1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ukraina Blokir Penyaluran Gas Rusia ke Eropa

13 Januari 2009

Konflik gas Rusia-Ukraina belum berakhir. Ukraina memblokade pengiriman gas Rusia ke Eropa. Produsen penyalur gas Rusia Gazprom menuding Ukraina menutup pipanya meski Rusia sudah mencoba untuk memompa.

Foto: picture-alliance / dpa

Padahal hari Senin kemarin Komisaris energi Uni Eropa Andris Piebalgs telah mengabarkan berita baik, bagi jutaan orang terutama di tenggara Eropa, yang telah menanti-nantikan kabar itu: „Selasa pukul delapan waktu Eropa, tepatnya waktu Brüssel aliran gas akan kembali mengalir ke Uni Eropa. Saya meyakini, kita telah mendapat jalan keluar dari semua masalah terkait soal gas dengan Rusia. Saat ini sangat penting, bahwa pihak Ukraina juga mendukung sepenuhnya, karena merupakan kunci kesuksesan, bahwa ketiga pihak sebenarnya punya semangat yang sama dan keinginan sama agar dapat kembali menyalurkan gas bagi mereka yang membutuhkan."

Namun perkiraan para pengamat sebelumnya yang menyangsikan hal tersebut ternyata terjadi. Setelah pagi hari Ukraina sempat membuka pipanya, kini saluran itu ditutup Ukraina kembali.

Pemerintah Ukraina pada awalnya menambahkan poin persyaratan sebelum tercapainya kesepakatan ini. Poin ini menyangkal, bahwa Ukraina berutang pada Rusia dan mencuri gas yang seharusnya disalurkan bagi Eropa. Namun penambahan poin bukan merupakan bagian dari kesepakatan yang baru dicapai. Di luar itu akan ada pengawas yang akan mengukur volume keluar masuk gas. Pemimpin pengawas Filip Cornelis akhir pekan lalu mengatakan kelompok pengawas yang dipimpinnya tidak akan menjadi wasit bila terjadi sengketa:„Tugas kami merupakan tugas teknis. Kami melakukan pencatatan secara independen tentang berapa gas dari Rusia yang sampai ke belahan timur Ukraina, dan berapa gas yang disalurkan lewat perbatasan barat Ukraina bagi pelanggan Uni Eropa.“


Terlepas dari perkembangan selanjutnya sengketa gas ini, negara-negara Uni Eropa memikirkan konsekuensinya. Peter Hintze, pejabat di kementrian perekonomian Jerman berujar:

„Sengketa gas ini menunjukan, bahwa ketergantungan sepihak pada sumber energi pokok tertentu dapat menyebabkan kesulitan. Kita di Jerman misalnya dihadapkan pada pertanyaan: bagaimana memperbarui pembangkit energi? Kita juga mendiskusikan soal pembangkit energi tenaga batu bara modern. Banyak yang melihat gas sebagai pengganti yang baik. Saya piker itu keliru. Kita butuh sebenarnya gabungan sumber energi yang lebih luas. Kita harus juga mendiskusikan energi nuklir, yang saat ini ditangguhkan. Biar bagaimanapun gabungan energi itu sangat penting. Mengandalkan ketergantungan yang sangat kuat terhadap gas seperti sebelumnya merupakan kesalahan fatal."

Masalah energi nuklir di Jerman sendiri, terutama menyangkut pertanyaan. Apakah akan lebih lama beroperasi, ketimbang perjanjian koalisi pemerintah saat ini? Karena sesungguhnya pemerintah Jerman berniat tidak lagi menggunakanenergi atom. Di Slovakia sebaliknya, parahnya akibat krisis gas ini , mendorong pemerintah, mempertimbangkan menghidupkan lagi pembangkit tenaga nuklir saat zaman Uni Soviet yang telah dimatikan.

Atas alasan keamanan Slovakia wajib mematikan pembangkit listriknya sebelum bergabung dengan Uni Eropa tahun 2004. Uni Eropa menjanjikan bantuan lewat jalur lain, yang memungkinkan tercapainya kesepakatan dalam masalah ini.(ap)