Uni Eropa ingin memulai “babak baru” dalam hubungan dengan Turki, ketika Presiden Recep Tayyip Erdogan sedang dililit berbagai kendala di dalam negeri, antara lain “kudeta politik” oleh ratusan bekas perwira militer.
Iklan
Ketika dua petinggi Uni Eropa menyambangi Turki pada Senin (5/4), hubungan dengan jiran kaya itu bukan satu-satunya sumber kecemasan bagi Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Saat ini dia tidak hanya sibuk menyelamatkan mata uang Lira yang didera lonjakan inflasi, tapi juga kian tertekan menyusul pembangkangan sejumlah tokoh senior militer.
Di Ankara, Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, dan Presiden Dewan Eropa, Charles Michel, membahas tuntutan Erdogan agar UE menambah dana bantuan bagi pengungsi Suriah, dan mempermudah persyaratan visa bagi warga Turki.
Dikabarkan, Uni Eropa bersedia mengabulkan insentif bagi Turki dalam isu keimigrasian dan hambatan dagang, dengan catatan Ankara bertindak "konstruktif,” lapor DPA. UE juga menegaskan akan menjatuhkan sanksi jika Turki memaksakan eksplorasi minyak dan gas di timur Laut Tengah.
Kedua petinggi UE ditugaskan membangun kesepakatan berdasarkan perjanjian pengungsi pada 2016, yang mewajibkan Turki mencegah arus pengungsi ke Eropa. Sebagai gantinya Uni Eropa akan mengirimkan enam miliar Euro ke Ankara untuk mendanai program pengungsi.
Von der Leyen dan Michel dikabarkan juga mendesak Erdogan ihwal catatan muram demokrasi dan pelanggaran HAM di Turki. Beberapa waktu lalu Erdogan mencabut keanggotaan Turki dari Konvensi Istanbul untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan. Keputusan itu dibuat ketika angka kekerasan seksual di Turki sedang meningkat, keluh pegiat HAM.
Iklan
Perlawanan mantan admiral
Pada hari kunjungan petinggi Uni Eropa, Presiden Erdogan sedang menghadapi krisis lain, yang dipicu oleh sepucuk surat bernada kritis yang ditandatangani 104 bekas perwira tinggi angkatan laut Turki.
Mereka memperingatkan sang presiden agar menaati Konvensi Montreaux 1936 soal demilitarisasi Selat Bosporus. Surat itu ditujukan terhadap proyek pembangunan kanal baru sepanjang 45 kilometer di barat Bosporus.
Dikhawatirkan, perjanjian yang menetapkan aturan ketat bagi kapal perang di sekitar selat itu tidak berlaku di kanal yang baru. Para pensiunan admiral meyakini menegaskan komitmen pada Konvensi Montreaux adalah cara terbaik "melindungi kepentingan Turki.”
Siapakah Recep Tayyip Erdogan?
Dari aktivis menjadi presiden, karir politik Recep Tayyip Erdogan menanjak pesat. Namun ia juga menjadi sosok yang kontroversial. DW melihat lebih dekat jalan Erdogan menuju tampuk kekuasaan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Morenatti
Bangkitnya Turki di bawah Erdogan
Di Turki dan di luar negeri, sosok Recep Tayyip Erdogan menimbulkan efek berlawanan. Ada yang menggambarkannya sebagai "sultan" Ottoman baru dan ada juga yang menganggapnya pemimpin yang otoriter. DW mengeksplorasi bangkitnya pemimpin Turki ini dari masa awal berkampanye untuk urusan Islamis hingga menjadi presiden di negara yang memiliki kekuatan militer terbesar kedua di NATO.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Morenatti
Walikota Istanbul yang pernah dipenjara
Setelah bertahun-tahun bergerak di jajaran Partai Kesejahteraan yang berakar Islamis, Erdogan terpilih sebagai walikota Istanbul pada 1994. Namun empat tahun kemudian, partai itu dinyatakan inkonstitusional karena mengancam sistem pemerintahan sekuler Turki dan dibubarkan. Ia kemudian dipenjara empat bulan karena pembacaan puisi kontroversial di depan umum dan akibatnya ia kehilangan jabatannya.
Erdogan mendirikan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), yang memenangkan mayoritas kursi pada tahun 2002. Dia diangkat menjadi perdana menteri pada tahun 2003. Di tahun-tahun pertamanya, Erdogan bekerja untuk menyediakan layanan sosial, meningkatkan ekonomi dan menerapkan reformasi demokratis. Beberapa orang berpendapat bahwa Erdogan mengubah haluan pemerintahan Turki menjadi lebih religius.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Ozbilici
Ingin generasi yang saleh
Meskipun konstitusi Turki menjamin sistem sekluarisme, pengamat yakin bahwa Erdogan telah berhasil membersihkan sistem sekuler di sana. Pemimpin Turki ini mengatakan bahwa salah satu tujuannya adalah untuk membangkitkan "generasi yang saleh." Pendukung Erdogan memuji inisiatifnya dengan alasan bahwa tahun-tahun diskriminasi terhadap Muslim yang religius akhirnya bisa berakhir.
Foto: picture-alliance/AA/C. Ozdel
Berhasil lolos dari usaha kudeta
Pada Juli 2016, kudeta militer gagal yang menargetkan Erdogan dan pemerintahannya menyebabkan lebih dari 200 orang tewas, termasuk warga sipil dan tentara. Setelah upaya kudeta, Erdogan mengumumkan keadaan darurat dan bersumpah untuk "membersihkan" militer. "Di Turki, angkatan bersenjata tidak mengatur negara atau memimpin negara. Mereka tidak bisa," katanya.
Foto: picture-alliance/AA/K. Ozer
Penumpasan oposisi
Sejak kudeta gagal, pihak berwenang menangkap lebih dari 50.000 orang di angkatan bersenjata, kepolisian, pengadilan, sekolah dan media. Erdogan menuduh Fethullah Gulen (seorang ulama yang diasingkan di AS dan mantan sekutu Erdogan) dan para pendukungnya telah mencoba merusak pemerintahan. Namun organisasi HAM meyakini tuduhan itu merupakan sarana untuk memperkuat kekuasaan dan pengaruhnya.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Gurel
Didukung dan dikritik
Meskipun Erdogan menikmati dukungan signifikan di Turki dan komunitas diaspora Turki, dia dikritik karena kebijakannya yang keras dan aksi-aksi terhadap militan Kurdi setelah runtuhnya proses perdamaian pada 2015. Januari 2018, Erdogan meluncurkan serangan mematikan ke utara Suriah (Afrin), sebuah operasi yang secara luas dikecam oleh organisasi HAM.
Foto: picture- alliance/ZUMAPRESS/Brais G. Rouco
Era baru?
Menjabat sebagai presiden Turki sejak 2014, Erdogan ingin memperpanjang jabatannya. Pemilu bulan Juni akan menandai transisi Turki menjadi negara presidensial bergaya eksekutif. Namun disinyalir, lanskap media Turki didominasi oleh kelompok yang punya hubungan dengan Partai AKP yang berkuasa. Para pengamat percaya, pemilu ini menandai era baru bagi Turki - belum jelas, era baik atau buruk.(na/hp)
Foto: picture-alliance/dpa/T. Bozoglu
8 foto1 | 8
Buntutnya Erdogan menuduh tokoh senior militer ingin melakukan "kudeta politik” terhadap pemerintahan demokratis.
"Di negara yang punya sejarah kudeta yang berlimpah, sebuah upaya oleh sekelompok pensiunan admiral tidak bisa diterima,” kata dia, Senin (5/6), seperti dilansir Reuters. Sepanjang akhir pekan, kepolisian dikabarkan menahan 10 bekas admiral, dan memerintahkan empat lainnya untuk menyerahkan diri.
Proyek infrastruktur raksasa yang ditaksir akan menelan biaya hingga USD 15 miliar itu mendapat izin resmi dari Ankara, pada Maret silam.
Destabilisasi ekonomi
Ambisi ekspansi Erdogan saat ini mendapat hambatan berupa lonjakan inflasi yang menimpa mata uang Lira. Pada Selasa (6/4), nilai tukar Lira kembali melemah terhadap Dollar AS. Saat ini angka inflasi tercatat melambung di atas 16%, menyentuh level tertinggi sejak dua tahun terakhir.
Erdogan dituduh ingin memaksakan kebijakan suku bunga rendah untuk mendorong konsumsi dan penyaluran kredit. Ketika Gubernur Bank Sentral Naci Agbal dipecat Maret lalu setelah hanya menjabat selama empat bulan, Lira sempat menyentuh rekor terendah.
Agbal adalah gubernur keempat yang dipecat Erdogan dalam dua tahun terakhir. Kebijakannya itu dituduh berkontribusi terhadap menurunnya kepercayaan pasar terhadap Turki.
rzn/gtp (rtr, afp, ap)
Hagia Sophia Kembali Jadi Masjid
Hagia Sophia sudah lama jadi rebutan di Turki. Pemerintah mengubah gedung bersejarah itu dari museum menjadi masjid. Konversi tersebut menuai kritik.
Foto: picture-alliance/Marius Becker
Pencapaian Arsitektur
Tahun 532 Kaisar Romawi, Yustinianus I memerintahkan pembangunan gereja di Konstatinopel. Sebuah bangunan "yang sejak Adam tidak ada dan tidak akan pernah ada." 10.000 pekerja dikerahkan hingga 15 tahun kemudian ketika bangunan ini rampung,
Foto: imago/blickwinkel
Gereja Kaisar Byzantium
Sebanyak 150 ton emas dikucurkan Yustinianus I untuk membangun Hagia Sophia. Namun ketika rampung, bangunan megah ini harus direnovasi karena kubahnya runtuh karena gempa bumi. Bangunan yang namanya berarti "Kebijaksanaan Suci" itu didaulat sebagai gereja milik kerajaan. Hingga abad ke-7 semua kaisar Byzantium mengawali kekuasaannya di tempat ini.
Foto: Getty Images
Dari Gereja Menjadi Masjid
Kekaisaran Byzantium di Konstantinopel berakhir tahun 1453. Sultan Mehmet II dari Kesultanan Usmaniyah lantas mendaulat Hagia Sophia sebagai rumah ibadah kaum Muslim. Salib berganti bulan sabit, lonceng dan altar dipindahkan dan mosaik serta lukisan tembok ditutupi.
Foto: public domain
Dari Masjid Menjadi Museum
Tahun 1934, tidak lama setelah berkuasa, Perdana Menteri Turki, Mustafa Kemal Ataturk mengubah Hagia Sophia menjadi museum. Ataturk kemudian memerintahkan restorasi bangunan. Lukisan tembok dan mosaik dari era Byzantium diselamatkan, sementara peninggalan kesultanan Usmaniyah juga tetap dijaga.
Foto: AP
Islam dan Kristen
Dua wajah Hagia Sophia masih bisa disimak hingga kini. Gambar Yesus dan Bunda Maria melatari tulisan "Allah" dan "Muhammad". Gedung ini juga memiliki 40 jendela yang menghiasi kubah terbesarnya. Jendela itu berguna untuk pencahayaan dan mencegah keretakan pada dinding kubah.
Foto: Bulent Kilic/AFP/Getty Images
Ikon Byzantium
Mosaik paling berharga di dalam Hagia Sophia adalah lukisan dinding dari abad ke-14. Kendati restorasi tidak membebaskan lukisan secara utuh, pengunjung masih bisa menatap wajah yang tertoreh. Wajah Yesus misalnya terdapat di tengah sebagai penguasa bumi, sementara wajah Maria terdapat di sisi kiri dan Yohannes di sisi kanan.
Foto: STR/AFP/Getty Images
Bukan Rumah Ibadah
Beribadah dulu sempat dilarang di Hagia Sophia. Peraturan itu juga ditaati oleh Paus Bendiktus XVI ketika berkunjung 2006 silam. Kunjungannya berlangsung di bawah pengamanan yang ekstra ketat lantaran aksi protes. Kelompok pemuda nasionalis konservatif mengumpulkan 15 juta tandatangan untuk mengubah Hagia Sophia menjadi masjid. Kini sudah jadi masjid.
Foto: Mustafa Ozer/AFP/Getty Images
Nilai Simbolik
Sebenarnya rumah ibadah kaum muslim di sekitar Hagia Sophia tidak bisa dibilang langka. Di depannya bediri Masjid Sultan Ahmad yang juga dikenal dengan "masjid biru." Kelompok konservatif Turki menganggap pengalihan fungsi Hagia Sophia menjadi masjid adalah peninggalan kesultanan Usmaniyah yang harus dilindungi.
Foto: picture-alliance/Arco
Tuntutan Kristen Ortodoks
Klaim terhadap Hagia Sophia juga diajukan oleh Bartholomeus I. Patriark Konstantinopel yang juga menjabat pemimpin tertinggi Kristen Ortodoks itu sejak lama meminta bangunan ini dikembalikan fungsinya sebagai gereja. "Hagia Sophia dibangun untuk umat Kristen," katanya.
Foto: picture-alliance/dpa
Keputusan Belum Jelas
Apa yang akan terjadi dengan Hagia Sophia, diputuskan pengadilan Turki pertengahan Juli 2020. Tuntutan kelompok oposisi nasionalis untuk menjadikannya masjid yang telah ditolak oleh parlemen dibukakan jalan dengan pembatalan status museum oleh pengadilan. UNESCO--yang mendaulatnya sebagai Warisan Budaya Dunia tahun 1985-.padahal sudah mengajukan keberatan.