1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialGlobal

Idulfitri Dirayakan dengan Kegembiraan dan Kecemasan

2 Mei 2022

Di bawah bayang-bayang lonjakan harga pangan global yang diperburuk oleh perang di Ukraina, muslim di dunia berusah untuk menikmati Idulfitri di tengah pelonggaran pembatasan virus corona di negara mereka.

Salat Idulfitri 1443 H di Jalur Gaza
Salat Idulfitri 1443 H di Jalur GazaFoto: Fatima Shbair/Getty Images

Untuk hari raya Idul Fitri, aroma biskuit jeruk yang baru dipanggang dan kue kering yang ditaburi gula bubuk biasanya memenuhi udara di rumah Mona Abubakr. Tetapi karena harga-harga kebutuhan hidup melambung, ibu rumah tangga di Mesir tahun ini membuat camilan manis dalam jumlah yang lebih sedikit, beberapa di antaranya ia berikan sebagai hadiah kepada kerabat dan tetangga. Ibu tiga anak ini juga membeli lebih sedikit pakaian bagi putra-putranya untuk hari raya.

Dikutip dari Asscociated Press, tahun ini, umat Islam di seluruh dunia merayakan Idulfitri di bawah bayang-bayang lonjakan harga pangan global yang diperburuk oleh perang di Ukraina. Dengan latar belakang itu, banyak yang masih bertekad untuk menikmati Idulfitri di tengah pelonggaran pembatasan virus corona di negara mereka, bagi yang lain, perayaan itu diredam oleh konflik dan kesulitan ekonomi.

Pangan Berkurang Akibat Invasi Perang di Ukraina

Perang di Ukraina dan sanksi terhadap Rusia telah mengganggu pasokan biji-bijian dan pupuk, menaikkan harga pangan pada saat inflasi sudah mengamuk. Sejumlah negara mayoritas muslim sangat bergantung pada Rusia dan Ukraina untuk sebagian besar impor gandum mereka, misalnya.

Bahkan sebelum invasi Rusia, pemulihan global yang kuat secara tak terduga dari resesi virus corona 2020 telah menciptakan kemacetan rantai pasokan, yang menyebabkan penundaan pengiriman dan mendorong harga makanan dan komoditas lainnya lebih tinggi.

Di Suriah, di provinsi barat laut Idlib yang dikuasai pemberontak, Ramadan tahun ini lebih sulit daripada Ramadan sebelumnya. Ekonomi Suriah telah dihantam oleh perang, sanksi Barat, korupsi, dan kehancuran ekonomi di negara tetangga Libanon di mana warga Suriah memiliki miliaran dolar yang tertahan di bank-bank Libanon.

Di Jalur Gaza, meskipun jalanan dan pasar ramai, banyak yang mengatakan mereka tidak mampu membeli banyak. "Situasinya sulit,” kata Um Musab, ibu dari lima anak, saat mengunjungi pasar tradisional di Kota Gaza.  Mahmoud al-Madhoun, yang membeli kurma, tepung dan minyak untuk membuat kue mengatakan, kondisi keuangan berubah dari buruk menjadi lebih buruk. "Namun, kami tetap bersukacita,” tambahnya.

Warga Afghanistan merayakan Idul Fitri pertama sejak pengambilalihan pemerintahan oleh Taliban di tengah kondisi keamanan dan ekonomi yang suram. Banyak yang berhati-hati tetapi membanjiri masjid-masjid terbesar di Kabul untuk salat pada hari Minggu, di tengah keamanan yang ketat. Ledakan sering terjadi menjelang Idulfitri. Di Irak, lebih sedikit pembeli di pasar dari biasanya. Pasukan keamanan bersiaga tinggi dari hari Minggu hingga Kamis untuk mencegah kemungkinan serangan.

Namun, banyak muslim di tempat lain bersukacita dalam menghidupkan kembali ritual yang terganggu oleh pandemi. Jutaan orang Indonesia telah berdesakan di dalam kereta api, feri, dan bus menjelang hari raya saat mereka berhamburan keluar dari kota-kota besar untuk merayakan bersama keluarga mereka di kampung halaman.  Kembalinya tradisi mudik menimbulkan kehebohan besar setelah dua tahun kemeriahan acara ini diredam akibat pandemi. Kerinduan untuk merayakan Idul Fitri dengan cara biasa akhirnya terobati hari ini meskipun pandemi belum berakhir, kata Hadiyul Umam, warga Jakarta.

Muslim di Malaysia juga dalam suasana perayaan setelah perbatasan negara mereka dibuka kembali sepenuhnya dan langkah-langkah COVID-19 semakin dilonggarkan. Bazaar Ramadan dan pusat perbelanjaan telah menanti sebelum Idul Fitri dan banyak yang melakukan perjalanan ke kota asal mereka. ap/yf (AP)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait