Trump Tetap Salahkan 'Kedua Pihak' Atas Kekerasan Virginia
16 Agustus 2017
Presiden A.S. Donald Trump menuai kritik setelah membuat pernyataan kontroversial setelah demonstrasi di Virginia. Seorang ekstrimis kulit putih menabrakkan mobil ke massa dan menewaskan satu orang.
Foto: Getty Images/C. Kleponis
Iklan
Dalam sebuah konferensi pers yang agresif, Trump mundur lagi dari pernyataannya pada hari Senin (14/8) yang dengan tegas mencela kelompok ekstrim kanan Ku Klux Klan, Neonazi dan lainnya atas kekerasan terjadi selama demonstrasi di Charlottesville, Virginia Sabtu lalu (12/8).
Setelah peristiwa itu, Trump menyatakan bahwa "banyak pihak" yang harus disalahkan, tanpa menyebut kelompok ekstrem kanan. Kritik segera bermunculan, juga dari partainya sendiri. Trump kemudian bereaksi dan hari Senin mengeritik kelompok Ku Klux Klan dan Neonazi di AS. Tapi hari Selasa (15/8) dia kembali menyatakan banyak pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa Charlottesville.
"Anda memiliki di satu sisi kelompok yang buruk, dan Anda memiliki kelompok di sisi lain yang juga sangat keras, dan tidak ada yang mau mengatakan itu, tapi saya akan mengatakannya sekarang juga," kata Trump kepada wartawan. "Saya pikir salahnya ada di kedua pihak, dan saya tidak ragu lagi". Dia menambahkan bahwa di kedua pihak juga ada "orang yang sangat baik".
Demonstrasi di Charlottesville 12 Agustus 2017 berakhir dengan bentrokan antara kubu ekstrem kanan dan kubu anti fasisFoto: Getty Images/C. Somodevilla
Bentrokan yang terjadi akhir minggu lalu terjadi pada demonstrasi berkaitan dengan pemindahan patung Robert E. Lee, seorang komandan tentara Konfederasi yang pro-perbudakan selama Perang Saudara di AS. Massa pro dan kontra pemindahan itu lalu terlibat bentrok. Banyak peserta terlihat membawa senjata, tongkat, perisai dan obor yang menyala.
James Fields, pria ekstrem kanan asal Ohio yang berusia 20 tahun, lalu menabrakkan mobilnya ke arah. Seroang pria 32 taun tewas dan 19 lainnya luka-luka. Dia kini ditahan dengan dakwaan melakukan pembunuhan dengan mobil.
Ucapan Trump yang bersikeras bahwa kesalahan ada di kedua pihak yang bentrok, mengundang kritik tajam, juga dari banyak politisi Partai Republik.
Kelompok ekstrem kanan di Charlottesville,Virginia, membawa bendera NAZIFoto: picture-alliance/NurPhoto/E.Molli
"Tidak, itu tidak sama," kata mantan gubernur Massachusetts dan kandidat presiden Partai Republik Mitt Romney lewan akun Twitter. "Satu sisi adalah rasis, fanatik, Nazi, yang lain menentang rasisme dan fanatisme", tulisnya
Senator Marco Rubio dari Florida, yang pernah bersaing dengan Trump untuk nominasi kandidat dari Partai Republik, juga menanggapi sikap Trump lewat Twitter.
"Pak Presiden, Anda tidak bisa membiarkan #WhiteSupremacy hanya sebagai bagian kecil dari kesalahan itu. Mereka mendukung gagasan yang bisa membuat negara dan dunia sangat menderita ...", tulis Marco Rubio.
Sementara Mantan pemimpin Ku Klux Klan David Duke lewat Twitter memuji Trump atas "kejujuran dan keberaniannya". Richard Spencer, kepala kelompok nasionalis kulit putih menulis di Twitter, dia "bangga padanya (Trump) karena telah berbicara yang sebenarnya."
Richard Trumka, pimpinan federasi buruh AFL-CIO yang mewakili 12,5 juta pekerja, mengundurkan diri dari Dewan Penasehat Trump mengikuti langkah beberapa tenaga eksekutif yang sudah lebih dulu menarik diri.
Daftar Skandal Presiden AS
Donald Trump kelimpungan digoyang skandal Rusia. Namun gonjang-ganjing seputar campur tangan Moskow bukan skandal terbesar yang pernah dicatat seorang presiden AS. Berikut daftarnya.
Foto: Getty Images/AFP/T. A. Clary
Thomas Jefferson (1801-1809)
Adalah Sally Hemings, budak berdarah campuran, yang menjadi noktah hitam dalam karir panjang presiden ketiga Amerika Serikat, Thomas Jefferson. Sang presiden ditengarai melakukan hubungan seksual dengan budak miliknya sendiri yang melahirkan enam orang anak. Hasil uji DNA 200 tahun kemudian memastikan hubungan darah antara Jefferson dan salah seorang anak Hemings.
Foto: picture-alliance/Prisma Archivo
Warren G. Harding (1921-1923)
Dua hal yang dikenang dari Warren G. Harding, yakni reputasinya sebagai presiden Amerika Serikat terburuk sepanjang massa dan rangkaian skandalnya dengan sejumlah perempuan. Selama kekuasaannya yang singkat ia tergolong rajin membuat skandal seks. Balada cintanya yang paling tersohor adalah hubungan mesranya dengan Carrie Fulton Phillips yang digaji 5.000 Dollar AS per bulan agar tutup mulut.
Foto: picture-alliance/akg-images
Richard Nixon (1969-1974)
Nixon bukan sosok yang dikenang baik dalam sejarah AS. Reputasinya ambruk lantaran terbukti ikut mengagas pencurian informasi dari kantor pusat Partai Demokrat yang dikenal sebagai skandal Watergate. Setelah terungkap ke publik, Nixon bahkan sempat berusaha menghalangi proses penyelidikan dengan memecat penyidik khusus yang ditugaskan mengungkap skandal tersebut. Ia akhirnya mengundurkan diri.
Foto: picture-alliance/dpa
Ronald Reagan (1981-1989)
Reagan adalah panutan buat kader dan simpatisan Partai Republik. Masa kepresidenanya dikenal lewat sikap keras Gedung Putih terhadap Uni Sovyet. Namun begitu ia sempat terkena skandal ketika membiarkan kelompok pemberontak Nikaragua sokongan CIA, Contra, membiayai perjuangan lewat penyelundupan narkoba. Namun Reagan tidak tersentuh oleh skandal tersebut.
Foto: public domain
Bill Clinton (1993-2001)
Kendati terbukti melakukan hubungan intim dengan pegawai magang Gedung Putih, Monica Lewinsky, bekas Presiden Bill Clinton masih menikmati popularitas yang tinggi hingga kini. Terutama reaksi isterinya, Hillary Clinton, yang menyatakan dukungan kepada suaminya di depan umum, turut menyelamatkan karir sang presiden. Kasus Lewinsky adalah skandal seks terakhir di Gedung Putih.
Foto: Getty Images/Hulton Archive
Donald Trump (2017)
Lusinan skandal yang ia cetak tidak mampu menghalangi usaha Donald Trump merebut Gedung Putih dari Partai Demokrat. Namun sejak berkuasa, Trump dirundung lusinan kasus yang menghantui masa pemerintahannya yang baru seumur jagung. Belum setengah tahun berkuasa, Trump sudah terancam dimakzulkan lantaran kedekatannya dengan Rusia.