Ukuran Badan Polisi di Jerman Harus di Atas 163 Sentimeter
2 Juli 2018
Tiga orang perempuan yang tingginya kurang dari 163 centimeter, tidak bisa menjadi anggota kepolisian. Demikian hasil keputusan pengadilan di negara bagian Nordrhein-Westfalen. Apa alasan keputusan aneh tersebut?
Iklan
Tinggi badan paling rendah sebagai prasyarat menjadi anggota polisi di negara bagian Nordrhein-Westfalen ditetapkan minimal 163 sentimeter, demikian putusan pengadilan daerah, Kamis (28/06).
Sayangnya, tiga orang perempuan yang mengikuti proses seleksi kepolisian bertinggi badan 161.5 cm, 162 cm, dan 162.2 cm. Ketiganya pun protes dan menyebut aturan tersebut diskriminatif. Putusan ini menyebabkan proses pelatihan yang diikuti ketiga pelamar itu tersendat di tengah jalan.
Pengadilan Tinggi Administrasi di Münster beralasan bahwa "pihak pemberi pekerjaan memiliki kebebasan penuh" dan "menurut penyelidikan komprehensif asosiasi tenaga kerja negara bagian tersebut, tinggi badan yang pantas bagi polisi yang bertugas adalah 163 cm."
Kenapa ukuran jadi masalah?
Menurut surat kabar Süddeutsche Zeitung, asosiasi buruh yang dimaksud melaporkan bahwa tinggi badan antara 160 cm hingga 162.9 cm menimbulkan resiko yang sulit untuk diterima baik dalam hal menjalankan tugasnya maupun resiko yang membahayakan keselamatan aparat kepolisian lainnya.
"Fakta yang memperlihatkan bahwa lebih banyak perempuan daripada pria yang akan dikeluarkan dari dinas kepolisian karena perbedaan ukuran tinggi badan rata-rata dibenarkan oleh aturan sah demi memastikan polisi dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dan oleh karenanya lembaga negara yang bersangkutan dapat menjalankan fungsinya," bunyi dokumen pengadilan tersebut.
"Kandidat harus pantas untuk menjalankan seluruh tugas," kata pengadilan menambahkan, dan "negara seharusnya tidak membuat pengecualian untuk kandidat yang lebih kecil, meski kandidat tersebut kuat dan terlatih."
Polisi pendek cenderung dipandang sebelah mata
Argumen yang melarang orang yang lebih pendek dari 163 cm untuk bertugas sebagai polisi mengemukakan alasan bahwa orang bersangkutan kesulitan menjalankan tugas aparat kepolisian seperti cenderung diremehkansaat mengontrol lalu lintas, atau kesulitan untuk menyelimuti korban yang terjebak kebakaran.
RoboCop di Dunia Nyata
Istilah "RoboCop" sebenarnya berasal dari film fiksi ilmiah tahun 1987. Dari fiksi kini jadi kenyataan. Polisi robot kini antara lain sudah beraksi di Dubai dan Cina.
Foto: Imago/EntertainmentPictures
Polisi Robot Pertama Dubai
Tampak dalam foto polisi robot berpose dengan latar belakang Burj Khalifa. Setelah mengerahkan mobil mewah Lamborghini dan Ferrari untuk berpatroli di jalanan, polisi Dubai kini mengandalkan robot. Jika eksperimen Robocop sukses, 25 persen kesatuan patroli kepolisian Dubai akan digantikan oleh robot hingga 2030.
Foto: Getty Images/AFP/G. Cacace
Seukuran Manusia
Robot dibuat oleh perusahaan Spanyol "Pal Robotics". Bobotnya 100 kilogram dan tingginya 1,70 meter. Robot dilengkapi dengan baterai yang tahan hingga 8 jam. Walau bekerja sebagai polisi, robot tidak memiliki senjata.
Foto: Getty Images/AFP/G. Cacace
Komunikasi Lewat Touchscreen
Pada awalnya, robot akan bekerja di pusat perbelanjaan dan kawasan wisata di Dubai. Di dadanya ada touchscreen. Warga bisa menggunakannya untuk misalnya membayar denda atau melaporkan kejahatan.
Foto: Reuters/A. M. Almara
Robot Cerdas
Selain itu, robot juga memiliki mikrofon. Sehingga warga bisa berbicara secara langsung dengan kantor polisi. Karena ada banyak turis di Dubai, polisi robot ini juga bisa berkomunikasi dalam berbagai bahasa.
Foto: Reuters/A. M. Almara
Polisi Robot di Bandara
AnBot adalah robot pertama di Cina yang terlatih untuk melakukan pemeriksaan keamanan di bandara. Tujuannya untuk meringankan tugas polisi bandara.
Foto: picture alliance/dpa/Stringer
Dilengkapi Senjata Kejut Taser
Robot dikembangkan oleh National Defense University. Tingginya hanya 149 cm dan beratnya 78 kilogram. Robot dilengkapi oleh empat kamera digital dengan resolusi tinggi dan antara lain bisa berpatroli secara independen serta mengenali wajah. Robot bahkan memiliki senjata kejut taser yang dikendalikan oleh manusia di ruang kontrol.
Foto: picture alliance/dpa/Stringer
Seragam RoboCop
Ini bukan robot. Tetapi seragam yang dipakai kesatuan khusus "Batalhão de Polícia de Choque", polisi militer Rio de Janeiro Brasil dijuluki sebagai kostum Robocop. Mereka memakai seragam khusus tersebut antara lain saat mengamankan Piala Dunia 2014. Ed: vlz/rzn (dari berbagai sumber)
Foto: Salvador Scofano
7 foto1 | 7
Süddeutsche Zeitung juga menambahkan bahwa orang-orang berukuran tubuh kecil memiliki pinggul yang sempit sehingga kesulitan memasang semua alat kelengkapan petugas, mulai dari pistol hingga senter.
Sebenarnya, aturan ini pernah dikaji ulang September tahun lalu. Saat itu. Pengadilan Tinggi Administrasi memutuskan tinggi minimum 168 cm bagi calon polisi laki-laki sebagai aturan mendasar. Putusan pengadilan kala itu memandang ukuran badan minimum yang lebih tinggi bagi laki-laki tidak relevan demi menghindari munculnya diskriminasi terhadap pelamar perempuan.
Meski demikian, tak semua negara bagian menetapkan batasan ukuran badan bagi calon aparat kepolisian. Ada juga negara bagian seperti Brandenburg, Bremen, Mecklenburg-Vorpommern dan Saarland yang bahkan tidak memiliki prasyarat khusus tertentu.
Amerika Negeri Polisi
Militerisasi kepolisian AS mulai menggerogoti stabilitas negeri. Langkah yang dulu diperlukan dalam perang obat bius itu malah meracuni mentalitas instansi kepolisian dan berbalik mengancam hak-hak warga sipil
Foto: Getty Images/S.Platt
Perang Narkoba
Saat ini Amerika Serikat memperkerjakan hingga 900.000 aparat kepolisian. Jumlah tersebut membengkak sejak dekade 1990an. Pada saat itu di AS berkecamuk perang obat bius antara kepolisian dan kartel narkoba. Sejak saat itu setiap tahun satuan khusus kepolisian yang bernama SWAT diterjunkan sebanyak 50.000 kali dalam setahun dari yang sebelumnya cuma 3000.
Foto: Reuters/L. Jackson
Militerisasi Aparat
Untuk memperkuat kepolisian dalam perang narkoba pemerintah AS di era Presiden Bill Clinton mengesahkan National Defence Authorisation Act yang antara lain mencantumkan "program 1033." Butir tersebut mengizinkan kepolisian lokal mendapat peralatan militer semisal senapan serbu, baju pelindung atau bahkan kendaraan lapis baja dan senjata pelontar granat.
Foto: Getty Images/S.Eisen
Dana Raksasa
Antara 2002 hingga 2011 pemerintahan federal AS telah mengucurkan dana sebesar 35 miliar Dollar atau sekitar 450 triliun Rupiah kepada polisi lokal untuk perang melawan obat bius dan terorisme. Yayasan American Civil Liberties Union (ACLU) mencatat nilai perlengkapan militer yang digunakan polisi meningkat dari 1 juta Dollar di tahun 1990 menjadi 450 juta di tahun 2013.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Lauer
Racun di Kepolisian
Tapi perang narkoba ikut meracuni mentalitas aparat keamanan AS. Polisi yang dulunya bekerja untuk melayani warga, kini menjadi serdadu dengan tugas membunuh. Tidak heran jika kasus penembakan oleh polisi meningkat tajam. Tahun 2015 silam polisi AS menembak mati 90 orang yang tidak bersenjata tanpa alasan jelas.
Foto: Reuters/A. Latif
Tentara Pendudukan
Pertengahan tahun lalu Presiden Barack Obama mengeluhkan betapa "perlengkapan militer justru membuat polisi merasa seakan-akan menjadi tentara pendudukan dan ini bertentangan dengan peran melindungi warga." Namun demikian gagasan demilitarisasi kepolisian selama ini selalu menemui perlawanan di parlemen dan senat, terutama berkat lobi industri senjata.
Foto: Getty Images/S.Platt
Senjata Perang Seharga Kacang
Celakanya program 1033 sering disalahgunakan. Departemen Kepolisian di Watertown, sebuah kota kecil berpenduduk 22.000 jiwa di Connecticut, misanya beberapa tahun silam mendapat kendaraan lapis baja MRAP yang didesain untuk melindungi serdadu dari jebakan ranjau di pinggir jalan. Untuk itu kepolisian lokal cuma membayar 2800 Dollar. Ironisnya Watertown tidak pernah mencatat kasus jebakan ranjau
Foto: Reuters / Mario Anzuoni
Bias Rasial
Demam militer juga melanda kepolisian lokal di kota-kota kecil Amerika. Kepolisian di Bloomington, Georgia, yang berpenduduk cuma 2700 orang saat ini memiliki empat senjata pelontar granat. Situasi itu diperburuk dengan pendekatan kepolisian terhadap kaum minoritas hitam yang cendrung bias rasial. Menurut ACLU kaum Afrika-Amerika adalah yang paling sering menjadi korban brutalitas kepolisian.
Foto: Getty Images/S.Platt
Serdadu Berburu Baju Curian
Januari silam polisi di negara bagian Iowa menurunkan tim bersenjata lengkap untuk menyerbu sebuah rumah. Misi mereka adaah mencari benda curian seharga 1000 Dollar AS. Ketika diketahui pemilik rumah yang berkulit hitam tidak bersalah dalam kasus tersebut, polisi lalu memublikasikan catatan kriminal mereka untuk membenarkan penyerbuan.
Foto: picture-alliance/dpa/A.Welch Edlund
Nyawa Tanpa Warna
Polisi berdalih perlengkapan militer dibutuhkan untuk melindungi warga dari kejahatan berat semisal penembakan massal. Namun brutalitas aparat keamanan yang dalam banyak kasus sering disisipi bias rasial memicu ketegangan sipil di seantero negeri. Komunitas kulit hitam sampai-sampai membuat gerakan sipil bernama "black lives matter".
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. J. Wambsgans
Dukungan Pemerintah
Ironisnya kepolisian juga kerap menindak keras demonstran yang turun ke jalan buat menentang brutalitas aparat keamanan. Dalam berbagai aksi protes seperti di Ferguson atau Phoenix, polisi menangkap aktivis dan bahkan wartawan. Terebih sebagian besar perwira yang terlibat dalam penembakan terhadap warga sipil divonis bebas oleh pengadilan.