1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Olahraga

Toni Kroos dan Marco Reus Penyelamat Jerman

24 Juni 2018

Jauh dari sempurna. Itu penilaian tepat bagi prestasi timnas Jerman dalam pertandingan lawan Swedia. Tapi akhirnya semangat untuk menang kembali menggebu. Toni Kroos dan Marco Reus tantang kritik terhadap tim.

WM Russland 2018 I Deutschland vs Schweden - Toni Kroos
Foto: picture-alliance/AP/Y. Pingan

Setelah kekalahan Jerman dalam laga lawan Meksiko hari Minggu pekan lalu, hampir tak ada langkah tim Jerman dalam pertandingan, yang tidak dipertanyakan dan dikritik dalam media Jerman. 

Sasaran kritik antara lain: taktik, kerap "menghilangnya" pemain gelandang tengah, kurang disiplin dan sebagainya. Ada juga kritik terhadap pelatih dan pemain. Pelatih Joachim Löw dituduh terlalu loyal pada pemain timnas yang menyokong Jerman menjadi pemenang Piala Dunia empat tahun lalu. Mesut Özil kerap jadi sasaran. Bahkan fans yang hadir di stadion ketika itu disebut "terlalu tenang".

Mentalitas pemain juga dikritik. Tepatnya generasi pemain yang sudah merasakan kemenangan di Rio de Janeiro empat tahun lalu, dan tidak haus sukses lagi.

Baca juga:

Tertinggal 1:0 di Babak Pertama, Jerman Berhasil Kalahkan Swedia 2:1

Sami Khedira Jawab Kritik Terhadap Dirinya dan Timnas Jerman

Perubahan besar

Kekalahan drastis perlu langkah drastis. Sehingga Joachim Löw bertindak tegas, yaitu mengadakan penggantian empat pemain. Jonas Hector, Antonio Rüdiger, Sebastian Rudy dan Marco Reus ikut bermain melawan Swedia.

Tetapi walaupun dalam 10 menit pertama Jerman berhasil menekan tim Swedia ke areal sekitar gawang, gol tidak terjadi, sementara keteledoran yang sudah terjadi sebelumnya kembali muncul. Langkah memalukan Jerome Boateng yang melakukan "foul" terhadap Marcus Berg di kotak penalti tidak berakibat apapun, karena asisten wasit memutuskan untuk tidak campur tangan. Tapi penjagaan tidak ada ketika Toni Kroos secara misterius melepas bola pada menit ke-32, dan Swedia berhasil mencetak gol.

Kejadian hampir sama juga dialami Perancis tahun 2002, Italia tahun 2010 dan Spanyol tahun 2014. Dan itu kini mengancam Jerman. Apakah para kritikus benar, bahwa keinginan menang tidak ada lagi? Mungkin para pemain merasa mereka sangat berkonsentrasi pada permainan. Tapi memotivasi tim yang sudah pernah memenangkan Piala Dunia untuk kembali berlaga, untuk memenangkan piala yang sudah pernah dimenangkan, sangat berat.

Baca juga:

Empat Masalah Besar Timnas Jerman di Piala Dunia 2018

Pelatih Timnas Jerman Joachim Löw Bertekad Pertahankan Gelar

Mentalitas yang perlu untuk menang

Tapi kembali lagi, itu bukan mentalitas yang sudah mendorong pemain seperti Kroos untuk menang tiga gelar Bundesliga, tiga Piala Jerman, sebuah gelar La Liga dan empat Piala Eropa.

Itu juga bukan sikap yang dimiliki Marco Reus yang berkali-kali mengalami cedera hingga akhirnya baru bisa ikut berlaga untuk pertama kali dalam Piala Dunia di usia 29 tahun. Tidak mengherankan jika ia berhasil mencetak gol yang menyamakan posisi Jerman dengan Swedia, segera setelah babak ke dua dimulai.

Baru setelah itulah Jerman mulai benar-benar "bermain".

Saat Kroos dan Reus berdiri berhadapan ketika Jerman mendapat tendangan bebas di sudut ruang penalti hanya semenit sebelum pertandingan berakhir, timnas Jerman sudah berkurang menjadi 10 orang. Boateng sebelumnya mendapat kartu merah. Piala Dunia hampir terampas dari tangan tim Jerman begitu dini.

Tetapi pemain seperti Kroos dan Reus sudah belajar banyak tentang hal yang disebut "nasib" dalam beberapa tahun terakhir. Setelah bola digulirkan ke arah Reus, Reus menempatkan kakinya untuk menghentikan bola, Kroos melepas tendangan handal yang memutar bola dan menempatkannya ke sudut atas gawang. Jerman menang 2:1 terhadap Swedia.

Orang harus punya nyali untuk bermain seperti itu setelah melakukan kesalahan besar. Demikian dikatakannya kepada media Jerman ARD.

"Pasti banyak orang yang senang jika kita tersisihkan dari turnamen," katanya. Hal serupa juga dikatakan Reus. "Tapi kami tidak akan membuatnya semudah itu bagi mereka."

Penulis: Matt Ford (ml/vlz)