Uni Eropa Bentuk Dewan Krisis untuk Bahas Kebijakan Suaka
4 Februari 2022
Prancis berharap dapat memulai pembicaraan tentang reformasi kebijakan aplikasi suaka Uni Eropa dan prinsip pergerakan bebas di dalam zona Schengen.
Iklan
Para menteri dalam negeri dari 26 negara yang membentuk zona Schengen bertemu di kota Lille, Prancis, Kamis (03/02), sebagai awal pertemuan dewan reguler yang akan membahas masalah perbatasan dan migrasi.
Empat negara non-Uni Eropa dan 22 dari 27 negara anggota Uni Eropa membentuk zona Schengen, wilayah Eropa yang biasanya bebas dari kontrol perbatasan stasioner.
Dewan Schengen direncanakan akan bertemu untuk pertama kalinya pada 3 Maret 2022, kata Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin.
Prancis yang saat ini memegang jabatan presiden bergilir Uni Eropa bertujuan untuk merevitalisasi gerakan tanpa batas di dalam zona Schengen dan melakukan reformasi untuk merestrukturisasi bagaimana blok tersebut memproses migran.
Apa yang ingin dicapai Prancis dengan kepresidenannya di UE?
Presiden Prancis Emmanuel Macron sebelumnya telah menyatakan bahwa dia menginginkan reformasi cepat pada prinsip pergerakan bebas.
Komisi Eropa pada tahun lalu telah mengajukan proposal untuk melihat kembalinya pergerakan bebas dan kontrol perbatasan, yang hanyalah pengecualian. Prancis juga ingin memperkuat kontrol perbatasan eksternal UE, termasuk mendorong reformasi suaka yang sangat dibutuhkan.
Upaya sebelumya telah gagal di tengah ketidaksepakatan antara anggota UE, tetapi Prancis berharap untuk mendorong reformasi selangkah demi selangkah.
"Idenya adalah mengubah metode karena strategi ‘semua atau tidak sama sekali' selama ini sebagian besar tidak menghasilkan apa-apa,” kata Darmanin.
Pengungsi Global: Melarikan Diri dari Bahaya
PBB melaporkan ada 82,4 juta pengungsi di seluruh dunia yang melarikan diri dari perang, penindasan, bencana alam hingga dampak perubahan iklim. Anak-anak pengungsi yang paling menderita.
Foto: KM Asad/dpa/picture alliance
Diselamatkan dari laut
Seorang bayi mungil diselamatkan seorang penyelam polisi Spanyol ketika nyaris mati tenggelam. Maroko pada Mei 2021, untuk sementara melonggarkan pengawasan di perbatasan dengan Ceuta. Ribuan orang mencoba memasuki kawasan enklave Spanyol itu dengan berenang di sepanjang pantai Afrika Utara. Foto ini dipandang sebagai representasi ikonik dari krisis migrasi di Ceuta.
Foto: Guardia Civil/AP Photo/picture alliance
Tidak ada prospek
Laut Mediterania adalah salah satu rute migrasi paling berbahaya di dunia. Banyak pengungsi Afrika yang mencoba dan gagal menyeberang ke Eropa, sebagian terdampar di Libia. Mereka terus berjuang untuk bertahan hidup dan seringkali harus bekerja dalam kondisi yang menyedihkan. Para pemuda di Tripoli ini contohnya, banyak dari mereka masih di bawah umur, menunggu dan beharap pekerjaan serabutan.
Foto: MAHMUD TURKIA/AFP via Getty Images
Hidup dalam sebuah koper
Sekitar 40% pengungsi adalah anak-anak. Beberapa tahun silam, 1,1 juta warga minoritas Muslim Rohingya melarikan diri dari kekerasan militer Myanmar ke Bangladesh Kamp pengungsi Cox's Bazar salah satu yang terbesar di dunia. LSM SOS Children's Villages peringatkan kekerasan, narkoba dan perdagangan manusia adalah masalah yang berkembang di sana, seperti halnya pekerja anak dan pernikahan dini.
Foto: DANISH SIDDIQUI/REUTERS
Krisis terbaru
Perang saudara di wilayah Tigray di Etiopia yang pecah baru-baru ini, telah memicu pergerakan pengungsi besar lainnya. Lebih dari 90% populasi Tigray saat ini bergantung pada bantuan kemanusiaan. Sekitar 1,6 juta orang melarikan diri ke Sudan, 720 ribu di antaranya adalah anak-anak. Mereka terjebak di wilayah transit, menghadapi masa depan yang tidak pasti
Foto: BAZ RATNER/REUTERS
Ke mana pengungsi harus pergi?
Pulau-pulau di Yunani jadi target pengungsi dari Suriah dan Afganistan, yang secara berkala terus berdatangan dari Turki. Banyak pengungsi ditampung di kamp Moria, pulau Lesbos, sampai kamp tersebut terbakar September lalu. Setelah itu, keluarga ini datang ke Athena. Uni Eropa telah berusaha selama bertahun-tahun untuk menyetujui strategi komunal dan kebijakan pengungsi, tetapi tidak berhasil.
Foto: picture-alliance/dpa/Y. Karahalis
Eksistensi yang keras
Tidak ada sekolah untuk anak-anak pengungsi Afganistan yang tinggal di kamp pengungsi Pakistan. Kamp tersebut telah ada sejak intervensi Soviet di Afganistan pada tahun 1979. Kondisi kehidupan di sana buruk. Kamp tersebut kekurangan air minum dan akomodasi yang layak.
Foto: Muhammed Semih Ugurlu/AA/picture alliance
Dukungan penting dari organisasi nirlaba
Banyak keluarga di Venezuela yang tidak melihat ada masa depan di negaranya sendiri, mengungsi ke negara tetangga, Kolombia. Di sana mereka mendapat dukungan dari Palang Merah yang memberikan bantuan medis dan kemanusiaan. Organisasi ini juga mendirikan kamp transit di sebuah sekolah di kota perbatasan Arauquita.
Foto: Luisa Gonzalez/REUTERS
Belajar untuk berintegrasi
Banyak pengungsi berharap masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka di Jerman. Di Lernfreunde Haus-Karlsruhe, anak-anak pengungsi dipersiapkan untuk masuk ke sistem sekolah Jerman. Namun, selama pandemi COVID-19, mereka kehilangan bantuan untuk mengintegrasi diri mereka ke dalam masyarakat baru itu. (kfp/as)
Foto: Uli Deck/dpa/picture alliance
8 foto1 | 8
Apa saja usulan reformasi suaka?
Aturan suaka UE saat ini menyatakan bahwa pengungsi harus mengajukan suaka di negara anggota pertama yang mereka datangi. Namun, sistem ini runtuh pada 2015 setelah jutaan orang melarikan diri dari kekerasan dan konflik di Suriah dan wilayah lain di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia.
Banyak yang bermigrasi melalui Turki ke Yunani, di mana anggota blok lainnya enggan membantu.
Yunani — bersama dengan Italia, Spanyol, dan Malta — masih menjadi titik pendaratan utama bagi para imigran dan pencari suaka yang ingin mencapai Eropa.
Reformasi ini bertujuan untuk menetapkan prinsip "solidaritas” bagi negara-negara tempat sebagian besar imigran pertama kali tiba. Ini berarti bahwa negara-negara anggota lain harus menerima imigran atau memberikan dukungan keuangan. Menteri Dalam Negeri Prancis mengakui bahwa diskusi nantinya akan menantang.