Pengadilan Turki memvonis sejumlah wartawan dari harian oposisi Cumhuriyet dengan hukuman penjara. Mereka dinilai membantu organisasi teroris.
Iklan
Menanggapi vonis pengadilan, para editor harian Cumhuriyet yang bersikap kritis terhadap pemerintah Turki menyatakan, akan tetap teguh pada sikap mereka dan bersumpah bahwa jurnalisme "terhormat" yang mereka jalankan tidak akan berhenti.
Berita vonis pengadilan diberikan kantor berita pemerintah Anadolu. 14 wartawan dinyatakan bersalah "membantu kelompok teror tanpa menjadi anggota." Mereka dijatuhi hukuman antara dua setengah sampai tujuh setengah tahun. Mereka juga dilarang keluar dari Turki. Menurut Cumhuriyet, anggota staf yang divonis penjara mencakup kepala redaksi Murat Sabuncu, sejumlah wartawan senior dan kolumnis, serta seorang kartunis.
Turki: Antara Kudeta Gagal dan Aksi Dukung Erdogan
Setahun setelah percobaan kudeta yang gagal di Turki, Presiden Erdogan dan pendukungnya gelar rapat akbar di Ankara demonstrasikan persatuan. Tapi tidak semua warga Turki mendukung acara tersebut.
Foto: DW/D. Cupolo
Kudeta Gagal dan Demonstrasi Kekuasaan
Kudeta gagal di Turki tahun 2016 sebabkan 250 orang tewas. Acara peringatan setahun sukses tumpas kudeta di Ankara dan Istanbul jadi demonstrasi bagi haluan masa depan negara Turki. Para pendukung presiden Erdogan berkumpul mendengarkan pidato di depan gedung Parlemen.
Foto: DW/D. Cupolo
Berbeda Pandangan
Banyak warga yang terlibat langsung melawan kudeta, untuk mendukung pemerintah yang terpilih secara demokratis, juga hadir dalam rapat akbar itu. Tapi tidak semuanya mendukung demokrasi. Seperti grup "serigala abu-abu" nama julukan partai gerakan nasionlistis ini, demonstrasikan salam partai ekstrim kanan Turki.
Foto: DW/D. Cupolo
Rela Mati demi Erdogan
Sureyya Kalayci (ki) dan putranya Sohn Ahmet (ka), menjadi aktivis yang memblokir jalanan di Ankara untuk menghentikan upaya kudeta militer setahun lalu. Saat peringatan setahun suskes tumpas kudeta, Kalayci memakai baju yang ia tulisi sendiri nyatakan kesetiaan pada Erdogan. "Cukup telefon saya, dan perintakan saya untuk mati, sayapun siap mati"
Foto: DW/Diego Cupolo
Pengawas Demokrasi
Plakat di sebuah gedung di Ankara ini bertuliskan: Kami terus memonitor demokrasi". Inilah dukungan bagi "demokrasi" pasca percobaan kudeta setahun silam. Sebagian penduklung Erdogan meyakini, bahwa pendukung imam Fetullah Gülen masih ada di dalam institusi pemerintahan, dan terus menyiapkan kudeta berikutnya.
Foto: DW/D. Cupolo
Percaya Kekuatan Nasional
Seorang demonstran mengatakan tertembak kakinya saat usaha kudeta yang gagal, dan menggeletak setahun di rumah sakit. Kini dia hadir dalam rapat akbar di Ankara, dan menyatakan siap membela negara. Ia menyebutkan, pengkhianat berusaha mempengaruhi militer lakukan kudeta. Tapi efeknya negara kini semakin kuat.
Foto: DW/D. Cupolo
Dukung Aksi Pembersihan
Demonstran yang membawa anak ini memakai ikat kepala bertuliskan "syuhada tak pernah mati. Tanah air tidak bisa dibagi". Banyak demonstran mendukung aksi pembersihan terhadap kelomopk anti Erdogan. Sejauh ini lebih 150.000 pegawai negeri dipecat dan lebih 50.000 orang ditahan di penjara. Demonstran ini menyebutkan, warga yang tidak bersalah tidak perlu takut.
Foto: DW/D. Cupolo
Demo Tandingan Pengritik Status Quo
Para pengritik situasi darurat dan represi terhadap tersangka lawan politik pemerintah gelar demo tandingan. Peserta aksi menentang kewenangan besar bagi tentara untuk melakukan tindakan apapun. Jika ada referendum, para penentang status quo akan memilih menolak dituasi darurat.
Foto: DW/D. Cupolo
Banyak Hak Sipil Dilenyapkan
Aktivis hak asasi manusia Seyma Urper menegaskan, banyak yang tidak ingin mendukung rapat akgar pendukung Erdogan. Pasca usaha kudeta, banyak pegawai negeri dipecat, dan walikota di Sirnak diganti oleh politisi pro AKP. Rakyat kehilangan banyak hak sipil. Banyak yang makin sulit menjalankan profesinya.
Foto: DW/D. Cupolo
Rindukan Kejayaan Usmaniyah
Dampak dari represi, menyebabkan Erdogan dipandang banyak pendukungnya sebagai penguasa tunggal di Turki. Ia dianggap sebagai tokoh yang bisa mengembalikan kejayaan Turki seperti di masa kekaisaran Usmaniyah yang runtuh 100 tahun lalu. Hal ini terlihat dari banner yang dibawa dengan tulisan :"Kami cucu Usmaniyah. Recep Tayyip Erdogan."
Foto: DW/D. Cupolo
Semua Mengharap Erdogan Terpilih Kembali?
Demostran pendukung Erdogan mengusung bendera bertuliskan. "Tetap kuat, rakyat mendukungmu". Tapi banyak yang diam-diam mengharapkan hal sebaliknya. Seorang sopir taksi mengatakan, jika Erdogan terpilih kembali 2019, Turki akan jadi ngara Syariah. Bagi pria ini bukan masalah, tapi bagi perempuan akan jadi masalah berat. Penulis:Diego Cupolo (as/ap)
Foto: DW/D. Cupolo
10 foto1 | 10
"Turki menyalahgunakan keadaan darurat"
Dalam laporan hari ini, Amnesty International mengatakan, pemerintah Turki terus menyalahgunakan keadaan darurat yang sudah ditetapkan sejak 20 Juli 2016.
Keadaan darurat di Turki ketika itu ditetapkan hanya beberapa hari setelah sejumlah anggota militer mengadakan kudeta gagal. Sejak saat itu, menurut Amnesty International, lebih dari 107.000 pekerja sektor publik kehilangan pekerjaan mereka, dan lebih dari 100.000 menjalani investigasi kriminal. Sementara itu, lebih dari 50.000 tetap berada di penjara dan menunggu untuk dihadapkan ke pengadilan.
Sejarah Kudeta Militer di Turki
Sebanyak enam kudeta dilancarkan militer terhadap pemerintah sipil sepanjang sejarah Turki. Hampir semua bermotifkan politik. Militer menganggap diri sebagai pengawal sekularisme Atatürk dan tidak jengah mengintervensi.
Foto: Reuters/O. Orsal
1960: Kudeta Demokrasi
Kepala pemerintahan pertama di Turki yang dipilih langsung oleh rakyat tidak berusia lama. Kekuasaan Adnan Menderes dan Partai Demokrat diwarnai pelanggaran HAM dan upaya untuk mengembalikan Syariat Islam ke pemerintahan Turki. Militer kemudian melancarkan upaya kudeta pertama. Setahun berselang Menderes dihukum mati oleh junta militer.
Foto: picture-alliance/AP Photo
1971: Berakhir Lewat Memorandum
Selang 11 tahun setelah kudeta terakhir, militer melayangkan memorandum yang menyebut pemerintah telah "menyeret negara dalam anarki dan kerusuhan sosial." Surat yang ditandatangani semua perwira tertinggi militer itu mengultimatum pemerintahan untuk segera membubarkan diri dan membentuk pemerintahan kesatuan.
Foto: Imago/ZUMA/Keystone
1980: Kudeta Mengakhiri Perang Proksi
Muak dengan pertikaian antara kaum kanan dan komunis kiri, panglima militer Jendral Kenan Evren melancarkan kudeta buat menyingkirkan pemerintahan sipil. Turki pada dekade 80an ikut terseret dalam arus perang dingin yang ditandai dengan konflik berdarah di level akar rumput. Hingga akhir 70an negeri dua benua itu mengalami 10 pembunuhan per hari terhadap aktivis komunis atau sayap kanan
Foto: imago/Zuma/Keystone
Darah Berbayar Duit
Kudeta 1980 membuahkan pertumbuhan ekonomi buat Turki yang nyaris bangkrut. Namun kekuasaan Jendral Evren hingga 1989 banyak diwarnai oleh penculikan dan penyiksaan terhadap oposisi dan kelompok anti pemerintah. Tahun 2014 Evren akhirnya divonis penjara seumur hidup oleh sebuah pengadilan di Ankara. Namun lantaran faktor usia, vonis tersebut cuma bersifat simbolis.
Foto: AP
1997: Intervensi Senyap
Kembali militer bereaksi ketika pemerintahan Necmettin Erbakan dinilai menanggalkan prinsip sekulerisme Ataturk. Saat itu dewan jendral, termasuk Panglima Militer Jendral Ismail Hakki Karadayi, mengultimatum pemerintah untuk melaksanakan enam butir tuntutan yang membatasi gerak kelompok Islam. Kudeta itu berhasil menjatuhkan Erbakan. Tapi para jendral yang terlibat kemudian diadili tahun 2012
Foto: Adem Altan/AFP/Getty Images
2016: Kudeta Setengah Hati
Pada Jumat malam, 15 Juli 2016, militer tiba-tiba mendeklarasikan kudeta dan mengklaim telah merebut pemerintahan dari tangan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Saat itu Erdogan sedang berlibur di luar negeri. Militer lalu bergerak merebut tempat-tempat strategis, termasuk kantor stasiun televisi CNN Turki di Istanbul
Foto: Getty Images/G.Tan
Balas Dendam Erdogan
Lewat pesan ponsel Erdogan memerintahkan pendukungnya untuk turun ke jalan. Aparat kepolisian dan pasukan pemerintah dikerahkan buat menghalau kelompok makar. Hasilnya ratusan orang tewas dan ribuan lain luka-luka. Kudeta di Turki dinilai berlangsung tanpa perencanaan matang. Erdogan lalu memanfaatkannya buat memberangus musuh politik yang sebagian besar simpatisan kelompok Gulen
Foto: Reuters/O. Orsal
7 foto1 | 7
Dituduh terkait Gulen, walaupun tidak terbukti
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh ulama Fethullah Gulen, yang dulu pernah jadi sekutunya, sebagai dalang upaya kudeta. Banyak warga Turki yang dipaksa keluar dari pekerjaannya, atau dihadapkan ke pengadilan juga dituduh memiliki hubungan dengan Gulen. Sebaliknya Amnesty Inernational mencatat, banyak dari mereka tidak punya kaitan apapun dengan Gulen. Mereka hanya aktivisis dan wartawan yang menuntut tanggungjawab pemerintah atau menyokong demokrasi.
Amnesty International menyerukan Turki untuk menghentikan keadaan darurat dan langkah drastis pemerintah yang melampaui batas, sebelum kebebasan dan pandangan kritis masyarakat sepenuhnya hilang. Termasuk dalam kelompok orang yang menghadapi penyelidikan adalah dua pimpinan Amnesty International di Turki. Seorang dari mereka telah dipenjara hampir setahun.
ml/vlz (ap, afp)
Kurdi - Kaum Yang Mencari Kebebasan
Referendum yang diadakan warga Kurdi di kawasan otonomi di Irak Utara sudah mulai menarik perhatian internasional. Siapakah kaum yang bergelut mencari kebebasan ini?
Foto: picture-alliance/AP Photo/E.Gurel
Orang Kurdi dan tempat tinggalnya
Populasi Kurdi besarnya sekitar dua puluh lima sampai tiga puluh juta orang. Orang-orang ini tinggal di daerah pegunungan yang tersebar di lima negara, yaitu Irak, Suriah, Turki, Iran dan Armenia.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Feher
Hubungan tidak harmonis
Kaum Kurdi tidak memiliki negara sendiri yang terpisah. Tapi mereka sejak lama telah berkampanye untuk otonomi atau kemerdekaan. Itulah sebabnya hubungan mereka dengan pemerintah negara Turki, Irak, Suriah dan Iran tidak harmonis
Foto: picture-alliance/dpa/B. Feher
Kurdistan
Pada tahun 1992, Pemerintah Daerah Kurdistan dibentuk di Irak. Majelis Nasional Kurdistan, parlemen pertama yang dipilih secara demokratis di wilayah Kurdistan Irak, membentuk pemerintah ini.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Vinogradov
Punya militer
Kurdistan memiliki parlemen sendiri, juga pasukan yaitu Peshmerga. Para pejuang Peshmerga sering jadi kepala berita, terutama karena sukses melawan kelompok teror ISIS. Pemerintah Kurdistan juga memiliki kebijakan perbatasan dan luar negerinya sendiri.
Foto: picture-alliance/AP Images/M. Sohn
Keyakinan agama
Kebanyak orang Kurdi memeluk Islam Suni. Tetapi ada juga juga yang memeluk agama-agama lain, seperti Kristen, Yazidi, Alevi dan agama etnis Kurdi.
Foto: Reuters/A. Lashkari
Mimpi dari negara yang berbeda
Setelah jatuhnya Kekaisaran Ottoman di masa Perang Dunia Pertama, koalisi negara-negara Barat yang menang perang memecah belah Kurdistan dan menempatkannya dalam beberapa negara. Itu didasari kesepakatan yang disebut Traité de Sèvres dari 1920.
Foto: A. Spyra
Kekhawatiran negara tetangga Irak
Turki dan Iran khawatir bahwa karena referendum kemerdekaan yang diadakan di Irak Utara, Senin 25 September 2017, warga minoritas Kurdi di negara mereka akan menuntut kebebasan juga. Kini kedua negara itu mengancam akan menghentikan hubungan bisnis mereka dengan kawasan otonomi Kurdi di Irak Utara.
Foto: picture-öalliance/dpa/B. Rössler
Bagaimana hubungan dengan Amerika Serikat?
Banyak negara barat juga menolak untuk menerima referendum orang Kurdi. Mereka mengatakan itu bisa memperburuk situasi Timur Tengah yang saat inipun sudah tidak stabil. Foto: polisi anti huru-hara dikerahkan ketika warga pro Kurdi berdemonstrasi di Istanbul (26/10/2017). Penulis: Ashok Kumar (ml/as)