UE Siapkan Strategi Baru untuk Memulangkan Imigran Ilegal
28 April 2021
Rencana memulangkan kembali imigran ilegal menjadi bagian dari paket reformasi imigrasi Uni Eropa. Strategi baru UE mencakup prosedur hukum, seperti upaya deportasi dan pembatasan visa.
Iklan
Uni Eropa mempresentasikan strategi baru pada Selasa (27/04) untuk membujuk negara-negara asal imigran yang enggan menerima kembali pencari suaka yang telah ditolak oleh blok itu.
Strategi tersebut merupakan bagian dari paket reformasi imigrasi UE, yang mencakup konseling bagi para imigran yang datang tanpa izin. UE juga ingin membantu para imigran berintegrasi kembali begitu tiba di tanah air mereka.
Faktor-faktor lain dalam strategi tersebut melibatkan prosedur hukum dan operasional yang "lebih mulus" untuk mendeportasi mereka, serta melakukan pembatasan visa.
Wilayah yang mungkin dilintasi saat melakukan perjalanan ke Eropa juga diimbau menampung para pencari suaka, demikian menurut Komisi Eropa.
UE mengakui kekurangannya
"Bukan rahasia lagi jika Uni Eropa sejauh ini tidak melakukannya dengan baik," kata Wakil Presiden Komisi UE Margaritis Schinas kepada wartawan. Schinas menjabarkan rencana baru UE dalam memastikan para pencari suaka kembali ke negaranya.
"Kami sedang membangun ekosistem baru - meningkatkan kerja sama dengan negara ketiga, dan meningkatkan kerangka tata kelola kami," tulis Schinas.
Dia menambahkan: "Eropa akan tetap menjadi tujuan suaka bagi mereka yang menyelamatkan diri dari penganiayaan dan perang. Namun, mereka yang tidak memiliki hak untuk tinggal harus dikembalikan ke negara asalnya. Jika tidak dilakukan, maka akan merusak kredibilitas sistem kami dan mencegah kami melindungi mereka yang membutuhkannya", tandas wakil presiden Komisi UE itu.
Kehidupan dan Sejarah Imigran di Jerman
Jerman adalah negara yang jadi tujuan imigran kedua terbesar setelah AS. Selama 60 tahun Jerman sudah menerima imigran. Sekarang sebuah pameran menengok kembali sejarah ini.
Foto: DW/J. Hennig
Nomor Dua di Dunia
Tahun 2013, sekitar 1,2 juta orang berimigrasi ke Jerman. Jerman, baik Barat dan Timur, sudah mengiklankan diri sebagai negara tujuan pekerja tamu sejak 1950-an. Sekarang, imigran terutama berasal dari negara-negara yang baru jadi anggota Uni Eropa. Mereka memperkaya kebudayaan dan keanekaragaman kuliner di Jerman.
Foto: DW/J. Hennig
Para "Gastarbeiter" (Pekerja Tamu)
Di tahun 1950-an Jerman Barat mengalami kemajuan ekonomi. Untuk mengatasi situasi kurangnya pekerja, pemerintah mempromosikan kemungkinan kerja bagi pekerja tamu dari luar negeri. Mulai 1950-an, sebagian besar orang yang datang ke Jerman sebagai pekerja, hidup dalam kemiskinan di negara asalnya.
Foto: DW/J. Hennig
Kantor Penghubung
Antara 1955 dan 1968 Jerman Barat menandatangani kesepakatan dengan Italia, Spanyol, Yunani, Turki, Maroko, Korea Selatan, Portugal, Tunisia dan Yugoslavia. Di negara-negara itu didirikan kantor khusus untuk orang-orang yang ingin melamar pekerjaan.
Foto: DW/J. Hennig
Pemeriksaan Kesehatan
Sebelum pekerja diijinkan datang ke Jerman, kesehatan mereka diperiksa lebih dulu. Hanya mereka yang sehat dan mampu bekerja mendapatkan pekerjaan di Jerman Barat.
Foto: DW/J. Hennig
Yang Kesatu Juta
Armando Rodrigues de Sá dari Portugal (38), menjadi pekerja ke 1 juta, disambut kedatangannya di stasiun kereta api Köln-Deutz pada September 1964. Pengrajin kayu itu mendapat hadiah sepeda Motor, yang kini masih tersimpan di Museum Haus der Gesichte Bonn.
Foto: DW/J. Hennig
Seberangi Eropa dengan "Türkenkutsche"
Dengan Ford Transit ini, Sabri Güler mengadakan perjalanan dari utara ke selatan Eropa. Pedagang bahan pangan dari Turki itu menjadikan mobil ini sebagai toko keliling. Ford model ini sangat disukai imigran Turki, karena bisa memuat banyak barang. Karena itu, di Jerman Ford Transit sering disebut "Türkenkutsche" (Kereta Turki).
Foto: DW/J. Hennig
Pekerja Kontrak di Jerman Timur
Pertengahan 1960-an pekerja tamu juga dibutuhkan di Jerman Timur yang komunis. Mereka disebut pekerja kontrak, dan terutama bekerja di industri tekstil. Sebagian besar dari mereka berasal dari negara sosialis seperti Vietnam, Kuba dan Aljazair. Pekerja imigran di Jerman Timur lebih sedikit daripada di Barat. Tahun 1989 jumlahnya hanya 190.000, sedangkan di Jerman Barat sudah lima juta orang.
Foto: DW/J. Hennig
Makanan Khas dari Berbagai Negara
Banyak pekerja tamu akhirnya tinggal di Jerman dan mendatangkan keluarga mereka. Mereka membawa serta banyak kebiasaan dan tradisi dari tanah air mereka ke Jerman. Sehingga keanekaragaman budaya menyebar. Ini tampak paling jelas jika melihat menu di restoran. Döner (Turki) sekarang jadi salah satu makanan cepat saji yang paling disukai di Jerman.
Foto: DW/S. Soliman
Kepala Berita Yang Negatif
Tahun 1980-an dan 1990-an muncul perdebatan di Jerman, karena timbulnya kekhawatiran terbentuknya "geto" kaum migran di kota-kota. Di samping itu, kriminalisasi remaja yang berlatar belakang imigran meningkat, dan diberitakan banyak media. Awal tahun 1990-an di Jerman Barat dan Timur terjadi sejumlah kekerasan rasisme.
Foto: DW/J. Hennig
Tradisi vs. Kebudayaan Barat
Di keluarga-keluarga imigran juga terjadi konflik kebudayaan. Sutradara Jerman-Turki Fatih Akin mengangkat pertentangan pendidikan Muslim-Turki dan kehidupan gaya Barat dalam filmnya "Gegen die Wand". Di festival film Berlinale 2004, film itu jadi produksi Jerman yang kembali mendapat penghargaan Beruang Emas, setelah 17 tahun sebelumnya penghargaan selalu diraih negara lain.
Foto: DW/J. Hennig
Pangeran Balam I
Organisasi karnaval dari kota Aachen, "Koe Jonge" mendeklarasikan Balam Bayarubanga asal Uganda jadi "pangeran". Balam I adalah pangeran karnaval pertama di Jerman yang berkulit hitam. Dengan langkah itu, organisasi pencinta karnaval ini memberikan sinyal menentang rasisme dan mendukung integrasi. Kostum pangerannya diserahkan Balam I untuk dipamerkan di museum Haus der Geschichte di Bonn.
Foto: DW/J. Hennig
11 foto1 | 11
Krisis pengungsi tahun 2015
Uni Eropa telah berjuang merombak kebijakan imigrasi setelah lebih dari 1 juta imigran tiba di Eropa tanpa izin pada tahun 2015. Kebanyakan dari mereka adalah pencari suaka dari Suriah.
Masuknya para imigran ilegal memicu salah satu krisis politik pasca-perang terbesar di Eropa ketika negara-negara anggota berdebat mengenai siapa yang harus bertanggung jawab atas para imigran.
Namun demikian, ketika ratusan ribu pencari suaka melintasi perbatasan Jerman, Kanselir Angela Merkel berjanji: "Kita bisa melakukan ini," sambil berusaha meyakinkan mereka yang meragukan kebijakan menerima pendatang baru.
Komisi Eropa mengusulkan reformasi baru yang menyeluruh pada September lalu, tetapi perpecahan belum dapat diatasi, meski jumlah kedatangan imigran telah menurun.
Perpecahan di antara 27 negara anggota UE telah mendorong blok tersebut untuk mengajukan proposal baru pada Selasa (27/04) kemarin.
Iklan
Kebijakan garis keras dikritik
Tidak semua orang terkesan dengan strategi baru UE. Catherine Woollard, Direktur Dewan Eropa untuk Pengungsi dan Pengasingan (ECRE), mengatakan, sementara secara umum pemulangan sukarela lebih disukai dibanding relokasi paksa.
"Imigran yang melarikan diri dari kekerasan masih belum ditangani dengan baik oleh sistem suaka," katanya kepada kantor berita DPA.
"Ini berarti bahwa orang menerima penolakan ketika mereka membutuhkan perlindungan. Negara-negara anggota UE mengembalikan orang ke tempat-tempat yang tidak aman."