Memasuki tahun pemilu, retorika sarat kebencian para pemimpin terhadap kaum minoritas seksual diyakini akan bertambah. Narasi muram itu hidup dari minimnya pengetahuan seksual masyarakat. Simak opini Julia Suryakusuma
Iklan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis ICD-11, versi terbaru Klasifikasi Penyakit Internasional, yang menyatakan bahwa transgender tidak lagi dianggap sebagai gangguan mental.
Hal ini mengejutkan karena WHO menghapus homoseksualitas dari daftar penyakit mental pada tahun 1990. Bahkan Asosiasi Psikiatri Amerika (American Psychiatric Association, APA) telah melakukannya pada tahun 1973.
Mengapa mereka begitu lama berbuat yang sama dengan orang transgender? WHO mengatakan mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kondisi tersebut yang sekarang dianggap sebagai identitas seksual. Oleh karenanya, jika membiarkannya dalam daftar penyakit mental dapat menyebabkan stigma.
Ya, tentunya lebih baik terlambat dari pada sama sekali tidak!
Tapi bisakah prasangka sosial dihapus dengan sebuah pernyataan? Jika aktivis hak-hak gender di seluruh dunia memuji langkah WHO itu, pemerintah Indonesia menanggapinya dengan lesu. Bagi mereka, nilai lokal lebih penting daripada sains.
Menurut Firdiansyah, direktur kesehatan mental dan penyalahgunaan zat adiktif di Kementerian Kesehatan, "Diagnosis psikologis berbeda dengan diagnosis fisik. Faktor kesehatan mental sangat terkait dengan nilai-nilai agama dan budaya ... kami berkeyakinan bahwa transgenderism (!) adalah gangguan mental, dan kami akan mendukungnya dengan ilmu kedokteran yang berbasis bukti”.
Taiwan, Pertama di Asia Akui Pernikahan Sesama Jenis
Mahkamah konstitusional Taiwan mendukung pernikahan sesama jenis- Ini menjadikan Taiwan tempat pertama di Asia yang mengakui pernikahan sesama jenis. Keputusan penting itu mengubah hidup kaum LGBT di negara itu.
Foto: Reuters/T.Siu
Daphne & Kenny: 'Begitu undang-undang lolos, kita dapat perlindungan hukum
Daphne dan Kenny akan menikah pada akhir tahun 2017, lima bulan setelah Kenny berlutut di hadapan Daphne melamarnya, tepat pada saat digelarnya demonstrasi lesbian, gay, biseksual dan transgender di boulevard terbesar di Taipei. Keduanya mencoba pakaian pernikahan. Sampai saat ini, pasangan sesama jenis di Taiwan hanya dapat mendaftar sebagai pasangan hidup.
Foto: Reuters/T.Siu
Daniel Cho dan Chin Tsai: 'kita akan jadi yang pertama dalam antrean'
Hak-hak mereka seringkali terbatas dibandingkan pasangan suami istri heteroseksual. "Daniel pindah ke New York karena pekerjaan, tapi karena pemerintah Taiwan tidak mengakui hubungan kami, saya tidak dapat ajukan visa pasangan untuk pergi bersamanya ke NY. Jika undang-undang tersebut lolos, kami yang pertama antre mendaftar perkawinan." ujarnya.
Foto: Reuters/T.Siu
Hare Lin & Cho Chia-lin: 'Taiwan dapat berubah'
Hare Lin, berprofesi sebagai penerbit. Cho Chia-lin, seorang penulis. Keduanya percaya pada dunia yang berpikiran terbuka: "Ketika saya pertama kali mengadakan parade gay tahun 2003, hanya ada sekitar seribu orang peserta, namun beberapa tahun kemudian, pawai dihadiri 60 ribu orang," kata Lin."Juga ada artis, politisi, anggota dewan dan calon presiden yang gay. Saya percaya dunia bisa berubah."
Foto: Reuters/T.Siu
Aktivis hak LGBT, Chi Chia-wei: 'akan melanjutkan perjuangan'
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, yang dalam kabinetnya juga terdapat menteri transgender, menulis di Twitter: "Menyelesaikan perbedaan adalah awalnysa, lalu dibutuhkan semakin banyak dialog dan pemahaman."Aktivis hak-hak Gay Chi Chia-wei setuju: "Jika Taiwan menolak ke arah perbaikan, kami akan melanjutkan usaha kami dan membuat negara pelangi, bahkan sebuah revolusi."
Foto: Reuters/T.Siu
Wang Yi & Meng Yu-mei: 'Taiwan adalah negara demokratis'
Taiwan terkenal dengan parade gay tahunannya yang memamerkan semangat komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender. Seniman Wang Yi berkata, "Anda pikir kami ingin lewati proses berat ini? Kami memiliki hubungan yang sulit dengan orang tua kami. Tapi saya merasa diskusi tentang pernikahan sesama jenis harus dilakukan di bawah payung aturan hukum."
Foto: Reuters/T.Siu
Huang Chen-ting & Lin Chi-xuan: 'berjuang untuk perlakuan yang adil'
Huang Chen-ting dan Lin Chi-xuan: "Kami sama dengan pasangan heteroseksual. Diskriminasi ada dalam banyak bentuk, dari warna kulit, sampai orientasi seksual, tapi kita semua adalah manusia. Kita semua berjuang untuk perlakuan yang adil," kata Chi-xuan. Jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan mayoritas penduduk Taiwan mendukung pernikahan sesama jenis.
Foto: Reuters/T.Siu
Leber Li dan Amely Chen: 'cinta antara kami kuat‘
Leber Li menyetir mobil membawa Amely Chen dan putra mereka Mork. "Adalah impian kami untuk bisa memiliki anak, kami memiliki anak melalui inseminasi buatan, tapi hanya satu dari kita yang bisa terdaftar menjadi ibu. Ini sangat tidak adil. Bayi itu memiliki cinta dua ibu. Keluarga terbentuk asalkan ada cinta," kata Chen.
Foto: Reuters/T. Siu
Huang Zi-ning dan Kang Xin: 'Kami adalah generasi penerus'
Pelajar Huang Zi-ning dan Kang Xin berpose selfie di Taoyuan. "Kelompok anti perkawinan sejenis mengatakan bahwa mereka menentang, karena ingin melindungi generasi berikutnya Tapi saya adalah generasi berikutnya Mengapa mereka mendengarkan orang-orang yang akan meninggal dunia dan bukan suara kami? Kita perlu keluarkan pendapat," Kata Zi-ning. (Ed: Nadine Berghausen/ap/as)
Foto: Reuters/T. Siu
8 foto1 | 8
Transgenderisme?
Apakah ini ideologi, seperti komunisme? Pertama-tama, istilah "transgenderisme" tidak ada. Ia juga bukan sebuah ideologi, tetapi di mata pemerintah dan segmen masyarakat yang konservatif sepertinya dianggap demikian. Nyatanya, diskriminasi yang dialami oleh anggota komunitas LGBT mirip dengan yang dialami oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) setelah 1965.
Namun jika kita akan berbicara tentang nilai-nilai agama dan budaya, bagaimana dengan suku Bugis, salah satu dari empat kelompok etnis utama di Sulawesi Selatan?
Mereka mengenali lima jenis kelamin: makkunrai, oroané, bissu, calabai, dan calalai.
Makkunrai dan oroané adalah perempuan dan laki-laki heteroseksual, atau apa yang sekarang disebut cisgender; bissu adalah pendeta perantara, sebuah "meta-gender" yang harus mengakumulasi keempat ciri gender pada mereka untuk menjadi bissu; sementara calabai dan calalai setara dengan wanita trans dan pria trans. Kelima jenis kelamin ini merupakan bagian integral dari struktur agama dan budaya orang Bugis.
Memang suku lain di Indonesia tidak memiliki pengelompokan gender seperti ini, tetapi kita memiliki banyak sekali orang trans. Sepuluh persen penduduk Indonesia adalah LGBT seperti di negara lain di dunia. Orang trans lebih sedikit jumlahnya, tetapi mereka sering lebih tampak karena penampilan mereka yang ‘berbeda'.
Sebuah survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) awal tahun ini menunjukkan bahwa mayoritas orang Indonesia menerima hak LGBT, termasuk orang-orang transgender, untuk hadir di masyarakat, dan mendesak pemerintah untuk melindungi mereka.
Inilah Negara Islam yang Legalkan Gay dan Lesbian
Kendati legal, kaum gay dan lesbian di negara-negara ini tidak serta merta bebas dari diskriminasi. Tapi inilah negara-negara Islam yang mengakui hak-hak kaum gay dan lesbian.
Foto: picture-alliance/dpa
1. Turki
Sejak kekhalifahan Utsmaniyah melegalkan hubungan sesama jenis tahun 1858, Turki hingga kini masih mengakui hak kaum gay, lesbian atau bahkan transgender. Namun begitu praktik diskriminasi oleh masyarakat dan pemerintah masih marak terjadi lantaran minimnya perlindungan oleh konstitusi. Namun begitu partai-partai politik Turki secara umum sepakat melindungi hak kaum LGBT dari diskriminasi.
Foto: picture-alliance/abaca/H. O. Sandal
2. Mali
Mali termasuk segelintir negara Afrika yang melegalkan LGBT. Pasalnya konstitusi negeri di barat Afrika ini tidak secara eksplisit melarang aktivitas homoseksual, melainkan "aktivitas seks di depan umum". Namun begitu hampir 90% penduduk setempat meyakini gay dan lesbian adalah gaya hidup yang harus diperangi. Sebab itu banyak praktik diskriminasi yang dialami kaum LGBT di Mali.
Foto: Getty Images/AFP/J. Saget
3. Yordania
Konstitusi Yordania tergolong yang paling maju dalam mengakomodir hak-hak LGBT. Sejak hubungan sesama jenis dilegalkan tahun 1951, pemerintah juga telah menelurkan undang-undang yang melarang pembunuhan demi kehormatan terhadap kaum gay, lesbian atau transgender. Pemerintah misalnya mentolelir munculnya cafe dan tempat hiburan di Amman yang dikelola oleh kaum LGBT.
Foto: picture-alliance/AP Photo
4. Indonesia
Undang-undang Dasar 1945 secara eksplisit tidak melarang aktivitas seksual sesama jenis. Indonesia juga tercatat memiliki organisasi LGBT tertua di Asia, yakni Lambda Indonesia yang aktif sejak dekade 1980an. Kendati menghadapi diskriminasi, presekusi dan tanpa perlindungan konstitusi, kaum gay dan lesbian Indonesia belakangan tampil semakin percaya diri buat memperjuangkan hak mereka.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Rudianto
5. Albania
Kendati bermayoritaskan muslim, Albania dianggap sebagai pionir di tenggara Eropa dalam mengakui hak-hak kaum LGBT. Negeri miskin di Balkan ini juga telah memiliki sederet undang-undang yang melindungi gay dan lesbian dari praktik diskriminasi.
Foto: SWR/DW
6. Bahrain
Negara pulau di tepi Teluk Persia ini telah melegalkan hubungan sesama jenis sejak tahun 1976. Namun begitu Bahrain tetap melarang lintas busana di ruang-ruang publik. Terutama sejak 2008 pemerintah bertindak tegas terhadap pelanggaran aturan berbusana. Bahrain juga berulangkali dilaporkan mendakwa warga asing yang menawarkan layanan seksual sesama jenis di wilayahnya.
Foto: Getty Images
7. Palestina (Tepi Barat)
Resminya praktik hubungan sesama jenis masih dilarang di Jalur Gaza. Tapi tidak demikian halnya dengan Tepi Barat Yordan sejak dilegalkan tahun 1951. Ironisnya aturan yang melarang LGBT di Jalur Gaza tidak berasal dari pemerintahan Hamas, melainkan dari Inggris sejak zaman penjajahan.
Foto: Shadi Hatem
7 foto1 | 7
Kepanikan moral
Namun, sejak awal tahun 2016, telah terjadi kepanikan moral terhadap komunitas LGBT di Indonesia. Tiba-tiba mereka mendapat serangan pernyataan-pernyataan diskriminatif yang berasal dari para pemimpin kita sendiri.
Kepanikan moral ini tidak mereda hingga sekarang, dan ini jelas berkaitan dengan munculnya Islam konservatif di arena politik Indonesia. Mengingat bahwa tahun ini dan tahun berikutnya adalah tahun politik pemilu, pidato-pidato sarat kebencian dari para pemimpin kita terhadap LGBT nampaknya akan bertambah. Mereka juga memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat tentang orientasi seksual, ekspresi dan identitas gender. Begitulah kalau pendidikan seks diabaikan, bahkan dianggap amoral.
Pada awal 2018, TLC, sebuah jaringan televisi Amerika, memutar serangkaian film tentang empat pasangan di mana sang istri menemukan bahwa suami mereka secara diam-diam sebenarnya transgender.
Setelah menyembunyikan kenyataan ini lama sekali, mereka mengungkapkannya karena sudah tak tahan lagi menutupi kebohongan identitas diri mereka. Seri televisi ini disebut "Lost in Transition" (Hilang dalam Transisi). Transisi yang dimaksud di sini adalah bertransisi dari gender pria ke wanita (bisa juga sebaliknya).
Berkaitan dengan identitas gender di Indonesia, kita juga "hilang dalam transisi" - antara sains, hukum, kewajiban negara untuk melindungi warganya, dan politik pemilu yang tidak sungkan mengarah anggota masyarakat yang paling rentan hanya untuk memenangkan suara.
@JihadJulia
Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
*Anda dapat berbagi opini di kolom komentar di bawah ini.
Dengan 200 Foto Telanjang Melawan Rasisme dan Intoleransi
Fotografer Rumania Tiberiu Capudean membuat potret telanjang hitam-putih, menunjukkan kisah hidup dari lebih 200 pria gay dari berbagai bangsa.
Foto: Javier Santiago
J. - Penjaga toko,, Spanyol
"Saya dibesarkan di sebuah desa di Spanyol. Saya sering diganggu di sekolah. Ketika berusia sekitar 13 tahun, seorang anak lelaki yang lebih tua mendekati saya waktu saya sedang duduk di bangku dan membaca. Dia mengatakan 'Kamu kotor!' Dan dia menuangkan sebotol susu cokelat pada saya. Saya kaget, sementara orang-orang di sekitar saya tertawa dan menatap saya seolah-olah saya adalah monster. "
Foto: Tiberiu Capudean
A. - Perancang mode, Spanyol
"Saya bekerja di lingkungan yang sangat 'machista'. Meskipun tidak ada yang menindas saya secara pribadi, saya melihat apa yang terjadi pada orang gay yang lebih muda yang bekerja dengan saya. Apa arti 'maskulin'? "Apakah kita semua harus muda dan kuat? Apakah kita semua harus berotot? Apakah kita hanya objek seksual?"
Foto: Tiberiu Capudean
D. - Manajer IT, Belgia
"Waktu saya masih tinggal dengan orang tua, saya bekerja shift malam di toko roti lokal. Tiga hari setelah saya mengakui homoseksualitas saya kepada orang tua, di pagi hari Ibu masuk ke kamar saya. Dia kelihatan panik dan bertanya, "Kamu harus bilang siapa yang melakukan, ya?" Ternyata seseorang telah menulis kata 'homo' di kap mobil saya... Tapi saya anggap saja itu sebagai suatu kehormatan."
Foto: Tiberiu Capudean
D. - Manajer pemasaran, Italia
"Saya dari dulu sudah 'gendut.' Anak-anak di sekolah sering mengejek saya. Saya tumbuh di kota kecil di Italia dan tidak pernah menyatakan orientasi seksual saya. Pada usia 30, saya meninggalkan Italia dan pindah ke Perancis karena perspektif kehidupan gay lebih baik. "Saya pernah mengalami krisis dan merasa sangat kacau. Sekarang, saya mencoba menerima diri saya dan bahagia dengan badan saya."
Foto: Tiberiu Capudean
S. - Aktor, Perancis
"Di Eropa Timur, saya tinggal di apartemen seorang perempuan tua, di sebuah menara yang sudah kusam. Dia mengundang cucunya bertemu saya. Kami minum vodka, langsung dari botol. Dia mulai berbicara tentang apa arti keluarga dan bertanya, apa yang saya pikir tentang itu? 'Saya tidak tahu,' kata saya (berbohong). 'Saya tidak pernah benar-benar memikirkan mereka'.
Foto: Tiberiu Capudean
Tiberiu Capudean, fotografer Rumania dan aktivis LGBT
"Pria telanjang di foto-foto ini adalah aspek yang paling tidak penting. Tujuan saya adalah untuk menunjukkan bahwa keragaman adalah sesuatu yang normal, baik itu menyangkut orientasi seksual, bentuk tubuh, usia atau ras." (Teks: Lavinia Pitu/hp/ )