1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Undang Dubes, Biden Isyaratkan Dukungan Bagi Taiwan

21 Januari 2021

Kehadiran pejabat tinggi Taiwan dalam pelantikan Presiden Joe Biden memupus kekhawatiran Taipei ihwal dukungan AS. Undangan dari Washington ini yang pertama sejak 1979, ketika AS mencabut pengakuan terhadap Taiwan.

Upacara pelantikan Presiden AS, Joe Biden, di gedung Capitol, Washigton, 20 Januari 2021.
Upacara pelantikan Presiden AS, Joe Biden, di gedung Capitol, Washigton, 20 Januari 2021.Foto: Brendan McDermid/REUTERS

Utusan khusus Taiwan, Hsiao Bi-Khim, dikabarkan mendapat undangan resmi dari Presiden Joe Biden untuk menghadiri upacara pelantikan di Washington D.C, Rabu (20/1). Taipei meyakini hal tersebut merupakan isyarat kuat dari pemerintahan baru Amerika Serikat dalam konflik dengan Cina.

Presiden AS terakhir yang mengundang pejabat tinggi Taiwan ke acara pelantikan adalah JImmy Carter pada tahun 1977. Dua tahun kemudian Washington mengadopsi kebijakan satu Cina, dan sebabnya mencabut pengakuan terhadap Taiwan.

Sebabnya, Hsiao mengaku dirinya "merasa terhormat untuk mewakili bangsa dan pemerintah Taiwan, saat pelantikan Presiden Biden dan Wapres Harris,” kata dia. "Demokrasi adalah bahasa penyatu kita dan kebebasan adalah tujuan kita bersama.”

Kementerian Luar Negeri di Taipei mengklaim Hsiao "diundang secara resmi” oleh Preiden Biden. Sementara Partai Demokratik Progresif yang berkuasa, menyebutnya sebagai "terobosan baru dalam 42 tahun.”

Era keemasan di bawah Donald Trump

Taiwan berpisah dari Cina di penghujung perang saudara pada 1949. Sejak itu, penduduk di negeri kepulauan itu hidup di bawah ancaman invasi dari daratan. Cina bersikeras menganggap Taiwan sebagai provinsi, dan berjanji akan merebutnya kembali. 

Dalam upayanya itu, pemerintah di Beijing lihai mengisolasi Taiwan secara internasional. Saat ini kebanyakan negara di dunia menganut kebijakan satu Cina, termasuk AS. Namun begitu Washington juga tunduk pada UU Taiwan yang mewajibkan pemerintah menjamin kemampuan Taiwan untuk mempertahankan wilayahnya.

Cina dan TaiwanFoto: DW

Sejak 1979, setiap presiden AS berhati-hati menjalin relasi diplomasi dengan Taiwan, untuk menghindari konflik dengan Cina. Washington bahkan sempat melobi Taipei mengurungkan rencana mendeklarasikan kemerdekaan.

Gaya diplomasi itu berubah seiring pemerintahan Presiden Donald Trump. Presiden Tsai Ing-wen adalah termasuk kepala negara pertama yang mendapat telepon dari Trump usai pelantikan. Bersamanya, Taiwan menikmati pengakuan yang lebih luas, termasuk mengamankan dukungan AS untuk modernisasi angkatan bersenjata.

Sebelum meninggalkan Gedung Putih, Trump sempat mencabut aturan yang membatasi pejabat AS berinteraksi dengan pemerintah Taiwan.

Dukungan lintas partai

Untuk sementara ini, pemerintahan baru AS belum merinci kebijakannya terhadap Taiwan. Namun menurut Kharis Templeman, seorang pakar Taiwan di Hoover Institution, menilai kehadiran Hsiao dalam pelantikannya merupakan "gestur yang samar, tapi sangat berarti.”

Dalam sebuah unggahan kepada Biden di Twitter, Presiden Tsai mengatakan Taiwan "siap bekerjasama dengan Anda sebagai kekuatan global untuk kebaikan.” Dalam pernyataan terpisah, dia juga menegaskan bahwa AS adalah "sekutu paling penting,” dan saling berbagi "nilai-nilai kebebasan dan demokrasi.”

Kebijakan Trump terhadap Taiwan adalah satu dari sedikit kebijakan yang mengundang dukungan lintas partai di Washington. 

Jim Risch, seorang politisi Partai Republik dan Ketua Komite Hubungan Luar Negeri di Senat, sebabnya memuji Biden karena mengundang Hsiao. "Saya menghormati pemerintahan baru atas undangan ini dan mengajak mereka melanjutkan apa yang sudah dicapai dalam hubungan AS dan Taiwan untuk menghadapi realita geopolitik saat ini.”

Cina sejauh ini mengungkapkan harapan administrasi baru di Washington akan membantu meredakan ketegangan sebagai warisan pemerintahan Trump.

"Terutama Menteri Luar Negeri Mike Pompeo sudah terlalu banyak menyebar ranjau yang sekarang harus dijinakkan, dia membakar terlalu banyak jembatan yang harus dibangun ulang, dan merusak jalan yang kini harus dibenahi,” kata juru bicara Kemenlu Cina, Hua Chunying.

"Saya yakin jika kedua negara mau berusaha, malaikat baik akan mengalahkan kekuatan jahat,” tuturnya dalam sebuah jumpa pers, Kamis (21/1).

rzn/vlz (afp, rtr)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya