1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Di Turki, Jadi Gay Bisa Membuat Anda Kehilangan Pekerjaan

Burcu Karakas
19 Maret 2019

Seorang polisi Turki yang terindentifikasi sebagai homoseksual diskors dari tugasnya di kota Van. Sebelumnya ia telah bekerja selama lebih dari 10 tahun di sana. DW merinci mimpi buruknya.

Türkei homosexueller Polizist, der suspendiert wurde
Foto: DW/B. Karakas

Metin* polisi Turki berusia 38 tahun di kawasan timur Anatolia dijatuhi hukuman skors dari tempatnya bekerja karena ia seorang gay. Ia bertutur, tidak percaya apa yang menimpanya.

 "Ketika mereka mengetahuinya, saya sudah menduga, ini akan mengancam pekerjaan saya”, kenang Metin. Dia menambahkan, ia bingung dan tidak tahu yang harus dilakukan. Terutama ia khawatir apa yang dipikirkan para seniornya tentang hal ini. Ia khawatir akan dipermalukan.

Semua bermula ketika Metin, yang gaya hidupnya bisa dibilang konservatif, dipenjara karena alasan "kekerasan seksual”. Dia pun diskors dari pekerjaannya karena ketahuan berhubungan dengan seorang lelaki, yang ia temui dua tahun lalu di kota Van. Baik keluarga maupun teman-temannya tidak tahu soal orientasi seksual Metin.

Seketika, semuanya menjadi buruk

Suatu hari, ketika Metin dan partnernya sedang minum teh di kantin kantor polisi, ia tiba-tiba dipanggil. Ketika ia kembali partnernya sudah menghilang. Ternyata partnernya ditangkap petugas kepolisian untuk diinterogasi. Metin mengungkap, saat itu partnernya panik dan terpaksa berbohong dengan mengatakan bahwa ia juga bekerja sebagai polisi. Setelah diteliti, pihak kepolisian mengungkap kebohongannya dan memenjarakan partner Metin dengan alasan menyamar sebagai pelayan publik.

Ketika diinterogasi ia mengatakan bahwa Metin memaksanya berhubungan sexual, dan ia kini menuntut Metin. Metin kemudian ditangkap karena telah melakukan tindakan "kekerasan seksual" terhadap partnernya. Meski akhirnya sang partner menarik pengaduannya, Metin tetap mendekam di penjara selama delapan hari. Akhirnya Metin tidak jadi diadili karena kurangnya bukti.

Dijauhi rekan kerja

Metin akhirnya dipindahkan ke Zonguldak di pantai Laut Hitam pada musim panas 2017. Rekan-rekan kerjanya di Van tidak ada yang mengucapkan selamat tinggal, kata Metin.

Tapi penderitaan Metin belum selesai. November 2018, komite disiplin kepolisian mengeluarkan aturan, "seorang pelayan publik dapat diskors jika memiliki hubungan yang tidak lazim dengan orang lain”. Ini juga berarti seseorang yang memiliki anak di luar pernikahan tidak dapat bekerja sebagai pelayan publik. Matin pun diskors dari pekerjannya. 

Metin tidak percaya keputusan ini. "Ini soal kehidupan pribadi saya; saya selalu bekerja secara profesional dan tidak pernah ada keluhan atas pekerjaan saya”, ujarnya. Situasi ini sangat memukulnya; "jika saya tidak boleh melakukan yang saya inginkan, mengapa saya hidup?”

Metin mengambil tindakan

Metin ingin kasusnya dibawa ke pengadilan. Pengacaranya, Firat Soyle berpendapat bahwa skors yang diberikan kepada kliennya tidak sesuai dengan aturan hukum. Ia menambahkan pengadilan konstitusi Turki menekankan prinsip privasi, "memperbolehkan seseorang untuk menjalani hidup berdasarkan pilihan dan keinginan pribadi”. Soyle mengungkap dari pernyataan tersebut, kehidupan pribadi seseorang harus dilindungi dari campur tangan pihak luar, termasuk orientasi seksual seseorang.

Universitas Kadir Has di Istanbul dan Kaos Gay and Lesbian Cultural Research and Solidarity Association (Kaos GL) menerbitkan studi tentang kaum LGBTQI yang bekerja untuk instansi pemerintahan Turki. Hasilnya, pegawai negeri dari kaum LGBTQI merasa semakin tertekan dengan suasana kerja yang makin sulit, sejak gagalnya kudeta 2016. Hukum yang baru bahkan memperbolehkan diberhentikerjakannya kaum LGBTQI yang bekerja bagi institusi peradilan.

Turki harus menghargai hukum internasional

Mustafa Sarıyılmaz, ahli bidang kebijakan sosial di The Association for Gender Identity and Sexual Orientation Research (SpoD) Istanbul menegaskan bahwa seseorang yang hidup di negara demokrasi tidak boleh mengalami diskriminasi karena pilihan orientasi seksual dan identitas gendernya.

Hingga kini, Metin belum memiliki pekerjaan, walaupun telah banyak mengirimkan lamaran kerja. Dia hanya berharap, dapat kembali bekerja sebagai polisi. (ga/ml)

*Nama lengkap hanya untuk diketahui DW.

 

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait