Tradisi Makan Roti di Jerman
20 November 2020Senang rasanya berkesempatan berbagi cerita tentang tradisi menarik ini. Tradisi makan roti alias Brotkultur sudah berakar sangat lama di Jerman. Di sini, roti itu bahan pangan utama, selain kentang dan mi olahan. Belum lama berselang, semenjak setahun saya tinggal di kota Trier, saya menemukan gerai roti Biebelhausener Mühle yang telah berdiri sejak tahun 1647.
Awal ketertarikan saya dengan si roti ialah status saya sebagai mahasiswa. Di Jerman memang semuanya tersedia, tapi selera makan juga harus disesuaikan dengan kemampuan kantong. Dari toko Arab sampai toko Inggris memang ada, tapi tetap saja bahan pangan murah meriah adalah yang tersedia di swalayan umum. Hal ini pulalah yang memaksa saya untuk berani mencoba roti lokal yang ditawarkan. Saya pun tak menyangka bahwa seiring waktu, cita rasa roti begitu melekat dalam hidup saya, layaknya nasi.
Makan roti di sini ternyata bukan cuma buat sarapan! Beraneka ragam roti dapat dijadikan menu makan siang dan bahkan menu makan malam. Roti cocok sekali untuk saya, karena selain studi, saya juga harus bekerja paruh waktu di laboratorium sebuah rumah sakit. Bekerja biasanya dimulai jam 6 atau 7 pagi atau kegiatan perkuliahan jam 8 pagi. Logikanya, saya harus membawa bekal sarapan ke lokasi. Roti adalah pilihan yang paling praktis.
Bagaimana si roti berhasil menjadi cita rasa?
Untuk sarapan ada yang namanya „Brötchen“ (kira-kira dibaca broet-syen). Bentuknya lucu-lucu, karena kecil dan kebanyakan dicampur dengan biji-bijian sehat warna-warni. Dari penampakan di etalase saja, sudah menggugah selera. Uniknya roti di sini tekstur keras di bagian luar, empuk dan gurih di bagian dalam. Jadi memang praktis untuk dibawa sebagai bekal, karena teksturnya yang keras di luar membuat Brötchen gampang dibawa kemana-mana.
Selain Brötchen masih ada Bretzel dan berbagai jenis Toastbrot atau roti yang diiris tipis. Roti jenis ini dapat disantap dengan olesan apapun. Biasanya diolesi dengan mentega, selai buah-buahan atau dengan berbagai krim. Anak-anak senang mengolesinya dengan krim kacang, coklat atau marshmallow. Ada juga selai khas di sini, namanya „Senf“. Rasanya unik karena manis tapi pedas. Karena kekhasannya ini, bahkan didirikan museum Senf di kota Köln.
Kalau kurang suka yang manis-manis, maka irisan daging atau sayur menjadi opsi juga. Sehingga sarapan roti menjadi tidak membosankan, karena kita bisa bisa berkreasi dengan berbagai macam isian.
Saya pribadi paling menyukai selai alpukat alias Guacamole. Alpukatnya dihaluskan, lalu ditambahkan potongan paprika, bombay, dan tomat yang kemudian diracik dengan bumbu rempah. Nikmatnya itu: segar dan gurih! Favorit saya juga mengolesi roti dengan daging halus. Dan jika ada waktu agak senggang, silakan menikmati roti segar yang baru dipanggang. Kita dapat menyecap rasa gurih roti, menghirup aroma segarnya, dan mengunyah kekayaan tekstur roti.
Cerita punya cerita, sewaktu mamak saya dari Medan sana datang berkunjung di musim panas lalu, beliau berceletuk seperti ini, “pantas saja orang sini besar-besar: sekali sarapan gizinya semuanya terpenuhi!”. Komentar ini menggelitik saya, karena ada benarnya. Selain irit waktu, juga kaya gizi dan cocok disajikan secara bervariasi.
Hampir setiap daerah memiliki tradisi roti lokal. Sebut saja Roggenbrot dari Jerman bagian utara, Dinkelbrot dari Jerman selatan. Ada juga Oliven-, Vollkorn-, Fladenbrot, Baguett, dan masih banyak lagi. Satu toko roti kecil biasanya menawarkan lebih dari sepuluh jenis roti. Untuk makan siang atau makan malam biasanya roti dihidangkan dengan salat, sup ataupun tradisi keju. Favorit makan malam saya saat ini adalah Salat dan Olivenbrot dengan keju jenis Hartkäse „Pecorino“ atau dengan Weichkäse „Camembert“. Benar-benar nikmat dan mengenyangkan, tanpa harus membuat perut terasa berat!
Oya, kalian juga tentu mengenal Hotdog, bukan? Nah, di sini roti bisa juga disajikan dengan isian daging bakar khas Jerman. Ini cocok untuk alternatif makan roti di sela-sela waktu istirahat. Misalnya roti isian Krakauer, Döner, dan lain-lain.
Bagaimana sih sejarahnya si roti?
Setelah membahas soal selera, yuk kita telaah roti lebih lanjut dari segi historisnya! Ketertarikan awal saya pada roti yang dimulai lewat penampilan cantiknya di etalase toko, berlanjut pula kepada rasa penasaran saya, mengapa roti menjadi begitu digemari di sini.
Usut punya usut, roti ini datangnya sekitar enam ribu tahun lalu dari daerah Mesir. Karena kondisi geografisnya, Jerman terutama menghasilkan berbagai jenis gandum, yang menjadi bahan dasar pembuatan roti. Cuaca yang berganti-ganti, membuat roti dihidangkan secara bervariasi. Selain itu, kemajuan industri membuat kebanyakan orang memilih jenis pangan yang praktis sekaligus sehat. Seperti pada saat mamak saya berkomentar tadi, saya jadi berpikir, bahwa sarapan roti bisa disajikan dalam lima menit, tanpa memasak.
Informasi dari Wikipedia juga menyebutkan, bahwa bisnis roti pertama di Jerman dibuka sekitar 1500 tahun yang lalu. Gerai roti yang saya kenal misalnya Merzenich berdiri sejak tahun 1896 dan Biebelhausener Mühle sejak 1647. Gerai-gerai roti ini mewarisi resep roti keluarga secara turun-temurun dan menjadi bisnis ritel besar. Jadi jangan heran kalau bisnis roti di sini merambah ke gerai kafe, restoran dan bahkan swalayan.
Dari hasil pengamatan saya pribadi, di kota Trier yang berpenduduk sekitar 100.000 orang ini saja, toko roti dapat ditemukan hampir di setiap dua ratus meter per segi. Dan secara statistik di Jerman ada 10.926 toko roti di tahun 2018 dengan penghasilan 14,67 milyar Euro per tahun. (https://www.baeckerhandwerk.de/baeckerhandwerk/zahlen-fakten/).
Nah, sampai disini dulu berbagi cerita kita tentang Brotkultur Deutschlands. Semoga menjadi wawasan yang bermanfaat dan menggugah rasa keingintahuan mengenai tradisi menarik lainnya di Jerman, terutama soal makanan dan minuman. Salam selera!
*Lidia adalah mahasiswi psikologi di Trier, Jerman.
**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri. (hp)