dengan irama Melayu dan lagu-lagu Indonesia. Festival budaya di Bonn digelar untuk mempersatukan keberagaman budaya di kota internasional ini.
Foto: DW/L. Yusuf
Promosi musik tradisional tanah air
Instrumen musik sasando, suling bambu, angklung dan ukulele dimainkan oleh para pegiat budaya Indonesia yang bermukim di kota Bonn. Mulai dari alunan Gundul-gundul pacul sampai Bengawan Solo, mengalir apik untuk pengunjung. Sebelum main musik, tak lupa mereka menyampaikan penjelasan mengenai jenis-jenis alat musik yang mereka bawa ke atas panggung ini.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Integrasi amat penting
Integrasi jadi tema sangat penting dalam acara budaya ini. Integrasi memang topik penting pula di Jerman, mengingat tingginya jumlah pengungsi yang masuk ke Jerman. Hingga kini penduduk Jerman masih bahu-membahu mengajar bahasa dan menampung anak-anak pengungsi tanpa orang tua, atau membantu mencari pekerjaan. Tanpa bantuan ribuan warga, arus pengungsi tidak akan terorganisir sebaik saat ini.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Saling menghargai perberbedaan
Perwakilan dari Bangladesh menyajikan musik dan tari-tarian. Kanselir Jerman Angela Merkel kerap mengingatkan, warga Jerman harus percaya diri dan merdeka, menghargai sesama dan kosmopolitan. Terkait integrasi, semua harus belajar dari kesalahan masa lalu. Di Begegnungsfest 2017, lewat budaya masyarakat bertukar pemahaman.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Ngobrol di tenda
Stand Mongolia ini cukup unik. Pengunjung bisa ikut masuk ke tenda dan mendapat informasi tentang kehidupan masyarakat Mongol. Perwakilan dari Kirgizstan juga membangun tenda serupa. Pengunjung bsia mengobrol di dalamnya, bertukar pikiran dan bersenda gurau.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Cari kerja?
Puluhan organisasi dari beragam latar belakang negara berpartisipasi dalam acara ini. Selain seni budaya, bagi mereka yang membutuhkan pekerjaan, juga bisa menerima layanan informasi di acara ini.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Pernak-pernik unik
Anting-anting khas Peru ini diimpor langsung dari negara asal an dijual di festival Begegnungsfest. Perhiasan etnik semacam ini bukan hanya dari negara-negara Amerika Latin, namun juga dari berbagai negara lainnya.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Made in Indonesia
Produk-produk dari pengrajin lokal di Indonesia juga dipamerkan dalam acara ini. Mulai dari baju, dompet, kipas dan lain-lain. Produk Indonesia yang kaya motif ini menarik perhatian pengunjung.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Cicipi yang mana?
Begitu beragam jenis masakan yang ditawarkan di acara ini. Mulai dari masakan Asia hingga Afrika. Sebagian keuntungan dari penjualan makanan disisihkan untuk mendukung kegiatan budaya dan pengembangan kreativitas berbagai kelompok masyarakat.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Makan gorengan, minum jamu
Kapan lagi jajan semacam ini di Kota Bonn? Saat Begegnungsfest, inilah saatnya warga Indonesia bisa jajan seperti di tanah airnya. Kalau tidak, ya harus masak sendiri di rumah. Ada pisang goreng, kue nagasari, agar-agar gula jawa, bakwan atau bala-bala dan lain sebagainya. Bahkan ada pula jamu kunyit asam.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Gadis Turki yang bisa kenal kata-kata Indonesia
Nihal, gadis Turki yang hobi latihan kebugaran ini mengaku sangat senang dengan kegiatan multikultur ini. Dia memaparkan: "Acaranya seru. Bisa lihat beragam kultur di sini. Bisa makan-makan. Beragam orang berhimpun. Main musik bersama. Saya suka acaranya." Nihal bisa berbicara bahasa Indonesia dalam kalimat-kalimat sederhana.
Yang dibutuhkan Indonesia untuk mengatasi hal tersebut sebenarnya adalah mengajarkan toleransi dan kemanusiaan melakui aktivitas pendidikan, apakah itu di rumah, di sekolah, atau di dalam aktivitas kemasyarakatan. Indonesia harus diingatkan kembali, bahwa berdirinya negara ini ditopang oleh perbedaan dan keragaman, bukan oleh satu ras atau agama tertentu saja. Semboyan negara, Bhineka Tunggal Ika, atau berbeda tetapi satu jua, adalah nilai dasar yang harus diterima semua warganya. Bahwa kita boleh berbeda demi satu tujuan yaitu terjaminnya nilai-nilai kemerdekaan dan kemanusiaan.
Saya beberapa kali diminta untuk mengajari para korban aksi intoleransi untuk menuliskan aspirasi mereka dan memahami perbedaan sebagai suatu yang pasti, tetapi perbedaan itu harus kita terima. Maksud dari kelas penulisan itu, agar peserta berani menuliskan aspirasi mereka, sekaligus juga menyebarkan ide tentang pentingnya menghargai perbedaan.
Memang awalnya peserta memiliki semangat untuk menampilkan keyakinan mereka sendiri, agar terbaca dan keyakinannya diterima oleh orang lain. Namun, keinginan untuk diterima itu seringkali diikuti dengan sikap ingin membalas dendam. Hal paling konkret adalah pendapat mereka tentang undang-undang baru tersebut.
Banyak di antara peserta kelas penulisan itu yang mendukung peraturan tersebut, karena menganggap negara kali ini berpihak pada minoritas. Tentu saja hal itu salah. Saya dan kawan-kawan saya selalu menegaskan, cita-cita kita untuk diterima sebagai minoritas, jangan sampai membuat kita menjadi kelompok intoleran baru. Menyetujui undang-undang baru itu adalah sikap intoleransi juga, karena menyetujui keinginan pemerintah untuk membubarkan organisasi atau kelompok yang berbeda dengan cita-cita pemerintah. Dan kenyataannya, besok atau lusa kita sendiri yang akan diliibas pemerintah, ketika kita dianggap tidak sesuai dengan pemikiran pemerintah.
Menakar Keislaman Aliran Alevi
Hingga kini penganut aliran Alevi masih berpolemik ihwal identitas keislaman mereka. Sebagian mengklaim Alevi sebagai bagian Islam, yang lain menolak keras. Inilah potret kepercayaan sub kultur yang sering ditindas itu
Foto: Imago/Zuma Press/xDavidxI.xGrossx
Kelahiran Turki, Berakar di Islam
Alevi adalah keyakinan berpengikut terbesar kedua di Turki. Sekitar 15-25% penduduk memeluk ajaran yang terbentuk pada abad ke-13 di dataran Anatolia ini. Alevi banyak mengadopsi ajaran Syiah yang diiringi dengan sentuhan sufisme. Meski Alevi berarti pengikut Imam Ali, keyakinan ini berbeda dengan Syiah Alawiyah yang berakar di Arab.
Foto: AP
Pengikut Ali Ibn Abi Thalib
Alevi terutama mengagungkan salah satu khalifah Islam, Ali ibn Abi Thalib. Menurut teologi Alevi, Ali merupakan salah satu wali Allah S.W.T. Aliran ini juga menghormati empat kitab suci agama samawi. Berbeda dengan Islam pada umumnya, Al-Quran buat kaum Alevi bukan sumber hukum dan cendrung menginterpretasikan ayat-ayat Al-Quran dari sudut pandang mistik
Foto: gemeinfrei
Islam Atau Bukan?
Termasuk ke dalam salah satu bentuk ibadah kaum Alevi adalah tarian berputar serupa Sufisme yang disebut Semah. Mereka tidak menjalankan rukun Islam dan Iman. Sebab itu pula banyak pengikut Alevi yang menanggap keyakinannya tidak bisa digolongkan Islam. Namun begitu pemimpin revolusi Iran, Ayatollah Khomeini, menetapkan pada dekade 1970an bahwa Alevi merupakan bagian dari Islam Syiah.
Foto: Imago/Zuma Press/xDavidxI.xGrossx
Kesempurnaan Absolut
Tujuan keimanan menurut Alevi adalah pencerahan dan kesempurnaan dalam konteks Al-Insan al-Kamil. Kesempurnaan itu bisa dicapai dengan cara menaklukkan hawa nafsu, rasa cinta terhadap sesama, kesabaran, kesederhanaan dan nilai-nilai kebajikan lain yang digunakan pada kehidupan sehari-hari.
Foto: Imago/Zuma Press
Semua dan Sama
Perempuan dalam tradisi Alevi memiliki posisi setara dengan laki-laki. Ajaran ini juga melarang poligami dan menganggap semua umat agama sebagai saudara seiman. Sebab itu pula kaum Alevi menilai semua agama berada di jalan yang benar menuju Tuhan.
Foto: Imago/Zuma Press
Puasa Muharram
Alevi juga mewajibkan umatnya berpuasa. Tapi berbeda dengan Islam, kaum Alevi berpuasa selama 12 hari di bulan Muharram. Setelah masa puasa tersebut mereka merayakan hari Asyura yang dalam tradisinya menyaratkan setiap orang memasak dan membagi-bagikan makanan pada teman, tetangga dan saudara.
Foto: Imago/Zuma Press/xDavidxI.xGrossx
Keyakinan 12 Imam
Ajaran Alevi tidak mengenal ritual Sholat dan tidak memiliki ketetapan waktu untuk melakukan ibadah. Kebanyakan ritual ibadah Alevi juga berbeda dengan Islam Sunni atau Syiah. Namun Alevi juga meyakini 12 Imam yang diagungkan Syiah Imamiyah. Mereka terutama mengikuti ajaran Imam ke-enam, Ja'far As-Shadiq yang juga menjadi guru bagi dua pendiri Mazdhab Sunni, yakni Abu Hanifah dan Malik bin Anas.
Foto: AP
Tragedi Madimak
Adalah pembantaian di hotel Madimak di kota Sivas pada 1993 yang mengubah wajah Alevi. Saat itu 37 pengikut Alevi yang sedang menghadiri festival dibakar hidup-hidup di dalam hotel oleh pengikut Sunni di Turki. Untuk menghindari tragedi serupa terulang, sejak itu kaum Alevi tidak lagi bersembunyi, melainkan mulai aktif di ranah publik. Meski begitu pengikut Alevi sering menjadi korban presekusi
Foto: ADEM ALTAN/AFP/Getty Images
8 foto1 | 8
Tidak bisa lewat ancaman
Sikap toleransi tidak bisa dibangun dengan ancaman pembubaran atau pemenjaraan. Sikap toleransi harus dibangun dengan pengertian dan pemahaman. Daripada membuat undang-undang baru, pemerintah seharusnya mau bersusah-payah mengenalkan kepada warganya tentang keyakinan-keyakinan atau ideologi-ideologi yang berbeda. Misalnya seperti yang dilakukan beberapa kelompok masyarakat, yang membuat semacam study tour ke rumah-rumah ibadah yang berbeda-beda, agar peserta study tour itu bisa memahami agama dan keyakinan orang lain. Begitu pula orang-orang yang dikunjungi, dapat menyadari bahwa masih banyak orang yang tak mengenal agama dan keyakinan mereka. Dengan demikian, diharapkan ada pertemuan dan perbincangan tentang perbedaan yang mengarah pada sikap saling memahami.
Pemerintah juga harus siap utuk memeriksa diri mereka sendiri, terutama menelisik pada praktik pendidikan di sekolah-sekolah. Bukan sekali-dua kali terjadi perundungan (bully) di antara anak-anak terhadap kawan-kawannya karena berbeda agama. Kejadian itu hanya bisa dikompori oleh dua hal: pendidikan di sekolah atau pendidikan di rumah. Jika dibiarkan, sikap itu akan semakin berkembang dan semakin merusak, terutama ketika anak-anak itu sudah dewasa.
Sudahkah pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya konkret untuk menghapus sikap intoleran yang bersumber dari pendidikan di sekolah dan di rumah? Saya yakin belum.
Penulis:
Zaky Yamani
Jurnalis dan novelis.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Parade Gay Pride di Berlin
Berlin dilihat sebagai salah satu ibukota yang paling toleran di dunia. Dengan Parade Gay Pride, kota Berlin ingin menunjukkan keterbukaan dan memberi ruang kepada komunitas LGBT unjuk diri.
Foto: picture alliance/Eventpress Stauffenberg
Parade melawan intoleransi
Awal Juni, parlemen Jerman melegalkan pernikahan sejenis. Tema ini jadi sorotan utama di Christopher Street Day (CSD), atau Gay Pride, Berlin. Ibukota Jerman ini ingin menekankan pentingnya toleransi dan inklusivitas. Parade diselenggarakan di dekat lokasi serangan pasar Natal yang mematikan di Lapangan Breitscheidplatz tahun lalu.
Foto: Reuters/F. Bensch
Warna-warni pelangi
Parade tahunan Berlin bselalu menarik perhatian orang dengan kostum berwarna-warni dari peserta yang datang dari dekat dan jauh. Orang menari di jalanan dan merayakan keragaman. Berlin suda menggelar Gay Pride sejak 1979 dan makin lama pesertanya makin banyak.
Foto: Reuters/F. Bensch
Pesta musim panas
Selain di kota Köln,CSD Berlin adalah salah satu acara Gay Pride terbesar dunia, dengan hampir satu juta pengunjung. Beberapa bagian kota, seperti Kreuzberg, menggelar parade versi mereka sendiri sebagai pesta musim panas.
Foto: Picture Alliance/dpa/R. Jensen
Politisi gay memimpin parade
Para politisi ghay juga merayakan parade di Berlin.Politisi Partai Hijau Volker Beck (kanan) dan pejabat urusan hukum Dirk Behrendt (kiri) memimpin parade di baris depan. Pesan mereka: komunitas LGBT adalah bagian dari masyarakat.
Foto: Picture Alliance/dpa/J. Carstensen
Dari berbagai penjuru
Di banyak bagian dunia, komunitas LGBT masih belum diterima sebagai bagian dari masyarakat. Mereka masih menghadapi diskriminasi bahkan penganiayaan. Di berlin, mereka bebas unjuk diri. Peserta parade dari Venezuela ikut berpawai dan memberi warna multikultural serta menegaskan sikap keterbukaan kota ini.
Foto: Picture Alliance/dpa/J. Carstensen
Tolak kekerasan
Meski semakin banyak orang yang merasa nyaman untuk menyatakan diri sebagai LGBT, di beberapa tempat di Jerman masih ada aksi kekerasan terhadap komunitas ini. Parade Gay Pride tahun ini juga menekankan penolakan terhadap aksi kekerasan, dengan slogan "Nein zur Hassgewalt" ("Tolak kebencian dan kekerasan").