1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tugas Pasukan Helm Biru di Timor Leste diperpanjang

26 Februari 2008

Penugasan pasukan helm biru di Timor Leste diperpanjang hingga akhir Februari tahun depan. Saat ini ada sekitar 2700 orang yang ditempatkan PBB di Timor Leste. Lebih dari separuhnya pasukan kepolisian.

Pasukan UNMIT berjaga-jaga di Timor Leste setelah serangan 11 Februari 2008Foto: AP

Keputusan perpanjangan mandat pasukan perdamaian UNMIT diambil oleh kelima belas anggota Dewan Keamanan PBB dengan satu suara. Mereka juga mengecam upaya mendestabilisasi Timor Leste dan serangan gelap yang dilancarkan kepada para pemimpin negara itu.

Dua minggu lalu, pada 11 Februari, Presiden Jose Ramos-Horta ditembak di depan rumahnya. Sementara Alfredo Reinado, yang disebut sebagai otak dibelakang serangan itu tewas tertembak dalam bentrokan senjata yang menyusul.

Sampai kini, baru seorang pendukung Reinado yang menyerahkan diri. Dalam konferensi pers hari Senin lalu, Atul Khare, Pejabat Khusus PBB untuk Timor Leste mengimbau buron lainnya untuk melakukan yang sama.

“Dalam kesempatan ini, saya mengimbau semua pihak yang terlibat untuk menyerahkan diri secara damai, agar hukum bisa ditegakkan. Saya juga meminta semua pihak untuk terus mempromosi stabilitas dan perkembangan negara ini.”

Sementara Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao yang berhasil lolos dari serangan serupa menyampaikan pesan yang lebih tegas. Kini adalah waktunya untuk menangkap semua pemberontak. Seruan Xanana Gusmao ini, diperkuat oleh ancaman panglima militer Brigjen Matan Ruak, yang berjanji akan mengejar dan mencari para pemberontak ke pelosok paling terpencil.

Dalam ketegangan tinggi ini, partai Fretilin menyerukan agar para buron secara sukarela menyerahkan diri. Dalam siaran pers Selasa Sekjen Fretilin, Dr. Mari Alkatiri mengimbau Gastao Salsinha, yang kini dianggap memimpin kelompok buronan itu untuk menyerahkan diri. Alkatiri, mengingatkan, kebenaran dan keadilan hanya bisa dicapai bila mereka tetap hidup.

Salsinha bersama almarhum Reinado termasuk anggota kelompok petisioner, yang pada masa pemerintahan Alkatiri dipecat dari militer Timor Leste karena menuntut persamaan hak untuk seluruh anggota militer.

Bersamaan dengan itu Brigjen Matan Ruak memohon agar Presiden Jose Ramos Horta secepatnya kembali ke Timor Leste dan mengambil alih kendali. Meski masih dalam perawatan, Horta dikabarkan sudah siuman dari operasi untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di perutnya. Namun kapan ia akan bisa pulang ke Timor Leste, belum ditetapkan.

Andre Borgerhoff, ketua Organisasi Persahabatan Jerman dan Timor Leste, DOTG menilai bahwa pulangnya Horta tidak serta merta menyelesaikan masalah.

“Untuk bisa membangun perdamaian jangka panjang di Timor Leste, perlu diketahui persis apa masalah utamanya. Perhatian dan kehadiran masyarakat Internasional, baik untuk jangka waktu menengah maupun jangka panjang di Timor Leste itu amat diperlukan. Khususnya untuk meningkatkan profesionalitas sektor keamanan. Karena selain ketegangan internal di badan militer, terdapat juga ketegangan dengan pihak kepolisian. Tentu juga dibutuhkan konsolidasi dan perkembangan ekonomi, yang artinya juga transparansi dalam penggunaan dana hasil minyak dan gas bumi Timor Leste.“

Pekan lalu, Pejabat Sementara Presiden Timor Leste, Fernando Lasama mengumumkan perpanjangan masa situasi darurat. Saat ini di Timor Leste berlaku jam malam serta larangan berkumpul dan berdemonstrasi.(ek)