Uji Materi Untuk Sahkan Pernikahan Beda Agama
5 September 2014Langkah berani itu dilakukan Anbar Jayadi, perempuan berjilbab berumur 21 tahun yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang bersama empat alumni fakultas hukum UI lainnya mengajukan uji materi atas Undang-undang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi.
"Saya belajar UU Perkawinan itu. Saya lakukan ini sebagai kepedulian saya," ujar Anbar di gedung Mahkamah Konstitusi.
"Kami di Fakultas Hukum UI dulu satu grup debat, dan sudah muncul ide (uji materi) ini dari lama..."
Menurut Anbar, perkawinan seharusnya dilakukan atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan dipaksakan berdasarkan hukum agama. Aturan ini menurut dia, mendorong orang pindah agama hanya karena agar diperbolehkan menikah. Padahal belum tentu ia meyakini agama barunya.
"Ketika mereka dipaksa, itu melanggar kebebasan berkeyakinan.“
Ia bersama empat rekannya yakni Damian, Rangga, Varida dan Luthfi, menilai pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Pasal itu mengatur keabsahan pernikahan yang harus dilandasi hukum agama. Menurut Anbar, penghapusan pasal itu tidak berarti menghapus aspek relijius perkawinan, tapi itu lebih ditujukan agar penikahan beda agama menjadi sah di mata hukum.
"Menghapuskan Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan bukan berarti menghilangkan aspek religius perkawinan. Tapi keabsahan perkawinan itu tidak lagi berdasarkan agama," kata dia.
Sebuah studi yang dilakukan Nuryamin Aini, alumnus Flinders University, Australia, menemukan bahwa pasangan suami istri beda agama sering melakukan manipulasi hukum dan bersikap hipokrit hanya untuk sekedar bisa dinyatakan sah dalam catatan perkawinan.
“Tak sedikit yang pura-pura pindah agama sekadar untuk menggampangkan dalam mengurusi pencatatan nikah,“ kata dia.
ab/ap (detik.com dan sumber lainnya)