1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uighur: Bagaimana Cina Memoles Narasi Politik di Xinjiang

13 September 2023

Setahun setelah PBB merilis laporan soal pelanggaran hak asasi manusia terhadap minoritas Uighur di barat laut Cina, Beijing berupaya menunjukkan kepada dunia gambaran berbeda tentang kehidupan di wilayah Xinjiang itu.

Xi Jinping di Xinjiang
Presiden Xi Jinping saat berkunjung ke XinjiangFoto: Yan Yan/Xinhua via AP/picture alliance

Para pengamat mengeluhkan, betapa sedikitnya kemajuan dalam penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia berat di Xinjiang. Kebuntuan tersebut dibarengi upaya pemerintah Cina untuk "mempercantik" narasi tentang kebijakannya terhadap komumitas Uighur.

Pada tahun 2022, sebuah laporan dari Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) menyimpulkan bahwa kemungkinan telah terjadi "kejahatan terhadap kemanusiaan”, atas penahanan secara diskriminatif yang dilakukan pemerintah Cina terhadap anggota minoritas Uighur di Xinjiang.

Beijing menepis tuduhan tersebut, dengan menyebutnya sebagai "disinformasi dan kebohongan yang dibuat oleh kekuatan anti-Cina.” 

Kunjungan Presiden Cina Xi Jinping ke Xinjiang bulan lalu menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis dan organisasi HAM. Mereka menduga Beijing sedang berniat "menegaskan ulang arah kebijakan,” di Xinjiang, tapi dengan narasi yang lebih positif.

Former Uyghur detainees of internment camps

02:44

This browser does not support the video element.

Cina memperketat cengkeramannya di Xinjiang

Presiden Xi menyambangi Xinjiang dua pekan lalu, usai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara ekonomi BRICS di Afrika Selatan, tanpa terlebih dahulu singgah di ibu kota Beijing.

"Anda dapat melihat betapa perkara Uighur menyibukkan pikiran Xi,” ujar Aziz Isa Elkun, seorang penyair Uighur di pengasingan dan asisten peneliti di SOAS University of London.

Kunjungan Xi Jinping menandai kesempatan kedua bagi pimpinan tertinggi Cina itu, sejak Beijing memulai kebijakan dramatis di Xinjiang satu dekade lalu. Terakhir, dia bertandang pada bulan Juli 2022, sebulan sebelum laporan OHCHR dirilis.

Menurut Elkun, Xinjiang berperan penting dalam "konflik utama Cina dengan Barat mengenai supremasi hukum, demokrasi dan hak asasi manusia.”

Sejak Xi Jinping berkuasa pada tahun 2013, Xinjiang sudah berada di bawah pengawasan ketat, dengan ditopang teknologi tinggi. Lebih dari satu juta warga Uighur dilaporkan ditahan di apa yang disebut "kamp pendidikan ulang.”

Pemerintah Cina mengklaim "pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan” dibangun untuk memerangi ekstremisme dan terorisme. Namun Beijing dikritik karena diyakini ingin ikut menghapus identitas dan kebudayaan Uighur di Xinjiang.

"Muslim Uighur dikirim ke pusat penahanan karena … 'mengenakan jilbab', menumbuhkan 'janggut panjang', atau melanggar kebijakan keluarga berencana,” kata peneliti di Program Studi Strategis di ORF, Ayjaz Wani kepada DW.

China: The truth behind the Urumqi tragedy

02:46

This browser does not support the video element.

Pengalihan isu lewat pariwisata

Di tengah tekanan global terkait situasi HAM di Xinjiang, pemerintah Cina justru menggambarkan wilayah tersebut sebagai "kisah sukses” pembangunan, dengan mengundang lebih banyak wisatawan.

Dalam pidatonya di Urumqi bulan lalu, Xi mengatakan Xinjiang "bukan lagi daerah terpencil” dan harus lebih membuka diri terhadap pariwisata domestik dan asing.

"Strategi Beijing adalah mengelola persepsi melalui wisata berpemandu di Xinjiang,” kata Wani, seraya menambahkan bahwa tujuannya adalah untuk memberikan kesan "normal” di wilayah tersebut.

Kantor berita AFP melaporkan bahwa biro pariwisata Xinjiang berencana menghabiskan lebih dari 700 juta yuan (sekitar 1,3 triliun rupiah) tahun ini, untuk membangun hotel mewah dan tempat perkemahan.

Organisasi HAM, Uyghur Human Rights Project, baru-baru ini mendesak perusahaan pariwisata di Barat untuk berhenti menawarkan paket wisata di Xinjiang. 

Tapi Wani sebaliknya memperkirakan akan ada "peningkatan jumlah wisata berpemandu,” terutama dari nebara-negara muslim dan Eropa. Dia malah meyakini akan ada undangan bagi diplomat asing untuk berkunjung dan memuji langkah Beijing memerangi terorisme, "meskipun hal ini kenyataannya mungkin tidak terjadi,” imbuhnya.

UN Uyghur Report

04:43

This browser does not support the video element.

Cina lolos dari tribunal?

Kelompok hak asasi manusia telah menyerukan tindakan lebih aktif dari masyarakat dunia atas isu ini, mengingat hasil laporan PBB yang dirilis tahun lalu. "Kami berharap pemerintah lain dan PBB akan mengambil tindakan lanjutan sekarang,” kata Direktur Asia Human Rights Watch, Maya Wang kepada DW.

Dia menambahkan, ketika perang Rusia di Ukraina mengalihkan perhatian global, para aktivis menghadapi tantangan dalam mempertahankan tekanan terkait penindasan pemerintah Cina terhadap warga Uighur di Xinjiang.

Terbatasnya akses ke wilayah tersebut juga menambah masalah. "Pemerintah Cina ahli dalam mengendalikan informasi,” tandas Wang sambil memaparkan bahwa baik HRW maupun PBB tidak diizinkan mengakses wilayah tersebut secara bebas untuk melakukan pekerjaan pencarian fakta.

Wang berujar, mengingat kurangnya tekanan kolektif dari pemerintah lain, kemungkinan besar Beijing meyakini bahwa "mereka bisa lolos dari tuntutan kejahatan internasional yang paling parah tanpa harus menanggung konsekuensi.”

Dia mengatakan, meskipun jumlah kamp telah dikurangi dalam beberapa tahun terakhir, tidak ada kebijakan penindasan yang diubah atau dicabut. "Bagi warga Uighur yang tinggal di sana, kehidupan mereka selalu penuh penindasan.”

rzn/as

Yu-chen Li Li adalah Jurnalis multimedia dan saat ini bekerja sebagai koresponden Taipei di DW.
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait