Turki Miliki Bukti Jurnalis WP Dibunuh di Konsulat Saudi
12 Oktober 2018
Media AS melaporkan, pemerintah Turki memiliki rekaman yang membuktikan Jamal Khashoggi dibunuh pada awal Oktober. Turki menuduh Arab Saudi perintahkan satu kelompok untuk yang membunuh Khashoggi dan membuang mayatnya.
Iklan
Pemerintah Turki memiliki rekaman audio dan video yang membuktikan bahwa jurnalis Jamal Khashoggitewas di konsulat Saudi di Istanbul, Turki, awal bulan lalu, Demikian dilaporkan Washington Post, Kamis (11/10/18).
Mengutip pejabat AS dan Turki yang tidak disebutkan namanya, Washington Post melaporkan bahwa rekaman tersebut menunjukkan, Khashoggi tengah diinterogasi, disiksa dan dibunuh. Khashoggi, wartawan Arab Saudi yang menetap di AS dan bekerja untuk Washington Post, berada di konsulat Saudi pada 2 Oktober untuk mengurus dokumen pernikahan.
Tidak jelas apakah para pejabat AS benar-benar melihat atau mendengar rekaman itu, tetapi Washington Post melaporkan bahwa para pejabat Turki telah memberikan laporan mengenai rekaman tersebut kepada pejabat AS.
Riyadh membantah keterlibatan
Turki menuduh Arab Saudi membunuh Khashoggi dan membawa jasadnya keluar dari konsulat. Rabu (11/10/18), media Turki merilis video pengawas CCTV yang yang menunjukkan apa yang dikatakan sebagai "regu pembunuh" beranggotakan 15 orang dari Arab Saudi.
Mereka yang ditahan dan tersingkir
Gerakan bersih-bersih di Saudi turut menyapu para pangeran & pejabat yang selama ini tak tersentuh. Namun penyingkiran mereka juga dinggap untuk mengukuhkan posisi Putra Mahkota. Siapa saja yang ditahan dan tersingkir?
Foto: Reuters/Saudi Press Agency
Pangeran Al-Waleed bin Talal
Sang pangeran dikenal sebagai seorang miliuner dan pemilik perusahaan investasi raksasa Kingdom Holding. Keluarga kerajaan yang dikenal lantang bersuara ini, diketahui memiliki saham di perusahaan raksasa dunia seperti Twitter, Apple dan Citigroup. Pria yang aktif mengadvokasi hak perempuan ini dituding melakukan praktik pencucian uang dan penyuapan serta memeras pejabat.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Ammar
Pangeran Miteb bin Abdullah
Ada dua putra mendiang Raja Abdullah yang ditahan. Putra pertama adalah Pangeran Miteb, yang dulunya dianggap berpotensi menduduki tahta Putra Mahkota. Sebelum ditahan, ia terlebih dahulu dilengserkan dari posisinya sebagai menteri garda nasional. Ia dituding melakukan penggelapan dan memberi kontrak ke perusahaannya untuk proyek walkie talkie & perlengkapan militer bernilai miliaran Riyal Saudi.
Foto: Reuters/P. Wojazer
Pangeran Turki bin Abdullah
Putra mendiang Raja Abdullah lainnya yang ditahan adalah Pangeran Turki. Mantan gubernur Riyadh ini ditahan karena diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek Metro Riyadh dan memanfaatkan pengaruhnya untuk mendapatkan kontrak proyek yang diberikan ke perusahaannya sendiri.
Foto: picture-alliance/dpa/SPA
Pangeran lainnya...
Ada dua nama pangeran yang terungkap turut ditahan yakni Pangeran Fahad bin Abdullah bin Mohammad al-Saud, mantan wakil menteri pertahanan dan Pangeran Turki bin Nasser, mantan kepala pusat Meteorologi dan Lingkungan Hidup. Belum diketahui pada kasus korupsi apa keduanya diduga terlibat.
Foto: Getty Images/AFP/A. Hilabi
Alwalid al-Ibrahim
Pengusaha Saudi ini dikenal memiliki koneksi dekat dengan keluarga kerajaan. Ia memimpin grup Middle Eastern Broadcasting Company (MBC), perusahaan media swasta terbesar di Timur Tengah dan Afrika Utara. Setelah beroperasi 26 tahun, MBC kini memiliki 18 saluran televisi. Sosoknya kerap masuk daftar 50 pengusaha berpengaruh versi Arabian Business. Penyebab pengusaha ini ditahan belum diketahui.
Foto: picture-alliance/abaca/Balkis Press
Ibrahim Al-Assaf
Ibrahim al-Assaf, dulunya adalah mantan menteri keuangan dan anggota komisaris perusahaan minyak nasional, Aramco. Al-Assaf ditahan atas tuduhan melakukan penggelapan dana dalam proyek perluasan Masjidil Haram. Selain itu, ia juga diduga memanfaatkan jabatannya untuk meraih informasi internal dalam upaya membeli sejumlah tanah.
Foto: Getty Images/AFP/F. Nureldine
Adel al-Fakieh
Sejak April 2007, ia menjabat sebagai menteri keuangan hingga akhirnya dicopot dari posisinya bersamaan waktunya dengan penggulingan Pangeran Miteb bin Abdullah dari posisi menteri garda nasional. Ia pernah memainkan peran penting dalam menyusun reformasi yang disiapkan Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Tidak diketahui alasan pasti penangkapannya. ts/rzn (ap, reuters, bbc)
Foto: picture-alliance/dpa/M. Kappeler
7 foto1 | 7
Video tersebut tidak memperlihatkan keseluruhan adegan yang terjadi di dalam konsulat. Sebelumnya para pejabat AS dan Turki berspekulasi bahwa kelompok tersebut kemungkinan dikirim untuk menculik Khashoggi dan membawanya ke Arab Saudi, tapi tidak membunuhnya.
Arab Saudi membantah tuduhan ini dan menyatakan tidak mengetahui sama sekali tentang keberadaan Khashoggi, setelah ia meninggalkan gedung konsulat. Kasus yang lebih memanaskan hubungan Turki Arab Saudi ini terjadi ketika ekonomi Turki berada dalam kesulitan.
Sementara itu, penasehat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Ibrahim Kalin mengatakan, Ankara dan Riyadh telah membentuk "kelompok kerja bersama" atas permintaan Saudi "untuk menjelaskan segala sisi dari kasus Khashoggi."
Turki telah diberi izin untuk melakukan penyelidikan dalam konsulat Saudi, tetapi belum melakukannya.
Kunjungan Raja Salman di Indonesia ikut menebar pesona monarki Arab Saudi. Namun kenapa masa lalu penguasa berusia senja itu dikaitkan dengan geliat terorisme di Afghanistan dan Bosnia? Inilah kisahnya.
Foto: picture-alliance/dpa
Bantuan Sipil Menuai Teror
Sebelum berkuasa, Salman ibn Abd al-Aziz Al Saud, sering dipercaya mengelola dana sumbangan Arab Saudi. Namun berulangkali aliran dana dari Riyadh mendarat di kantung kelompok teror seperti Al-Qaida. Salman mengaku bertindak dengan tulus dan bersikeras "bukan tanggungjawab kerajaaan, jika pihak lain menyalahgunakan dana donasi Arab Saudi buat terorisme."
Foto: Getty Images/AFP/S.Loeb
Menghadang Soviet di Hindukush
Tudingan terhadap Salman pertamakali dilayangkan oleh bekas perwira Dinas Rahasia AS CIA, Bruce Riedel. Dia yang kini juga penasehat pemerintah buat urusan Timur Tengah mengklaim Salman ikut mengumpulkan dana untuk Mujahiddin Afghanistan saat invasi Uni Sovyet di dekade 1980an. Selain itu ia juga menyuplai dana buat mempersenjatai kelompok muslim dalam perang Kosovo.
Foto: picture-alliance/dpa
Duit buat Mujahiddin
Persinggungan Salman dengan terorisme berawal dari perintah Raja Khalid mengumpulkan donasi untuk Mujahidin Afghanistan. Menurut Riedel, sumbangan pribadi dari kerajaan untuk kelompok perlawanan di Afghanistan mencapai 25 juta Dollar AS per bulan. Pengamat Timur Tengah AS, Rachel Bronson, pernah menulis Salman membantu merekrut gerilayawan buat kelompok Abdul Rasul Sayyaf, mentor Osama bin Laden
Foto: picture-alliance/dpa
Simpati buat Bosnia
Tahun 1992 Salman diangkat oleh Raja Fahd untuk mengepalai lembaga bantuan Saudi High Commission for Relief for Bosnia and Herzegovina (SHC). Melalui lembaga tersebut ia mengumpulkan donasi untuk membantu warga muslim Bosnia, hingga ditutup tahun 2011. Pada 2001 SHC telah mengumpulkan dana kemanusiaan senilai 600 juta Dollar AS. Namun sebagian ditengarai disalahgunakan buat persenjataan.
Foto: picture-alliance/dpa/Barukcic
Razia Sarajevo
Pada 2001 NATO mencurigai adanya aliran dana Saudi yang digunakan buat membeli senjata dan merazia kantor cabang SHC di Sarajevo. Di sana mereka menemukan berbagai dokumen teror, termasuk foto sebelum dan sesudah serangan Al-Qaida, instruksi buat memalsukan lencana Kementerian Luar Negeri AS dan peta gedung-gedung pemerintahan di Washington.
Foto: picture alliance/ZB/B. Pedersen
Donasi Kompori Perang
Razia Sarajevo merupakan bukti pertama aktivitas gelap SHC di luar bantuan kemanusiaan. Antara 1992 dan 1995, Uni Eropa melacak jejak donasi dari akun pribadi Salman senilai 120 juta dari SHC ke organisasi bantuan bernama Third World Relief Agency (TWRA). Data CIA menyebut TWRA menghabiskan sebagian besar dana sumbangan untuk mempersenjatai gerilayawan dalam perang di Balkan.
Foto: Sebastian Bolesch
Kesaksian Sang Pembelot
2015 silam, Zacarias Moussaoui, pembelot Al-Qaida memberi kesaksian di PBB yang menyebut SHC dan TWRA merupakan sumber dana terbesar buat Al-Qaida di Bosnia, termasuk untuk membiayai pembentukan sayap militer berkekuatan 107 orang. Menurutnya SHC "membiayai dan menyokong operasi Al-Qaida di Bosnia."
Foto: AP
Hingga ke Somalia
Sebab itu Amerika Serikat memasukkan SHC dalam daftar hitam terorisme. Dinas Rahasia Pertahanan (DIA) juga pernah menuding SHC mengirimkan senjata kepada Mohamed Farrah Aidid, gembong teror Somalia yang dikenal lewat film Black Hawk Down. Padahal saat itu Somalia mengalami embargo senjata PBB sejak Januari 1992.
Foto: John Moore/Getty Images
Bumerang Teror
Aktivitas kemanusiaan Salman yang secara tidak langsung menghidupi Al-Qaida justru menjadi bumerang. Pada 2003 Arab Saudi mengalami gelombang terorisme oleh bekas gerilayawan yang pulang dari medan Jihad. Saat itu Salman mengumumkan di media bahwa para bekas Mujahiddin itu "didukung oleh ekstrimis Zionisme yang bertujuan menghancurkan Islam." (Sumber: Foreign Policy, NYTimes, Guardian, JPost)