1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

UE: Perlombaan Menuju Revolusi Industri Hijau Telah Dimulai

17 Maret 2023

Komisi Eropa umumkan paket stimulus hijau untuk mendorong ekonomi ramah iklim. Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen canangkan perlombaan teknologi hijau untuk saingi Amerika Serikat dan Cina.

Ursula von der Leyen
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, mengumumkan inisiatif industri hijau di Brussels.Foto: Yves Herman/REUTERS

Dua legislasi disahkan Komisi Eropa pada Kamis (16/3), yakni UU Industri Nol-Emisi  dan UU Bahan Baku Kritis, dirancang untuk membantu pelaku industri bersaing dengan perusahaan AS dan Cina. 

Selain mendorong pengembangan teknologi hijau dan dekarbonisasi industri, Komisi Eropa juga ingin mengamankan akses terhadap bahan mineral yang diperlukan, seperti logam tanah jarang. 

Komoditas seperti lithium, magnesium, silikon atau tembaga tergolong langka dan sulit diolah, tapi bersifat vital bagi teknologi modern, seperti produksi mikrochip. 

"Mineral-mineral ini dibutuhkan untuk memproduksi telepon seluler, mobil elektrik, mikrochip, baterai, panel surya dan kincir angin. Semua tidak bisa berfungsi tanpa mineral kritis,” kata presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.

Topang Mobilitas Manusia dengan Energi Terbarukan

03:56

This browser does not support the video element.

Dekarbonisasi dan transisi energi

Melalui inisiatif teranyar, Uni Eropa ingin membangun kapasitas penambangan dan pengolahan, sektor yang selama ini dikuasai Cina atau Australia.

Dekarbonisasi industri dan transisi menuju teknologi ramah lingkungan dipandang sebagai satu-satunya peluang mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah krisis iklim. 

Kepada Parlemen, Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, mengatakan dana investasi untuk pengembangan ekonomi hijau di seluruh dunia akan tumbuh tiga kali lipat pada 2030 dibandingkan 2021 silam, yang berkisar USD 1 triliun atau sekitar Rp 15.300 triliun. "Perlombaannya telah dimulai,” kata dia.

Pada 2030, UE ingin menambang 10 persen mineral kritis yang dikonsumsi, mendaur ulang 15 persen dan menambah kapasitas pengolahan mineral untuk menutupi 40 persen kebutuhan domestik.

Cina saat ini mengolah hampir 90 persen logam tanah jarang dan 60 persen lithium di dunia. Kedua komoditas merupakan bahan baku utama untuk produksi baterai. 

Mengamankan suplai bahan baku

"Pada dasarnya, kami ingin merajai industri hijau di masa depan," kata Wakil Presiden Komisi Eropa, Valdis Dombrovskis, dalam jumpa pers di Brussels, Kamis (16/3).

Era Energi Terbarukan Picu Peningkatan Penambangan Litium

04:15

This browser does not support the video element.

Demi mengurangi kebergantungan, UE membatasi jumlah mineral kritis yang boleh diimpor dari sebuah negara di angka 65 persen. Hal ini dipandang penting sejak pandemi Covid-19 dan invasi Rusia di Ukraina yang menelanjangi kerentanan rantai suplai global.

Komisi Eropa melihat rencana penambangan mineral kritis sebagai "proyek strategis,” yang sebabnya akan diprioritaskan dalam proses perizinan dan pendanaan.

Sementara dalam isu perdagangan, UE ingin membangun aliansi mineral kritis melalui kemitraan bilateral atau perjanjian perdagangan bebas. Kebijakan ini terutama berlaku bagi Australia, Kanada dan Chile, tiga produsen besar logam tanah jarang.

UE juga mencanangkan akan memproduksi sendiri sekitar 40 persen kebutuhan teknologi hijau pada 2030. Komisi Eropa akan mengkaji ulang skema keringanan pajak yang ada untuk mengarakan subsidi ke sektor teknologi hijau. 

"Eropa bukan benua yang kaya sumber daya alam," kata Dombrovskis. Menurutnya, kebergantungan besar pada Cina "adalah bukan cara yang stabil atau bisa diandalkan untuk membangun industri masa depan. Jadi kita harus segera mempercepat diversifikasi."

rzn/ap (rtr,afp)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya