1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

TPM Ajukan Uji Materi Tata Cara Hukuman Mati

Amrullah, Zaki6 Agustus 2008

Tim Pembela Muslim TPM kuasa hukum terpidana mati Amrozi Cs, mengajukan permohonan pengujian undang-undang tentang tata cara pelaksanaan pidana mati. Permohonan uji materi itu disampaikan ke Mahkamah Konstitusi Rabu ini

Keluarga salah satu korban bom Bali
Keluarga salah satu korban bom BaliFoto: AP

Uji materi atas Undang Undang yang mengatur tata cara hukuman mati ini, diajukan kuasa hukum ketiga terpidana mati bom Bali, setelah Mahkamah Agung untuk ketiga kalinya menolak Peninjaun Kembali yang mereka ajukan.

Amrozi, Imam Samudera dan Ali Ghufron dipastikan akan segara di eksekusi mati setelah mereka menolak menggunakan hak untuk meminta grasi. Namun Tim Pengacara Muslim, mempersoalkan metode tembak mati yang digunakan untuk mencabut nyawa ketiganya. Menurut juru bicara Tim Pengacara Muslim, Adnan Wirawan, uji materi ini diajukan karena undang-undang yang menjadi dasar metode tembak mati ini, memberi celah penyiksaan dan melanggar hak asasi manusia. Wirawan menyodorkan alternatif lain, seperti metode suntik mati maupun hukuman pancung.

“Pidana mati dengan cara ditembak mati tidak konstitusional, karena melanggar pasal 28 yang mengatakan, bahwa setiap warga negara termasuk terpidana mati, tetap mempunyai hak untuk tidak disiksa. Cara hukuman mati dengan ditembak mati adalah penyiksaan Pasal yang mengatakan bahwa ditembak ke arah jantung, kemudian kalau tidak mati ditembak di pelipisnya itu membuktikan bahwa pembuat undang undang telah memprediksi bahwa cara ditembak mati di jantungnya itu bisa tidak langsung mati. Oleh karena itu kita mohonkan agar diuji.”

Dalam berkas pengajuan uji materi itu, Tim Pengacara Muslim memang tidak mengajukan permohonan untuk menunda eksekusi mati kliennya, namun Adnan Wirawan berharap, kejaksaan menanggguhkan eksekusi mati ketiganya sampai ada putusan final dari Mahkamah Kosntitusi.

Juru Bicara Kejaksaan Agung Bonaventura Nainggolan menolak dalih itu.

“Sebelum ada putusan majelis Mahkamah Konstitusi berarti PNPS no 2 tahun 64 itu masih berlaku. Sampai sekarang dasarnya kejaksaan Memproses itu adalah PNPS tersebut yang mengatur tata cara pelaksanan pidana mati. Artinya kejaksaan akan jalan terus? Menggunakan undang-undang itu, ya benar proses ke arah itu jalan terus.”

Amrozi, Imam Samudera, dan Ali Ghufron dijatuhi hukuman mati setelah dinyatakan bersalah atas serangan bom Bali 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang. Pemerintah memastikan trio maut ini, akan dieksuksi di Cilacap, Jawa Tengah, tempat mereka ditahan. Kepolisan juga dilaporkan telah menyiapkan regu tembak untuk mengeksekusi ketiga terpidana.

Meski sejauh ini belum diketahui kapan eksekusi dilakukan namun Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata telah mengukuhkan rencana eksekusi ini. Ia juga menampik kemungkinan perubahan metode eksekusi mati itu seperti permintaan terpidana.

“Kalau hukuman sudah memperoleh status berkekuatan hukum tetap, eksekusi pasti akan dilaksanakan, bahwa sekarang belum, karena ada pertimbangan pertimbangan hukum yang mungkin dipunyai kejaksaan karena kejaksaan lah yang punya otoritas untuk melaksanakan eksekusi. Tapi hal-hal yang dianggap umum sebagai sebuah penundaan bukan berarti ada upaya untuk mengubah jenis hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup atau lainnya.”

Pakar hukum Universitas Indonesia, Rudi Satrio, meyayangkan keputusan ini. Menurutnya, meski undang-undang membenarkan eksekusi itu, namun ia memandang, ada aspek penting lain yang harus dipertimbangkan.

“Karena ini adalah satu kesempatan terakhir maka seharusnya ini dipenuhi, barangkali itu akan lebih memenuhi haknya orang yang hidupnya akan diakhiri. Sekarang memang kejaksaan punya kewenangan untuk mengeksekusi, juga kepolisian, karena memang sudah ada undang-undangnya. Satu satunya tempat untuk menggantungkan harapan itu, ya bicara soal ini kan kesempatan terakhir bagi yang bersangkutan barangkali kemudian secara hak asasi manusia pilihan untuk mati itu kemudian dapat dilaksanakan.” (ap)