Australia kecewa pada sikap Indonesia yang memberikan remisi pada Umar Patek, pelaku teror bom Bali yang menewaskan 202 orang.
Iklan
Pemimpin Australia kecewa atas keputusan Indonesia yang mengurangi hukuman penjara terpidana teroris, Umar Patek. Dia berperan sebagai pembuat bom dalam serangan teror Baliyang menewaskan 202 orang. Keputusan Pemerintah Indonesia ini berarti teroris dapat dibebaskan dalam beberapa hari jika dia diberikan pembebasan bersyarat.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan dia telah diberitahu oleh pihak berwenang Indonesia bahwa hukuman Umar Patek telah dikurangi lima bulan lagi, sehingga total pengurangannya menjadi hampir dua tahun.
Itu berarti Patek bisa dibebaskan dengan pembebasan bersyarat menjelang peringatan 20 tahun pengeboman pada Oktober.
Putusan remisi melukai warga Australia
Dalam komentarnya di Channel 9, Albanese menyebut pengurangan hukuman Umar Patek "akan menyebabkan penderitaan lebih lanjut bagi warga Australia yang merupakan keluarga korban bom Bali.” Ia juga menambahkan "Kami kehilangan 88 nyawa warga Australia dalam pemboman itu.”
Anak Mantan Teroris Merajut Masa Depan di Pesantren al-Hidayah
Seorang mantan teroris mendidik anak-anak terpidana terorisme agar menjauhi faham radikal. Mereka kerap mengalami diskriminasi lantaran kejahatan orangtuanya. Kini mereka di tampung di pesantren al-Hidayah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Ujung Tombak Deradikalisasi
Seperti banyak pesantren lain di Sumatera, pesantren Al-Hidayah di Deli Serdang, Sumatera Utara, didirikan ala kadarnya dengan bangunan sederhana dan ruang kelas terbuka. Padahal pesantren ini adalah ujung tombak program deradikalisasi pemerintah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Mantan Teroris Perangi Teror
Perbedaan paling mencolok justru bisa dilihat pada sosok Khairul Ghazali, pemimpin pondok yang merupakan bekas teroris. Dia pernah mendekam empat tahun di penjara setelah divonis bersalah ikut membantu pendanaan aktivitas terorisme dengan merampok sebuah bank di Medan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Tameng Radikalisme
Bersama pesantren tersebut Al-Ghazali mengemban misi pelik, yakni mendidik putra mantan terpidana teroris agar menjauhi faham radikal. Radikalisme "melukai anak-anak kita yang tidak berdosa," ujar pria yang dibebaskan 2015 silam itu. Jika tidak dibimbing, mereka dikhawatirkan bisa terpengaruh ideologi teror.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Derita Warisan Orangtua
Saat ini Pesantren al-Hidayah menampung 20 putra bekas teroris. Sebagian pernah menyaksikan ayahnya tewas di tangan Densus 88. Beberapa harus hidup sebatang kara setelah ditinggal orangtua ke penjara. Menurut Ghazali saat ini terdapat lebih dari 2.000 putra atau putri jihadis yang telah terbunuh atau mendekam di penjara.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Uluran Tangan Pemerintah
Pesantren al-Hidayah adalah bagian dari program deradikalisasi yang digulirkan pemerintah untuk meredam ideologi radikal. Untuk itu Presiden Joko Widodo mengalihkan lebih dari 900 milyar dari dana program Satu Juta Rumah untuk membantu pembangunan pondok pesantren yang terlibat dalam program deradikalisasi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Perlawanan Penduduk Lokal
Meski mendapat bantuan dana pemerintah buat membangun asrama, pembangunan masjid dan ruang belajar di pesantren al Hidayah tidak menggunakan dana dari APBN. Ironisnya keberadaan Pesantren al-Hidayah di Deli Serdang sempat menuai kecurigaan dan sikap antipati penduduk lokal. Mulai dari papan nama yang dibakar hingga laporan ke kepolisian, niat baik Ghazali dihadang prasangka warga.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Peran Besar Pesantren Kecil
Al-Hidayah adalah contoh pertama pesantren yang menggiatkan program deradikalisasi. Tidak heran jika pesantren ini acap disambangi tokoh masyarakat, entah itu pejabat provinsi atau perwira militer dan polisi. Bahkan pejabat badan antiterorisme Belanda pernah menyambangi pesantren milik Ghazali buat menyimak strategi lunak Indonesia melawan radikalisme.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Trauma Masa Lalu
Melindungi anak-anak mantan teroris dianggap perlu oleh Kepala BNPT, Suhardi Alius. Abdullah, salah seorang santri, berkisah betapa ia kerap mengalami perundungan di sekolah. "Saya berhenti di kelas tiga dan harus hidup berpindah," ujarnya. "Saya dikatai sebagai anak teroris. Saya sangat sedih." Pengalaman tersebut berbekas pada bocah berusia 13 tahun itu. Suatu saat ia ingin menjadi guru agama.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Stigma Negatif Bahayakan Deradikalisasi
Stigma negatif masyatakat terhadap keluarga mantan teroris dinilai membahayakan rencana pemerintah memutus rantai terorisme. Terutama pengucilan yang dialami beberapa keluarga dikhawatirkan dapat berdampak buruk pada kondisi kejiwaan anak-anak. Ghazali tidak mengutip biaya dari santrinya. Ia membiayai operasional pesantren dengan beternak dan bercocok tanam, serta menjual hasil panen.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
9 foto1 | 9
Albanese mengatakan dia akan terus membuat "perwakilan diplomatik" ke Indonesia tentang hukuman Patek dan berbagai masalah lainnya, termasuk warga Australia yang saat ini dipenjara di Indonesia. Albanese menggambarkan Umar Patek sebagai seseorang yang "menjijikkan."
"Tindakannya adalah tindakan teroris,” kata Albanese kepada Channel 9. "Mereka memang memiliki hasil yang mengerikan bagi keluarga Australia yang sedang berlangsung, trauma yang ada di sana.”
Pemerintah Indonesia sering memberikan pengurangan hukuman kepada narapidana pada hari-hari besar seperti Hari Kemerdekaan negara, yang jatuh pada 17 Agustus.
Patek menerima pengurangan 5 bulan pada Hari Kemerdekaan untuk perilaku yang baik dan bisa berjalan bebas bulan ini dari Penjara Porong di Jawa Timur jika dia mendapat pembebasan bersyarat, kata Zaeroji, yang mengepalai kantor provinsi untuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Zaeroji mengatakan Umar Patek memiliki hak yang sama dengan narapidana lain dan telah memenuhi persyaratan hukum untuk mendapatkan pengurangan hukuman. "Selama di penjara, dia berperilaku sangat baik dan dia menyesali masa lalu radikalnya yang telah merugikan masyarakat dan negara dan dia juga telah bersumpah untuk menjadi warga negara yang baik,” papar Zaeroji.
Iklan
Jejak Pidana Umar Patek
Umar Patek ditangkap di Pakistan pada 2011 dan diadili di Indonesia, di mana dia divonis pada 2012. Dia awalnya dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.
Dengan masa hukumannya ditambah pengurangan hukuman, ia memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat pada 14 Agustus. Keputusan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jakarta masih menunggu keputusan, kata Zaeroji. Jika pembebasan bersyarat ditolak, dia bisa tetap dipenjara hingga 2029.
Umar Patek adalah salah satu dari beberapa orang yang terlibat dalam serangan itu, yang secara luas dipersalahkan pada Jemaah Islamiyah, sebuah kelompok militan Asia Tenggara yang memiliki hubungan dengan al-Qaida. Sebagian besar dari mereka yang tewas dalam pengeboman di pulau resor itu adalah turis asing.
Konspirator lain, Ali Imron, dijatuhi hukuman seumur hidup. Awal tahun ini, militan ketiga, Aris Sumarsono, yang bernama asli Arif Sunarso tetapi lebih dikenal sebagai Zulkarnaen, dijatuhi hukuman 15 tahun setelah ditangkap pada 2020 setelah 18 tahun buron.
Erik de Haart, seorang yang selamat dari pemboman itu, mengatakan bahwa tidak banyak yang bisa dilakukan pemerintah Australia tentang pengurangan hukuman Patek. Dia memberi tahu Seven's Sunrise bahwa waktu untuk itu telah berlalu.
"Jika Anda mempertimbangkan semua bantuan keuangan yang telah kami berikan (Indonesia) selama bertahun-tahun, dengan bencana yang mereka alami, mereka tampaknya terus menggosok hidung kami di dalamnya,” kata de Haart.