1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tribunal Khmer Merah di Kamboja

1 Agustus 2007

Sekitar 30 tahun setelah berakhirnya kekuasaan Khmer Merah di Kamboja, Kang Kek Leu alias Dusch diajukan ke yang dinamakan Tribunal Khmer Merah.

Foto: AP

Dia adalah tertuduh pertama rejim itu yang dulu adalah bekas direktur penjara nomor 21 di Phnom Penh yang dikenal sebagai penjara maut, tempat ribuan tahanan disiksa. Setelah meninggalnya mantan pimpinan angkatan bersenjata Khmer Merah Ta Mok akhir tahun yang lalu, Kang Kek Leu merupakan satu-satunya tahanan bekas Khmer Merah saat ini. Anggota lainnya masih hidup bebas. Ada yang mendiami rumah mewah di Phnom Penh dan ada yang masih tinggal di hutan belantara di kamboja Utara, dekat perbatasan Thailand.

Nuon Chea tinggal di sebuah rumah kayu kecil dan sederhana di Pailin, di tengah-tengah hutan belantara, dekat perbatasan ke Thailand. Dia adalah bekas salah seorang pemimpin Khmer Merah. Bila dapat dibuktikan keterlibatannya dalam pembunuhan etnis atau kejahatan terhadap kemanusiaan, Nuon Chea diduga dapat dijadikan salah seorang tertuduh utama. Beberapa tahun yang lalu, pemerintah Kamboja telah memberikannya semacam pengampunan atau amnesti untuk tuduhan pembunuhan etnis. Namun, Tribunal Khmer Merah itu tidak diwajibkan mengindahkan keputusan itu. Nuon Chea mengatakan bersedia untuk menjadi saksi dalam persidangan:

“Saya ingin menceritakan kebenaran kepada tribunal dan dunia, apa yang terjadi selama kekuasaan Khmer Merah di Kamboja. Oleh sebab itu saya sekarang sudah siap-siap untuk bersaksi jika saya diminta.”

Pria tua yang ramah itu sama sekali tidak menunjukkan perasaan bersalah. Dia yakin bahwa banyak kebohongan disebarkan mengenai Khmer Merah:

“Kami ingin sebuah negara damai, mandiri, netral dan berdaulat. Selain itu, warga Kamboja harus punya cukup makanan. Kami mencoba untuk mencapai tujuan tersebut secara bertahap.”

Wakil Pol Pot, pemimpin Khmer Merah itu menambahkan, dia tidak bertanggung jawab atas pembunuhan dua juta manusia. Dia bersikukuh bahwa itu hanya tuduhan. Khmer Merah tidak pernah mengeluarkan perintah membunuh bangsanya sendiri. Demikian Nuon Chea. Selanjutnya dikatakannya:

“Saya ingin bertanya, apa yang terjadi ketika Amerika mendukung penghianat Lon Nol? Berapa orang Kamboja yang dibunuh ketika Amerika membomi negeri kami dengan pesawat B52 selama 300 hari dan 300 malam. Dan perang dari tahun 1970 hingga 75 di negeri kami, berapa yang tewas? Dan invasi negara tetangga tahun 1979. Berapa orang yang terbunuh. Saya mengimbau semua pihak yang punya rasa keadilan untuk benar-benar memikirkan hal itu.“

Antara tahun 1975 dan 79, sekitar dua juta orang tewas melalui hukuman mati dan kerja paksa selama rejim Khmer Merah berkuasa. Banyak yang mati kelaparan atau ambruk karena kurang makan ketika melakukan kerja berat. Anak-anak dipisahkan dari orang tuanya. Dan jika mereka tidak dibunuh, mereka ditempatkan di kamp yang membuat mereka menjadi manusia yang diinginkan oleh pemerintah Khmer Merah.

Pol Pot dan Khmer Merah hendak membuat Kamboja menjadi negara petani komunis. Penduduk kota, golongan terpelajar, semua yang punya pendidikan dilihat sebagai musuh sistem baru itu dan dibunuh. Nuon Chea dan kebanyakan dari bekas pemimpin Khmer Merah , kini berusia antara 60 hingga 80 tahun. Banyak orang meragukan bahwa mereka akan diseret ke tribunal untuk mempertanggungjawabkan tindakan mereka.

Pembentukan Tribunal Khmer Merah lama tertunda karena tahun 80-an sejumlah pihak tidak anggota tetap DK PBB tidak meminatinya. Misalnya Cina yang dulu adalah sekutu Pol Pot. Juga AS pada awalnya menentang, karena tidak ingin melihat Republik Rakyat Vietnam keluar sebagai pembebas Kamboja. AS ingin agar Vietnam dianggap sebagai biang kerok kemelut di Indocina. Juga pemerintah Kamboja memperlambat dibentuknya Tribunal Khmer Merah itu. Kesepakatan terkait baru ditandatangani Juni 2003.