Ulama Pakistan 'Tolak' Teori Evolusi Charles Darwin
27 Oktober 2023
Para ulama di Pakistan memaksa seorang profesor perguruan tinggi untuk secara terbuka menolak teori evolusi Charles Darwin, karena dianggap bertentangan dengan hukum Islam.
Iklan
Para ulama di provinsi barat laut Pakistan, Khyber Pakhtunkhwa, baru-baru ini memaksa seorang profesor perguruan tinggi untuk menolak teori evolusi Charles Darwin, di mana hal ini menimbulkan keprihatinan di kalangan akademisi di seluruh negara Asia Selatan tersebut.
Buku terpopuler yang dirilis tahun 1859 berjudul "On the Origin of Species," karya seorang naturalis Inggris tersebut mengusulkan bahwa spesies biologis berubah dari waktu ke waktu, melalui akuisisi sifat-sifat yang mendukung kelangsungan hidup dan reproduksi, yang memicu "revolusi” dalam pemikiran ilmiah.
Namun, penolakan para ulama di Pakistan itu terhadap teori Darwin, justru memicu kekhawatiran dan ketakutan di kalangan pendidik.
Jadi Hakim Perempuan Syariah, Pekerjaan yang Didominasi Pria
02:47
Apa yang mendorong langkah para ulama tersebut?
Awal bulan ini, Sher Ali, seorang asisten profesor zoologi yang mengajarkan teori evolusi Darwin sebagai bagian dari mata kuliah di Government Post Graduate College di Bannu, menyampaikan pidatonya mengenai hak-hak perempuan dalam Islam.
Iklan
Pidato Ali tersebut disampaikan menyusul protes warga setempat terhadap perempuan yang tampil di depan umum tanpa mengikuti aturan berpakaian yang dianjurkan Islam.
Setelahnya, para ulama di Pakistan pun menuduh Ali menyebarkan kemaksiatan dan menentang ajaran Islam, tidak hanya dalam pidatonya tetapi juga dalam perkuliahannya di universitas.
Ali mengatakan bahwa teori Darwin itu dibahas karena ada dalam sebuah bab buku teks biologi yang digunakannya dalam salah satu mata kuliah, di mana merupakan tugasnya untuk mengajarkan itu.
Rafiullah Khan, anggota Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Bannu di Pakistan, mengatakan bahwa Ali telah mengklarifikasi posisinya di media sosialnya yang memiliki lebih dari 20.000 pengikut.
"Ali meminta mereka yang keberatan dengan pengajarannya tentang teori Darwin untuk datang ke pengadilan dan meminta agar hal tersebut dinyatakan ilegal, dengan mengatakan bahwa ia mengajarkannya karena sudah menjadi tanggung jawabnya untuk mengajar dan ia dibayar oleh pemerintah untuk itu," kata Khan.
Inilah Negara yang Melarang Burka, Cadar dan Niqab
Belanda menjadi negara terakhir yang melarang penutup wajah seperti burka atau niqab. Sejumlah negara lain sudah lebih dulu menerbitkan larangan serupa, antara lain juga negara-negara berpenduduk mayoritas muslim.
Foto: Getty Images/AFP/J. Lampen
Tunisia
Tunisia menyusul Maroko menjadi negara berpenduduk mayoritas muslim yang melarang penggunaan Burka. Langkah ini diambil setelah dilancarkannya dua serangan teror maut di ibukota Tunis akhir Juni silam. Pelakunya memakai burka. Melalui aturan itu, setiap perempuan bercadar akan dilarang memasuki kantor pemerintahan dan institusi publik.
Foto: Getty Images/J.Saget
Belanda
Belanda perlu waktu 14 tahun untuk memutuskan penerapan larangan bercadar di gedung dan transportasi publik. Aturan yang mulai berlaku 1 Agustus 2019 ini dibarengi ancaman denda sebesar 150€ atau sekitar Rp. 2,3 juta. Pemerintah berdalih, larangan diperlukan berdasarkan alasan keamanan.
Foto: Getty Images/AFP/J. Lampen
Chad
Chad adalah negeri muslim yang melarang burka dengan alasan keamanan. Aturan berlaku sejak 2015 menyusul dua serangan bom bunuh diri yang diklaim oleh Boko Haram. Disebutkan pelaku menyamarkan diri dengan mengenakan burka saat melakukan serangan teror. Larangan burka di Chad tidak hanya berlaku untuk kantor pemerintah, tetapi di seluruh ruang publik.
Foto: picture-alliance/Anadolu Agency/O. Cicek
Perancis
Perancis termasuk negara pertama yang melarang burka, tepatnya pada 2010 lalu. Aturan berlaku di semua ruang publik, kecuali di dalam mobil atau rumah ibadah. Pada 2014 sejumlah kelompok hak asasi menggugat larangan tersebut ke Mahkamah HAM Eropa. Namun gugatan ditolak, dengan argumen: larangan dinilai mengedepankan asas "kehidupan bersama," ketimbang pembatasan hak individu.
Foto: AP
Maroko
Pemerintah di Rabat melarang pembuatan dan penjualan burka sejak 2017 silam. Kementerian Dalam Negeri berdalih kebijakan tersebut diambil demi urusan keamanan. Namun sejumlah pakar meyakini, larangan burka diniatkan buat membatasi penyebaran ideologi radikal. Sejauh ini tidak ada legislasi resmi terkait larangan ini atau aturan mengenai penggunaan burka oleh kaum perempuan.
Foto: picture alliance/blickwinkel/W. G. Allgoewer
Tajikistan
Tajikistan yang berpenduduk mayoritas muslim, juga melarang penggunaan Burka. Namun berbeda dengan Maroko atau Tunisia, larangan bercadar di negeri di Asia Tengah ini tidak berkaitan dengan keamanan melainkan lebih diniatkan untuk merawat tradisi dan budaya lokal.
Foto: DW / G.Fashutdinow
Sri Lanka
Larangan bercadar di Sri Lanka diberlakukan lewat UU Darurat Sipil pasca serangan teror mematikan pada hari raya Paskah 2019 yang menewaskan 250 orang. Uniknya larangan tersebut dikritik kelompok muslim karena dinilai tidak diperlukan. Pasalnya hampir semua ulama muslim di Sri Lanka sudah terlebih dulu melarang pengggunaan burka untuk alasan keamanan.
Foto: Reuters/D. Liyanawatte
Denmark
Ketika larangan burka di Denmark resmi diberlakukan Agustus 2018 silam, ratusan orang berdemonstrasi di Kopenhagen. Denmark menetapkan denda hingga 1.340 Euro atau setara dengan Rp. 20 juta bagi yang melanggar. Menurut statistik kriminal teranyar, hingga kini sebanyak 39 kasus pelanggaran burka telah digulirkan terhadap 22 perempuan.
Belgia mengamati proses pembahasan legislasi larangan bercadar di Perancis sebelum menerbitkan aturan serupa pada 2011. Aturan tersebut melarang semua jenis pakaian yang menutupi wajah di ruang-ruang publik. Perempuan yang ketahuan melanggar terancam penjara selama tujuh hari atau membayar denda sebesar 1.378 Euro atau sekitar Rp. 21,5 juta. (rzn/as: dari berbagai sumber)
Foto: picture-alliance/dpa/J.Warnand
9 foto1 | 9
Profesor Ali dipaksa untuk mengecam Darwin
Namun minggu lalu, Ali dipaksa untuk meminta maaf secara terbuka atas pandangan rasionalisnya, karena telah mengajarkan teori-teori evolusi Darwin.
Rekaman video yang menjadi viral di media sosial menunjukkan Ali yang dikelilingi oleh para ulama, tengah membacakan sebuah pernyataan bahwa dia menganggap semua pandangan ilmiah, seperti teori Darwin, yang bertentangan dengan hukum Islam dan bertentangan dengan perintah Tuhan adalah salah.
"Menurut hukum Islam, kecerdasan perempuan lebih lemah dari laki-laki," Ali membacakan pernyataan tersebut, yang salinannya diterima DW.
"Saya menganggap ini adalah keputusan akhir dari masalah ini dan saya percaya bahwa perempuan harus ditutupi dari ujung rambut sampai ujung kaki ketika keluar rumah. Perempuan hanya boleh keluar rumah jika memang dibutuhkan atau diperlukan," katanya.
Banyak akademisi menunjukkan bahwa teori evolusi selalu memicu perdebatan dan kontroversi. Farhat Taj, seorang intelektual dan profesor Pukhtun terkemuka, mengatakan bahwa teori Darwin telah menjadi kontroversi dalam silabus perkuliahan di Pakistan.
"Dan mereka yang menunjukkan sedikit saja kepercayaan pada teori ini, mereka akan diejek. Hal ini masih berlangsung. Di Bannu, seorang profesor mengalami trauma dari para ulama karena dia harus mengajarkan teori evolusi itu," tambah Taj.
Memberdayakan Perempuan Penyandang Disabilitas di Pakistan
05:49
This browser does not support the video element.
Munculnya ketakutan di lembaga pendidikan
Faizullah Jan, seorang profesor di Universitas Peshawar, percaya bahwa bukan hanya teori Darwin yang tidak dapat diajarkan secara obyektif, tetapi juga beberapa mata pelajaran lainnya.
Pemerintah Pakistan baru-baru ini mengeluarkan sebuah dokumen yang meminta para wakil rektor universitas untuk mencegah pengajaran feminisme.
"Surat edaran tersebut menyebutkan bahwa ancaman ateisme dan feminisme menyebar seperti penyakit di lembaga-lembaga Pakistan, yang menghancurkan struktur moral masyarakat Pakistan," ujar Jan, seraya menambahkan bahwa dia yakin akan ada tindakan lebih jauh dari pihak berwenang Pakistan.
"Hari ini, mereka melarang para guru untuk mengajarkan teori Darwin. Besok mereka akan meminta para guru untuk tidak mengajarkan sisi negatif dari patriarki, dan kemudian... mata pelajaran lain juga akan menyusul."
Para aktivis mengklaim bahwa lingkungan yang mencekik dan pengaruh para ulama ini tidak hanya terbatas pada beberapa daerah atau provinsi saja, tetapi telah menyebar ke seluruh Pakistan dan bagian lain dunia.
Banyak kelompok agama dan sejumlah negara konservatif, yang telah berjuang atau bahkan menolak untuk menerima bukti ilmiah tentang teori evolusi tersebut.
Pakistan: Bagaimana Seorang Perempuan Warga Suku Menentang Norma Patriarki
Perempuan tidak diizinkan untuk berpartisipasi dalam politik di wilayah suku di barat laut Pakistan. Tapi Duniya Bibi menang kursi dewan lokal dan memberikan contoh bagi perempuan di daerah tersebut untuk bangkit.
Foto: Saba Rahman/DW
Melawan pembatasan peluang
Duniya Bibi, perempuan buta huruf berusia 58 tahun, suka mengikuti perkembangan politik terkini di negaranya. Setiap pagi, suaminya membacakan berita dari koran. Bibi mengalahkan kandidat perempuan dari partai politik terkemuka, termasuk partai Pakistan Tehreek-e-Insaf dan Liga Muslim Nawaz, dalam pemilihan dewan lokal baru-baru ini untuk Tehsil Yakand, Distrik Mohmand.
Foto: Saba Rahman/DW
Wilayah yang didominasi laki-laki
Bibi aktif dalam politik di daerah di mana perempuan bahkan tidak diperbolehkan meninggalkan rumah tanpa pendamping laki-laki. Dia mengatakan kepada DW, kemenangannya penting karena perempuan di daerah itu membutuhkan perwakilan seorang anggota dewan perempuan yang bisa memecahkan masalah mereka. "Saya telah mencoba untuk meningkatkan kesadaran tentang COVID di daerah saya," katanya.
Foto: Saba Rahman/DW
Pendidikan anak perempuan adalah kunci kemakmuran
Bibi duduk bersama cucu-cucunya di siang hari dan bertanya tentang pelajaran mereka. Dia mengatakan, pendidikan adalah kunci untuk membawa kemakmuran ke wilayah suku Pakistan. "Di daerah kami, anak perempuan tidak diizinkan pergi ke sekolah. Itu sebabnya mereka tidak dapat membuat keputusan di rumah mereka dan tidak memiliki suara di masyarakat. Saya ingin mengubah itu," kata Bibi.
Foto: Saba Rahman/DW
Dukungan dari suaminya
Dukungan laki-laki masih penting di wilayah patriarki ini. Abdul Ghafoor, suami Bibi, sangat mendukung kegiatan politik Bibi. "Seorang pria tidak tahu banyak tentang isu-isu perempuan di bidang ini," katanya. "Saya mendorong istri saya untuk mengikuti pemilihan sehingga perempuan lain juga maju dan memainkan peran mereka."
Foto: Saba Rahman/DW
Putra yang bangga
Ali Murad, putra Bibi dan lulusan perguruan tinggi seni nasional, mengatakan dia bangga dengan peran politik ibunya. “Umumnya, orang mengira perempuan suku tidak punya peran di luar rumah. Ibu saya telah mengubah persepsi ini,” katanya.
Foto: Saba Rahman/DW
Menyeimbangkan peran publik dan pribadi
Terlepas dari peran publiknya, Bibi tetap melakukan banyak pekerjaan rumah tangga, seperti mengumpulkan kayu untuk memasak. Dia juga berpartisipasi dalam kegiatan rumah tangga lainnya, seperti mencuci pakaian, membuat teh untuk anggota keluarga dan membersihkan rumah. Dia mengatakan semua kegiatan ini membuatnya tetap sehat dan aktif.
Foto: Saba Rahman/DW
Imbauan kepada Taliban
Bibi mengatakan daerahnya sangat terpukul oleh klompok pemberontak Islam selama kekacauan di negara tetangga Afghanistan. Dia mengatakan Taliban harus memberdayakan perempuan dan mengizinkan anak perempuan mengakses pendidikan. "Jika mereka melakukannya, itu akan membawa stabilitas dan kesuksesan tidak hanya di Afghanistan tetapi juga di wilayah kesukuan Pakistan," katanya. (rs/as)
Foto: KARIM SAHIB AFP via Getty Images
7 foto1 | 7
Awal tahun ini di India, Dewan Nasional Penelitian dan Pelatihan Pendidikan, sebuah badan publik yang merancang kurikulum dan buku pelajaran itu, telah memperluas daftar topik-topik yang akan dihilangkan, salah satunya teori evolusi Darwin.
Abdul Hameed Nayyar, mantan profesor di Universitas Quaid-i-Azam, Islamabad, mengatakan bahwa perubahan dalam sektor pendidikan seperti itu bukan yang pertama, sudah terjadi sejak tahun 1980-an.
Dalam pelajaran kimia, para siswa diajarkan bahwa ketika oksigen dan hidrogen dicampur, mereka tidak berubah menjadi air secara otomatis, kata Nayyar kepada DW.
"Namun mereka diberitahu bahwa kedua unsur kimia itu akan berubah menjadi air atas kehendak Allah," tambahnya. "Itu merupakan salah satu cara untuk menunjukkan sejauh mana Islamisasi pada lembaga pendidikan dan silabus."
Nayyar percaya bahwa hal tersebut sangat bertentangan dengan pemikiran ilmiah, di mana dia menyebut bahwa, "Pemikiran ilmiah mengajarkan kita apa yang menjadi fakta ilmiah di sini, hal yang sama di seluruh dunia." (kp/hp)