Rencana Trump menetapkan biaya sekitar Rp1,6 miliar pada visa H-1B bagi pekerja asing berketerampilan tinggi membuat banyak talenta dari India dan Cina mempertimbangkan ulang rencana mereka untuk berkarier di AS.
Setiap tahun perusahaan raksasa teknologi merekrut ribuan pekerja asing dengan program visa H-1BFoto: Justin Sullivan/Getty Images/AFP
Iklan
Aditi Menon baru saja lulus dari jurusan teknik di sebuah perguruan tinggi di negara bagian Madhya Pradesh, India. Ia telah diterima di beberapa universitas tingkat menengah di Amerika Serikat (AS) untuk melanjutkan studi magister.
Namun, rencananya untuk membangun masa depan di Amerika kini terguncang setelah Presiden Donald Trump mengusulkan biaya aplikasi baru sebesar $100.000 (Rp1,6 miliar) untuk visa H-1B, visa bagi tenaga kerja asing berketerampilan tinggi.
Perusahaan teknologi AS selama ini mengandalkan program visa H-1B untuk merekrut talenta di bidang pemrograman dan pengembangan. Lebih dari 70% penerima visa ini berasal dari India, disusul Cina dengan 11%.
Setiap tahun, hanya tersedia 85.000 visa melalui sistem undian, dengan 20.000 di antaranya khusus untuk lulusan asing dari perguruan tinggi AS yang memiliki gelar lanjutan. Saat ini, pelamar hanya membayar biaya kecil untuk masuk undian, dan jika terpilih, membayar lagi untuk proses aplikasi. Biasanya, perusahaan perekrut yang menanggung biaya ini, yang berkisar antara $2.000 (Rp33 juta) hingga $5.000 (Rp83 juta). Biaya baru yang diusulkan Trump berlaku satu kali untuk aplikasi baru.
Amazon menjadi penerima visa H-1B terbanyak dengan 10.000 visa, diikuti Microsoft dan Meta masing-masing sekitar 5.000, serta Tata Consultancy Services dari Mumbai dengan jumlah serupa.
Dengan kebijakan imigrasi yang semakin ketat, banyak pelamar merasa peluang mereka semakin kecil.
"Saya sadar bahwa kecil kemungkinan ada perusahaan yang mau mensponsori saya, kecuali saya kuliah di universitas top atau punya keahlian yang sangat langka. Masa depan di AS terasa tidak pasti, terutama soal peluang kerja setelah lulus," kata Menon kepada DW.
Trump menyetujui kenaikan biaya visa agar perusahaan mempekerjakan lebih banyak warga ASFoto: Andrew Harnik/Getty Images
Talenta global mulai cari alternatif
Menon mempertimbangkan untuk menunda keberangkatannya ke AS atau mencari program magister di negara lain, seperti Kanada dan Jerman, yang menurutnya juga punya peluang kerja lebih baik.
Cecilia Hu, pengacara imigrasi di New York, mengatakan bahwa kliennya dari Cina yang mengincar visa H-1B kini panik dan mulai mencari opsi imigrasi lain.
Menurut Hu, perubahan cepat dalam kebijakan visa H-1B bisa memperketat persaingan antara AS dan Cina dalam merebut talenta teknologi. Meski Trump mungkin tidak berniat mengusir talenta terbaik, dampak dari kebijakan barunya justru mengarah ke sana.
"Kami juga melihat banyak mahasiswa Cina yang tidak lagi mempertimbangkan tinggal di AS setelah lulus," ujar Hu.
Kementerian Luar Negeri Cina menolak berkomentar soal kebijakan visa AS, tetapi menyatakan bahwa Cina "menyambut talenta unggul dari seluruh dunia."
Cina baru-baru ini membuka jalur visa baru bernama "K visa" untuk profesional muda di bidang sains dan teknologi, yang akan berlaku mulai Oktober 2025.
"Ada kekhawatiran bahwa AS justru mengusir banyak individu berbakat, sementara Cina mungkin akan menyerap sebagian dari mereka," kata Hu.
Kembali Berkuasa, Trump Bikin Kebijakan Baru yang Kontroversial
Setelah dilantik kembali pada 20 Januari 2025, Donald Trump memperkenalkan kebijakan kontroversial seperti tarif tinggi, pembekuan dana internasional, hingga perubahan kebijakan luar negeri yang memicu ketegangan global.
Foto: Evan Vucci/AP Photo/picture alliance
Deportasi migran ilegal
Dalam pidato pelantikannya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan niat mendeportasi 'jutaan dan jutaan' migran ilegal. Pada minggu pertama Trump menjabat, hampir 2.400 migran ditangkap ICE, terutama yang pernah terjerat kasus hukum. Kongres AS juga telah meloloskan Lakes Riley Act, yang memungkinkan penahanan migran tanpa status sah untuk kejahatan berat dan pelanggaran ringan.
Foto: Isaac Guzman/AFP
AS mundur dari Perjanjian Paris
Pada hari pertama menjabat, Trump mengeluarkan perintah eksekutif untuk menarik AS dari Perjanjian Paris, yang kedua kalinya ia lakukan. Tindakan ini menuai kontroversi. "Emisi AS berperan besar dalam menentukan apakah kita bisa tetap di bawah batas 2 derajat dan 1,5 derajat," kata Laura Schäfer dari LSM lingkungan dan HAM, Germanwatch.
Foto: JIM WATSON/AFP
Hengkang dari WHO
Trump menarik Amerika Serikat keluar dari WHO. Para ahli memperingatkan langkah ini akan menghambat penanganan wabah penyakit dan masalah kesehatan global. Namun, resolusi kongres mengharuskan pemberitahuan satu tahun dan pelunasan kewajiban sehingga perintah ini baru berlaku penuh Januari 2026. Trump juga menghentikan transfer dana AS ke WHO, yang berdampak pada pendanaan organisasi tersebut.
Foto: Maksym Yemelyanov/Zoonar/picture alliance
Ganti nama Teluk Amerika
Presiden Trump menandatangani dekret untuk mengganti nama Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika dan mengembalikan nama Gunung Denali di Alaska menjadi McKinley. Dalam posting di X pada 27 Januari 2025, Google menyatakan akan mengikuti praktik lama untuk menerapkan perubahan nama lokasi sesuai pembaruan resmi pemerintah yang merujuk pada Geographic Names Information System (GNIS).
Foto: Roberto Schmidt/AFP/Getty Images
Rencana setop hibah dan pinjaman federal
Pada Senin (27/01), Trump menginstruksikan badan-badan federal untuk menghentikan sementara pencairan hibah dan pinjaman federal di seluruh AS. Kebijakan ini dianggap mengancam program vital seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, dan bantuan bencana. Namun, seorang hakim federal memblokir sementara rencana tersebut beberapa menit sebelum kebijakan dijadwalkan berlaku pada Selasa (28/01) malam.
Foto: Jim Watson/AFP/Getty Images
Larang atlet transgender di olahraga perempuan
Trump menandatangani perintah eksekutif yang melarang atlet transgender berkompetisi dalam olahraga perempuan dan anak perempuan, Rabu (05/02). Langkah ini merupakan bagian dari serangkaian tindakan untuk membatasi hak LGBTQ+. Perintah ini juga menyatakan bahwa negara hanya akan mengakui dua jenis kelamin, pria dan perempuan. Sekolah yang melanggar aturan ini berisiko kehilangan dana federal.
Foto: Andres Caballero-Reynolds/AFP
Pembekuan dana USAID ke 130 negara
Keputusan Presiden Trump untuk menangguhkan dana bantuan USAID telah menghentikan proyek-proyek di sekitar 130 negara, termasuk Indonesia, berdampak dramatis pada jutaan orang dan pekerja bantuan. Trump menuduh USAID melakukan pemborosan, dengan menulis di Truth Social, "Sepertinya miliaran dolar telah dicuri di USAID.” Namun, ia tidak memberikan bukti apa pun.
Foto: Sofia Toscano/colprensa/dpa/picture alliance
Satgas DOGE untuk efisiensi
Satuan Tugas Department of Government Efficiency (DOGE) dibentuk Presiden AS Donald Trump untuk merombak sistem birokrasi federal. DOGE, yang dipimpin oleh Elon Musk, bertujuan mengurangi peraturan, pengeluaran, dan staf pemerintah. Banyak pihak mengkritik minimnya transparansi dalam perekrutan tim DOGE dan mempertanyakan jika tim tersebut telah melalui pemeriksaan terkait kesesuaian dan keamanan.
Foto: Andrew Harnik/Getty Images via AFP
Keinginan AS ambil alih Gaza
Presiden Trump mengusulkan agar AS mengambil alih Jalur Gaza. Usulan ini disampaikan saat kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke AS, Selasa (04/02). "AS akan mengambil alih Jalur Gaza dan kami juga akan melakukan sebuah pekerjaan. Kami akan memilikinya. Dan bertanggung jawab untuk membongkar semua bom berbahaya yang belum meledak dan senjata lainnya di tempat tersebut," kata Trump.
Foto: Khalil Ramzi/REUTERS
Kenaikan tarif impor baja dan alumunium
Trump mengumumkan tarif 25% untuk impor baja dan aluminium, berlaku Maret 2025. Kebijakan ini bertujuan "membuat Amerika kaya kembali," kata dia. Namun, banyak ekonom menolak asumsi ini, dan menyatakan justru merugikan semua pihak. Tarif dimaksudkan melindungi produsen dalam negeri, tetapi industri AS masih bergantung pada impor logam, yang dapat meningkatkan biaya produksi dan memicu inflasi.
Foto: IMAGO/Newscom / AdMedia
10 foto1 | 10
AS dan India tak lagi saling percaya?
Mantan duta besar India untuk AS, Meera Shankar, menilai kebijakan Trump ini merupakan praktik menghancurkan program H-1B.
"Banyak pelajar India akan mencari negara lain untuk studi lanjut. Perusahaan India harus mulai diversifikasi, menggunakan lebih banyak otomatisasi dan AI, serta memindahkan pekerjaan ke pusat luar negeri. Ini langkah praktis, tapi semua ini makin mengikis kepercayaan antara India dan AS," ujarnya.
Iklan
Inovasi AS akan terganggu
Ram Krishnan, pengusaha teknologi di Boston, mengatakan bahwa jalur H-1B selama ini menjadi jembatan penting bagi pelajar India yang datang ke AS untuk studi STEM.
"Seperti Vinod Khosla, pendiri Sun Microsystems, banyak lainnya yang memanfaatkan ekosistem inovasi AS dan membangun perusahaan yang mengubah infrastruktur teknologi global serta berkontribusi besar bagi ekonomi dan tenaga kerja AS," kata Krishnan.
Ia mencontohkan Perplexity AI, perusahaan yang kini bernilai hampir $20 miliar dan didirikan oleh Aravind Srinivas, yang masuk daftar TIME100 Tokoh Paling Berpengaruh di Bidang AI tahun 2024.
"Aravind datang ke AS sebagai pelajar dan meraih gelar PhD dari UC Berkeley. Tanpa jalur H-1B, perusahaan seperti Perplexity dan dampak inovasi, lapangan kerja, serta pertumbuhan ekonomi yang mereka bawa mungkin tidak akan pernah ada," ujar Krishnan.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Felicia Salvina dan Tezar Aditya Rahman