1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tunisia Memulai Langkah Transisi Menuju Demokrasi

17 Oktober 2011

Rakyat Tunisia, hari Minggu (23/10/11) akan memilih Majelis Konstitusi. 217 orang akan dipilih untuk menyusun draft konstitusi baru dan mempersiapkan pemilihan presiden dan parlemen. Transisi demokrasi telah dimulai.

Radical Islam demonstrators react, one carrying a flag reading "There is only one God, Prophet Mahomet is his messanger" during a demonstration in Tunis, Friday, Oct. 14, 2011. Tunisian police have used tear gas to disperse thousands of people protesting in the capital over the broadcast of a film they deemed blasphemous. Tunisia's first fair elections in its modern history are just a week away and are expected to see stiff competition between Islamist and more secular candidates.(Foto:Amine Landoulsi/AP/dapd)
Kelompok Islamis menjadi salah satu kekuatan politik baru di TunisiaFoto: dapd

Kiri-tengah, Sosialis pan-Arabisme, Sosialisme Ilmiah: sungguh keputusan yang tidak mudah. Lebih dari 100 partai tersedia bagi rakyat Tunisia dalam pemilihan nanti. Para pengamat berharap sekitar sepuluh dari mereka terwakili di Majelis Konsitusi termasuk kandidat independen atau individu yang tidak mewakili partai politik.

Bukan hal luar biasa, melihat ada begitu banyak partai politik dalam masa transisi demokrasi, kata seorang pengamat politik El Asiem Difraoui. Dia menambahkan "Masyarakat Tunisia tidak punya budaya politik dan tidak punya budaya kompromi untuk mencari jalan membentuk partai besar. Tapi mungkin itu akan muncul, partai-partai akan saling beraliansi dan beberapa diantaranya dalam batas tertentu sudah beraliansi, dan hasil akhirnya akan terbentuk blok politik yang lebih besar“.

Tiga kecenderungan kuat sudah terlihat. Di satu sisi kaum muda revolusioner dan para aktivis politik yang ingin Tunisia yang ultra modern tapi hingga kini belum mendirikan sebuah partai. Kemudian ada sayap bekas pejabat yang dulu merupakan kubu oposisi di dalam pemerintahan yang mewakili kaum liberal dan sekuler dan ingin memodernisasi Tunisia.

Dan kubu lain yang berpengaruh adalah kelompok politik Islam yang diwakili partai El Nahda yang pada masa kediktatoran ditindas oleh rejim Ben Ali. Namun di dalam partai Islam ini muncul dua kubu sebagaimana disampaikan Kepala Yayasan Konrad Adenauer-Tunisia, Klaus Loetz "Ada dua mazhab di El Nahda. Yang satu ingin mengikuti model Turki dan menginginkan pemisahan antara negara dan agama. Dan kelompok lainnya ingin menyatukan agama dengan Negara, dan menjadikan syariat Islam sebagai dasar tindakan Negara dan hukum yang berlaku bagi masyarakat”

Partai mana yang akan menang, jelas harus khawatir dengan masalah ekonomi. Memperbaiki kondisi hidup masyarakat adalah tantangan terbesar bagi politik Tunisia hari ini. Kebangkrutan ekonomi terutama terjadi di pedesaan, tempat di mana gerakan untuk menumbangkan diktator Ben Ali, dimulai. Padahal, orang-orang di pedesaan ini telah berbuat banyak menggulingkan sang diktator, tapi hingga kini mereka hanya merasakan sedikit manfaat revolusi. Pemilihan Majelis Konstitusi Tunisia adalah langkah untuk memenuhi harapan mereka.

Andy Budiman Editor: Hendra Pasuhuk