1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanEropa

Uni Eropa Rencana Luncurkan Sertifikat Vaksin di Musim Panas

18 Maret 2021

Presiden Komisi Uni Eropa umumkan penerbitan 'paspor vaksin' di tengah kekhawatiran atas lambatnya proses vaksinasi di zona ini.

Ilustrasi sertifikat vaksin
Ilustrasi sertifikat vaksinFoto: Firn/Zoonar/picture alliance

Komisi Uni Eropa (UE) pada hari Rabu (17/03) mengusulkan diterbitkannya sertifikat vaksinasi Covid-19 untuk memungkinkan bebasnya perjalanan di dalam negara anggota blok tersebut.

UE berharap dapat menghidupkan kembali sektor perjalanan yang terpukul akibat pembatasan untuk mengekang sebaran pandemi corona. Namun ada kekhawatiran atas kemungkinan timbulnya ketidakadilan akibat peluncuran sertifikat tersebut di tengah proses vaksin yang terbilang lambat.

Apa itu 'Digital Green Certificate'?

Dinamakan sebagai Digital Green Certificate, proposal sertifikat vaksin tersebut dibuat untuk memfasilitasi pergerakan seorang individu dari satu negara anggota ke negara UE lainnya. Sertifikat ini akan berisi informasi tentang vaksinasi COVID-19, proses pemulihan, dan hasil tes.

UE juga akan berkoordinasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) agar sertifikat tersebut diakui di luar Eropa. Blok Uni Eropa menyusun rencana untuk menyelesaikan pekerjaan teknis terkait skema tersebut dalam waktu tiga bulan. Masing-masing negara anggota UE akan mempersiapkan penerbitan dan verifikasi sertifikat ini.

Kekhawatiran apa saja yang muncul?

Ada kekhawatiran akan timbulnya kesenjangan akibat penerbitan sertifikat vaksin jika banyak orang belum menerima vaksin.

Austria, Bulgaria, Kroasia, Republik Ceko, Latvia dan Slovenia pada hari Rabu menyuarakan keprihatinan mereka atas "kemungkinan kesenjangan dalam distribusi vaksin antara negara-negara anggota," seorang pejabat Uni Eropa mengatakan kepada kantor berita Reuters.

UE memiliki target untuk memvaksinasi 70% populasi dewasanya pada akhir musim panas. Tetapi para kritikus sertifikat vaksin menyayangkan lambatnya proses vaksinasi di seluruh UE. Namun blok tersebut menyalahkan perusahaan farmasi atas kekurangan pasokan dan keterlambatan pengiriman. 

Kritikus juga menyuarakan keprihatinan atas implikasi etis dari sertifikat vaksin, mengingat vaksinasi bersifat sukarela. Namun UE telah meyakinkan bahwa penerapan sertifikat digital tidak akan diskriminatif dan akan "memenuhi persyaratan perlindungan, keamanan dan privasi data."

UE mencoba untuk mempercepat proses pemberian vaksin dengan memesan lebih banyak dosis dari pemasok dan memberikan lebih banyak izin bagi produsen vaksin.

Bagaimana dengan suspensi AstraZeneca?

Ancaman lain terhadap rencana vaksinasi di blok tersebut adalah penangguhan penggunaan vaksin AstraZeneca di beberapa negara anggota karena masalah keamanan.

Regulator medis UE pada Selasa (16/03) telah mengonfirmasi bahwa mereka tidak menemukan "indikasi" bahwa vaksin AstraZeneca menyebabkan pembekuan darah. Lebih lanjut, European Medicines Agency (EMA) mengatakan manfaat vaksin AstraZeneca "lebih besar daripada risiko efek sampingnya." 

Laporan kasus terbaru COVID-19

Selain masalah sertifikat vaksin, Kepala Komisi UE Ursula von der Leyen pada hari Rabu juga mengancam akan memperkenalkan pembatasan ekspor guna menghentikan pemasok di dalam zona UE mengirimkan vaksin ke luar blok ini, untuk memastikan adanya hubungan "timbal balik" dari pemasok lain.

Ursula von der Leyen menunjuk Inggris yang dituduhnya telah menjalankan larangan ekspor secara de facto untuk mencapai keberhasilan vaksinnya sendiri di dalam negeri. Tuduhan ini dibantah keras oleh London.

Menurut von der Leyen, UE "masih menunggu" pesanan AstraZeneca untuk bisa keluar dari lokasi produksi di Inggris, sementara sekitar 10 juta dosis vaksin dari pabrikan lain telah dikirim ke Inggris Raya dari UE.

"Ini adalah ajakan untuk menunjukkan kepada kami bahwa ada dosis dari Inggris yang sampai ke Uni Eropa, sehingga kita punya hubungan timbal balik," ujarnya.

ae/vlz (AFP, AP, dpa)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait