1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Transformasi Digital Kembangkan Ekonomi Berbasis Inovasi

28 September 2020

Menristek RI Bambang Brodjonegoro menegaskan pentingya transformasi digital dalam pengembangan ekonomi berbasis inovasi. Situasi pandemi menjadi momen tepat untuk “mengakselerasi transformasi digital.”

Penggunaan gadget di kehidupan sehari-hari
Ilustrasi penggunaan teknologi digital untuk aktivitas sehari-hari Foto: Robert Kneschke - Fotolia.com

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bambang Brodjonegoro, menekankan pentingnya transformasi digital dalam mendukung pengembangan ekonomi berbasis inovasi. Hal ini sebagai perwujudan pergesaran paradigma pengembangan ekonomi yang tadinya berbasis sumber daya alam.

Hal ini ia sampaikan dalam pembukaan “International Conference on Engineering and Information Technology for Sustainable Industry 2020 (ICONETSI)" dengan tema Pemberdayaan Tranformasi Digital untuk Keberlanjutan Global yang diselenggarakan oleh Swiss German University (SGU), Senin (28/09).

“Jika kita lihat pengalaman negara-negara berpenghasilan menengah di dunia yang sukses berubah menjadi negara berpenghasilan tinggi, pada dasarnya itu dilakukan melalui ekonomi berbasis inovasi,” jelas Bambang.

Perlu sinergi tiga aktor utama

Sinergi Triple Helix yaitu sinergi kerjasama tiga aktor, antara pemerintah, akademisi, dan industri menurut Bambang sangat diperlukan dalam mendorong pembangunan ekonomi berbasi inovasi. Ia mengatakan saat ini pihaknya tengah berupaya menjembatani ketiga aktor tersebut.

“Masalahnya komunikasi antara ketiganya kadang terputus, kurang intensitas, ke depan jadinya saling bekerja masing-masing,“ ungkap Menristek/BRIN.

Dalam kesempatan yang sama, Rektor Swiss German University (SGU), Filiana Santoso, menekankan pentingnya transformasi digital karena dapat menguhubungkan segala sektor yang berkaitan erat dengan kebutuhan bisnis.

“Transformasi digital membangun inovasi dan teknologi bagaimana membantu inisiatif bisnis, atau meningkatkan tekonologi untuk kemajuan di masa depan bagi kita di kancah global,” ujar Filiana.

Rektor Swiss German University Filiana SantosoFoto: Swiss German University

Maka dari itu, Filiana meyampaikan, pihaknya terus berkomitmen untuk mendukung para peneliti dan praktisi dalam melahirkan inovasi-inovasi baru. Hal ini menurutnya sebagai bagian dari upaya menciptakan masyarakat berkelanjutan dan juga pengembangan ekonomi.

“Kualitas pendidikan yang baik akan menciptakan inovasi teknologi dan entrepreneurship yang mana pada akhirnya akan memperbaiki kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat,” paparnya.

Pandemi COVID-19 akselerator transformasi digital

Menristek Bambang Brodjonegoro menyampaikan bahwa pandemi COVID-19 yang melanda dunia saat ini bisa jadi momen yang tepat untuk “mengakselerasi transformasi digital” dan meningkatkan kreativitas serta inovasi sebagai upaya memulihkan kondisi perekonomian negeri.

Menteri Riset dan Teknologi RI Bambang BrodjonegoroFoto: DW

”Mengganti konektivitas hiper secara fisik menjadi konektivitas hiper secara virtual melalui penggunaan Teknologi Komunikasi Informasi (ICT),” papar mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) periode 2014-2019 ini.

Menurut Bambang lebih kurang ada sepuluh transformasi digital yang menjadi tren selama pandemi ini yang diprediksi akan menjadi kebiasaan baru di masa mendatang. Tren tersebut antara lain belanja online, pembayaran digital, hiburan online, rantai pasokan 4.0, 3D printing, skema kerja dari rumah (WFH), telemedisin, penggunaan robot dan drone, skema belajar dari rumah, dan teknologi 5G.

Tantangan pengembangan tranformasi digital

Menristek menjelaskan lebih lanjut, ada beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia lima tahun ke depan dalam mengembangkan transformasi digital.

Yang pertama adalah fasilitas infrastruktur yang harus mendukung jaringan internet.“Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, akan sulit mengandalkan jaringan fiber optik. Jadi satelit harus mendampingi dan melengkapi jaringan fiber optik.“

Kedua, pemerintah sendiri menurutnya juga sudah mulai harus beradaptasi dengan skema pelayanan online. “E-government adalah sebuah kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan publik,“ terangnya

Ketiga, memanfaatkan penggunaan Teknologi Komunikasi Informasi (ICT) di sektor pendidikan, kesehatan, sosial, tak terkecuali juga di sektor pertanian hingga e-commerce.

Keempat, kurangnya sumber daya manusia yang menguasai bidang digital. Bambang menilai Indonesia saat ini masih bergantung kepada sumber daya manusia dari luar Indonesia. “Kita perlu melokalisasi, menciptakan, lebih banyak anak bangsa untuk menjadi ahli digital,” ujarnya lebih lanjut.

Kelima, idustri-industri dalam negeri juga perlu meningkatkan penggunaan Teknologi Komunikasi Informasi (ICT), dan adaptasi teknologi big data dan Internet of Things (IoT). “Maka dari itu, kecerdasan buatan jadi alat utama untuk memanfaatkan tekonologi big data dan IoT.”

Oleh karenanya, Bambang menyatakan bahwa Kemenristek/BRIN siap mendukung pihak-pihak yang ingin membangun bisnis startup berbasis inovasi. Pihaknya akan memberikan bantuan dana senilai Rp 150 juta hingga Rp 1 miliar kepada setiap perusahaan startup baik yang ingin memulai, sudah berjalan, ataupun yang ingin meningkatkan jangkauannya.

Kerja sama dengan negara-negara Eropa

Menjawab pertanyaan DW Indonesia, Menristek Bambang Brodjonegoro menyampaikan, Indonesia terus menjalin kerja sama dengan negara-negara lain dalam mengembangkan riset, teknologi, dan inovasi. Bambang mendorong adanya inovasi terbuka antara Indonesia dengan negara-negara mitra, khususnya di Eropa, melalui kerja sama antar lembaga penelitian maupun perguruan tinggi.

“Ini suatu cara yang sangat baik untuk mengintensifkan hubungan riset dan memperkuat kapasitas riset, teknologi, dan inovasi kita,” tutur Bambang.

“Dengan Jerman pasti ada, dan kebetulan Jerman di dalam konteks teknologi di Indonesia punya sejarah panjang terutama melalui almarhum Pak Habibie dan BPPT. Dan barangkali kerja samanya memang lebih banyak dengan lembaga tetapi saya lihat (kerja sama) di universitas ada arah ke sana,” sambungnya.

Berdasarkan data Global Innovation Index (GII) 2019, Indonesia berada di peringkat 85 dari 129 negara di dunia. Bahkan di level ASEAN, peringkat inovasi Indonesia ada di posisi kedua terendah, di atas Kamboja. 

Acara ICONETSI 2020 diselenggarakan Swiss German University (SGU) selama dua hari mulai Senin (28/09) hingga Selasa (29/09). ICONETSI 2020 jadi ajang para peneliti, praktisi, engineers, maupun mahasiswa dari seluruh dunia baik dari universitas ataupun industri untuk saling bertukar pengetahuan perihal kegiatan-kegiatan riset dan pengembangan. Sejumlah pembicara dari luar negeri seperti Jerman, Jepang, Taiwan, Singapura, Mesir, dan AS turut hadir dalam acara ini.

rap/as

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait