1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Undang-Undang Senjata Jerman Dalam Bidikan

Karin Jäger8 Februari 2013

Apakah Jerman membutuhkan Undang-Undang Persenjataan yang lebih ketat?

Foto: picture-alliance/beyond

Olah raga merupakan salah satu pertanda kehidupan. Namun senjata api yang terkategori sebagai peralatan olah raga bisa membunuh orang. Roman Grafe keberatan menerima kontradiksi ini dan memperjuangkan pembatasan baru dalam regulasi persenjataan Jerman.

Pada sebuah peta Jerman ia membuat grafik yang menunjukkan bahaya senjata api. Setiap pembunuhan setelah 1991 yang dilakukan dengan senjata berstatus peralatan olah raga itu diberi tanda silang. Seluruhnya, 130 pembunuhan.

Pada kawasan Winnenden dan Erfurt di peta itu, tampak gambar salib yang bertumpuk-tumpuk. April 2002, seorang pemuda berusia 19 tahun menembak mati 12 guru, seorang sekretaris, dua murid, seorang polisi, kemudian menembak dirinya sendiri. Penembak itu anggota perkumpulan olah raga tembak, memiliki izin senjata api, yang membolehkan pembelian senjata dan amunisi.

Grafe bersama dua orang tua korban penembakan WinnendenFoto: AP

Undang-undang kepemilikan senjata diubah setelah insiden penembakan tersebut. Sejak itu olahragawan tembak, baru diizinkan memiliki dan membeli senjata atau pistol setelah berusia 21 tahun. Juga bagi pemburu. Bahkan pemilik pistol angin juga memerlukan izin kepemilikan senjata ringan. Selain itu, para olahragawan tembak yang usianya dibawah 25 tahun wajib menjalani tes psikologis.

Senjata Api Selalu Bisa Digunakan Untuk Membunuh

Ayah dari pemuda 17 tahun yang menembak mati 9 murid dan 3 guru di bekas sekolahnya di Winnenden Maret 2009 adalah seorang olahragawan tembak. Sebelum bunuh diri, putranya masih sempat membunuh tiga orang lainnya. Ia menggunakan senjata milik ayahnya.

Paralympics BiathlonFoto: picture-alliance/ dpa

Peristiwa itu menyulut pembentukan inisiatif "Keine Mordwaffen als Sportwaffen", yang menolak penggunaan senjata mematikan sebagai peralatan olah raga. Roman Grafe adalah jurubicara inisiatif itu. Ia menggugat ke pengadilan konstitusi Jerman, bahwa undang-undang kepemilikan senjata di Jerman memberi peluang besar kepada pelaku amok.

Grafe menggugat, bahwa kepemilikan legal senjata untuk olah raga tembak merupakan ancaman keamanan besar bagi masyarakat dan tidak bisa diterima. Ancaman mati yang disebabkan oleh senjata itu tidak bisa dikontrol, tegasnya. Bahkan Ricco Groß, pelatih nasional biatletik mengakui bahwa dalam jarak dekat, senjata api yang digunakan dalam biathlon itu bisa mematikan.

Memperketat Undang-undang Kepemilikan Senjata

Pernyataan seperti ini dan penembakan masal yang terjadi mengukuhkan tuntutan Grafe untuk mengetatkan Undang-undang Senjata di Jerman. Berbicara dengan Deutsche Welle, Grade menunjuk kepada negara-negara seperti Inggris, yang sejak 1998 melarang kepemilikian pistol dan senjata api. Juga di Jepang, hanya pemburu yang diperbolehkan memiliki senjata api.

Menurut dia, sejak Brasil memiliki pusat registrasi senjata, jumlah korban yang tewas akibat penembakan menurun. Sebenarnya sejak Januari, di Jerman juga terdapat pusat registrasi senjata. Padanya tercatat ada sekitar 5,5 juta senjata api milik pribadi. Pengetatan undang-undang ini bukan atas inisiatif negara bagian, melainkan akibat desakan Uni Eropa yang menetapkan garis haluan tersebut.

Foto: AP

Namun tidak ada yang mengontrol, apakah senjata dan amunisi disimpan secara terpisah, atau bahwa kunci lemari senjata tersimpan secara aman dari jangkauan anak-anak di bawah umur.

Masalah Sosial

Wakil Ketua Ikatan Penembak Jerman, Jürgen Kohlheim menilai, bahwa para hakim pengadilan konstitusi akan menolak gugatan Roman Grafe. Kohlheim menegaskan bahwa kelompoknya sudah berandil dalam mengetatkan undang-undang senjata, setelah peristiwa penembakan Winnenden.

Menurut dia, tak ada lagi yang bisa diperketat. Sedangkan aksi amok merupakan masalah sosial, yang tidak bisa dihindari dengan mengubah undang-undang senjata. Begitu ungkap politisi Wolfgang Schäuble. Pendapatnya didukung banyak politisi papan atas, yang antara lain melihat olah raga tembak sebagai salah satu tradisi penting di Jerman.

IWA 2009 NürnbergFoto: AP

Bagi Roman Grafe dan rekan-rekannya argumen ini tidak cukup. Grafe menuntut, agar hak untuk hidup sesuai artikel 2 dalam Konstitusi Jerman ditempatkan di atas hak untuk melakukan olah raga tembak yang menggunakan senjata mematikan. Pengadilan Konstitusi Jerman menyatakan akan mengambil keputusan akhir Februari ini.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait