Turki dituding memulangkan paksa pengungsi Suriah kembali ke zona perang. Laporan itu menohok perjanjian yang dibuat Uni Eropa. Dalam beberapa kasus serdadu Turki bahkan menembak pengungsi yang melintasi perbatasan
Iklan
Organisasi HAM, Amnesty International, menuding Turki memulangkan paksa ratusan pengungsi Suriah sejak pertengahan bulan Januari. Dalam laporannya, Amnesty menegaskan Turki bukan negara aman buat pengungsi dan mengritik perjanjian dengan Uni Eropa sebagai sebuah "kesalahan fatal."
Organisasi yang bermarkas di London, Inggris, itu mengatakan pihaknya memantau hingga 100 pengungsi Suriah yang tidak diregistrasi dipulangkan paksa setiap hari di perbatasan. "Pemulangan paksa oleh Turki mengejutkan dan tidak berperikemanusiaan," tutur John Dalhuisen, Direktur Eropa dan Asia Tengah di Amnesty.
Sesuai kesepakatan antara Uni Eropa dengan Turki yang akan mulai berlaku tanggal 4 April, Eropa akan memulangkan pengungsi Suriah yang mendarat di Yunani ke Turki. Di kawasan Turki, Eropa berjanji akan membiayai pembangunan kamp pengungsi.
"Bukannya mendesak Turki untuk memperbaiki perlindungan terhadap pengungsi, Uni Eropa malah melakukan tindakan sebaliknya. Karena putus asa dan ingin menutup perbatasannya, UE mengabaikan fakta bahwa Turki bukan negara aman buat pengungsi" , tutur Dalhuisen
Terdampar di perbatasan Turki
Di awal perang saudara, warga Suriah yang memiliki paspor berhak melintasi perbatasan secara legal atau ilegal. Kini cuma pengungsi yang membutuhkan layanan medis yang diizinkan masuk Turki. Saat ini sekitar 200.000 pengungsi Suriah terdampar di wilayah perbatasan tanpa bisa masuk ke Turki.
Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) bahkan mengatakan pihaknya mendapat laporan, bahwa 16 pengungsi, termasuk tiga orang anak, tewas ditembak saat berusaha melintas paksa perbatasan Turki.
Menurut kesaksian seorang penyelundup manusia di Turki, kasus penembakan banyak terjadi di kota Ras al-Ain dan Guvveci. "Serdadu Turki dulu menolong pengungsi melintasi perbatasan, bahkan membawakan tas mereka. Kini para serdadu itu justru menembaki mereka," tuturnya kepada SOHR.
rzn/as (ap,amnesty)
Inilah Aktor Utama Perang Suriah
Konstelasi konflik Suriah kini makin rumit. Perang dipicu ketidakpuasan rakyat atas rezim di Damaskus. Tapi di belakang layar juga ada negara lain yang ikut terlibat, baik yang punya kepentingan atau tunggangi konflik.
Foto: picture alliance/AP Photo/A. Kots
Bashar al Assad
Presiden Suriah ini bersama rezim di Damaskus adalah penyebab utama pecahnya perang saudara yang dimulai 2011. Rakyat yang tak puas atas kepemimpinannya 4 tahun silam menggelar berbagai aksi protes yang dijawab dengan tembakan peluru tajam. Sumbu peledak perang adalah tewasnya beberapa remaja yang menggambar grafiti anti Assad di tahanan aparat keamanan.
Foto: AP
Pemberontak Suriah
Mereka menamakan diri kelompok oposisi. Dalam kenyataanya mereka adalah kelompok militan yang punya berbagai agenda, dan kebetulan punya satu sasaran, yaitu menumbangkan rezim Bashar al Assad. Kelompok paling menonjol adalah Free Syrian Army, serta Front al Nusra yang merupakan cabang al Qaida di Suriah. Akibat perang saudara, 300.000 tewas dan lebih 12 juta warga Suriah mengungsi.
Foto: Reuters
Islamic State (IS)
Walaupun baru muncul awal tahun 2014, IS merupakan kelompok bersenjata paling kuat dan ditakuti. Kelompok Sunni ini didukung pakar militer bekas pasukan elit Saddam Hussein dari Irak. Anggotanya berdatangan dari berbagai negara Eropa. Kebanyakan anak muda, militan, radikal, dan punya keahlian di bidang militer maupun teknologi informatika. IS kini menguasai kawasan luas di Suriah dan Irak.
Foto: picture-alliance/Balkis Press
Arab Saudi
Merupakan negara pendukung kelompok pemberontak Sunni di Suriah. Arab Saudi terutama ingin menumbangkan rezim Assad dan meredam hegemoni penunjang kekuasaanya, yaitu Iran. Mereka sekaligus juga memerangi IS agar tidak semakin kuat. Riyadh punya kepentingan agar Suriah tidak runtuh, yang akan menyeret Libanon dan Irak serta seluruh kawasan ke situasi chaos.
Foto: picture-alliance/AP/Manish Swarup
Iran
Sebagai negara pelindung kaum Syiah, Iran mendukung milisi Hisbullah di Libanon yang bertempur membela rezim Al Assad. Iran juga mengirim tentara serta penasehat milternya ke Damaskus. Mula-mula kehadiran Iran tidak dianggap. Tapi perkembangan situasi menyebabkan pemain besar lainnya kini mulai merangkul pemerintah di Teheran untuk solusi krisis Suriah.
Foto: AP
Turki
Ankara takut terbentuknya negara Kurdistan di Suriah. Karena itu dengan segala cara hal ini hendak dicegah. Turki juga "melatih" pemberontak Suriah dengan dibantu biaya AS. Presiden Recep Tayyip Erdogan juga berseteru dengan Assad. Selain itu kaum Kurdi di Irak juga makin kuat karena mendapat dukungan Iran. Inilah yang membuat Turki mengerahkan militernya ke perbatasan atau melewatinya.
Foto: AP
Amerika Serikat
Keterlibatan Washington di kawasan dimulai 2003 dengan tumbangkan penguasa Irak, Saddam Hussein. Vakum kekuasaan picu runtuhnya Irak dan destabilisasi keamanan hingga ke Suriah. Kondisi ini yang juga ciptakan Islamic State (IS) yang mampu kuasai kawasan luas di Irak dan Suriah. AS juga membiayai pelatihan pemberontak "moderat" dengan dana 500 juta US Dolar, sebagian menyeberang ke Al Qaida.
Moskow dikenal sebagai pendukung rezim di Damaskus. Akhir 2015 Rusia memutuskan lancarkan serangan udara terhadap IS. Operasi militer ini memicu kecaman di kalangan NATO. AS dan Turki mengklaim serangan udara Rusia ditujukan ke kelompok pemberontak anti Assad. Insiden penembakan jet Rusia oleh militer Turki makin panaskan situasi.