Tragedi Love Parade, Sebuah "Parade Kematian"
24 Juli 2015Saat ini pihak berwenang masih menyelidiki, bagaimana bencana ini bisa terjadi serta siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa ini. Pesta musik techno Love Parade yang berujung tragedi ini menjadi tema yang disorot harian-harian terkemuka di Eropa.
"Parade Cinta berubah menjadi Parade Kematian", ditulis harian El Mundo, Spanyol. Koran Israel Jediot Achronot dalam tulisannya menyatakan, "Mereka datang karena cinta dan tewas terhimpit." Sementara harian yang terbit di Italia, La Repubblica, menulis headlines: "Terowongan kematian: Pembantaian Remaja dalam Love Parade di Duisburg".
Mengenai pihak mana yang bertanggung jawab atas tragedi ini, komentar harian-harian Eropa menunjukkan, bahwa kota Duisburg tidak siap untuk menyelenggarakan ajang sebesar ini. Seperti yang ditulis harian Spanyol El Pais. "Pintu masuk terowongan berubah menjadi perangkap kematian. Tantangan terlalu berat bagi satu kota berpenduduk hanya setengah juta orang ini untuk menyelenggarakan perlehatan sebesar ini. Jumlah pengunjung yang membanjiri dua kali lebih banyak dari jumlah penduduk kota ini."
Dan harian Denmark Ekstra Bladet menyatakan, "Bencana ini sudah dapat diperkirakan sebelumnya, karena pihak panitia mengundang terlalu banyak pengunjung. Area yang dipakai, bekas stasiun barang di kota Duisburg, terlalu kecil untuk satu acara sebesar Love Parade."
"Sementara dunia berduka dan bahkan Sri Paus mengungkapkan kesedihan mendalamnya atas kematian yang merenggut para remaja ini, pemerintah kota Duisburg menolak tuduhan telah ikut bertanggungjawab atas peristiwa ini." Demikian ditulis harian La Stampa. Lebih lanjut koran yang terbit di Torino, Italia, ini menulis, "Pihak kepolisian melindungi dirinya dengan pernyataan-pernyataan kering seperti, kita tidak bisa memberikan keterangan terperinci tentang bagaimana kecelakaan ini bisa terjadi. Alasannya: kejaksaan telah mengambil alih penyidikan. Tapi satu hal sudah pasti: hari Sabtu kemarin merupakan akhir dari pesta musik techno terbesar di dunia. Tahun depan tidak akan diselenggarakan lagi Love Parade."
Begitu juga dengan harian konservatif Le Figaro, yang berpendapat Love Parade di Duisburg merupakan awal dari akhir satu era. Lebih lanjut, harian yang terbit di Paris, Perancis, ini menulis, "Menimbang telah jatuhnya korban, panitia penyelenggara menyatakan bahwa Love Parade tidak akan diselenggarakan lagi. Digelar pertama kali pada tahun 1989 di Berlin, beberapa bulan sebelum runtuhnya Tembok Berlin, Love Parade merupakan pesta besar musik techno. Selama 18 tahun, pawai Love Parade menyisiri jalan-jalan di ibukota Berlin, sebelum pindah ke kawasan Ruhrgebiet dan berakhir dengan kesedihan serta air mata."
Apakah tragedi Love Parade di Dusiburg dapat dihindarkan? Demikian pertanyaan yang dilayangkan harian Luxemburger Wort. "Di mana saja, di tempat banyak orang berkumpul, terdapat resiko terjadinya panik massa yang dapat berakibat fatal. Ajang-ajang besar seperti olahraga, konser atau juga upacara keagamaan tidak jarang berakhir dengan satu tragedi. Terdapat tuntutan, setidaknya harus dilakukan tindakan untuk meminimalkan resiko serendah mungkin. Akan tetapi, semua suara yang memperingatkan bahwa lokasi festival tidak cocok, diabaikan begitu saja. Dalam bencana ini, penyelenggara lah pihak yang memikul tanggungjawab terbesar.“
Yuniman Farid/dpa/afp/rtr
Editor: Hendra Pasuhuk