Uni Eropa hari Senin (22/5) memberlakukan sanksi baru terhadap pejabat dan entitas Iran atas peran mereka dalam penumpasan keras terhadap gerakan protes. Sanksi baru menargetkan 5 pejabat dan dua lembaga Iran.
Iklan
Uni Eropa (UE) memberlakukan sanksi baru terhadap Iran atas tindakan brutal Teheran terhadap gerakan protes di negaranya. Paket sanksi terbaru, yang kedelapan diberlakukan oleh UE atas setelah penindasan aksi protes, antara lain berupa pembekuan aset badan bisnis Garda Revolusi Iran.
Lembaga koperasi yang menangani investasi Garda Revolusi Iran, IRGC Cooperative Foundation, dimasukkan ke dalam daftar hitam Uni Eropa- Aset lembaga itu di Uni Eropa dibekukan. Uni Eropa juga memberlakukan larangan visa kepada para pejabat yang "menyalurkan dana untuk represi brutal rezim".
Konglomerat ekonomi IRGC Cooperative Foundation dituduh melayani penyaluran dana gelap untuk sayap bersenjata paramiliter revolusi Islam Teheran. Lembaga itu pada Januari lalu sudah dikenai sanksi oleh Amerika Serikat.
Kekuasaan Berdarah Ayatollah Khomeini
Ayatollah Khomeini mengobarkan revolusi 1979 buat mengakhiri kekuasaan monarki yang represif dan sarat penindasan. Ironisnya negara agama yang ia dirikan justru menggunakan cara-cara serupa untuk bisa bertahan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Reformasi Setengah Hati
Iran pada dekade 1970an mengalami perubahan besar lewat "Reformasi Putih" yang digenjot Syah Reza Pahlevi. Program yang antara lain berisikan reformasi agraria dan pendidikan itu sebenarnya diarahkan untuk mempersempit pengaruh kaum Mullah dan tuan tanah. Namun Reformasi Putih menciptakan ketegangan sosial yang justru ingin dihindari pemerintah. Seluruh negeri tiba-tiba bergejolak.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Monarki Tanpa Oposisi
Iran pada era Pahlevi membungkam oposisi lewat penculikan, pembunuhan, penyiksaan dan eksekusi mati. Pada demonstrasi massal 1963, sekitar 15.000 mahasiswa tewas terbunuh. Antara 1971 hingga Revolusi Islam 1979, sebanyak 100 tokoh oposisi melepas nyawa di tiang gantungan. Sampai 1975 pemerintah menahan hampir semua jurnalis, seniman, sastrawan, ulama dan akademisi yang bersimpati pada oposisi
Foto: picture alliance/Herbert Rowan
Arus Balik Khomeini
Ayatollah Khomeini yang awalnya mendukung kekuasaan terbatas Monarki Iran, berbalik arah memperkenalkan sistem pemerintahan Islam berbasis kekuasaan Ulama, Wilayatul Faqih. Oleh Pahlevi ia dikucilkan. Putra Khomeini, Mostafa, dibunuh oleh pasukan rahasia Syah Iran, Savak, setahun sebelum revolusi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Sekulerisme Islam
Namun begitu Khomeini tidak serta merta membangun pemerintahan Mullah di tahun pertama revolusi. Sebaliknya ia mengakui peran kelas menengah dalam menjatuhkan Pahlevi dengan membentuk pemerintahan sekuler di bawah tokoh liberal dan moderat Mehdi Bazargan (gambar) sebagai perdana menteri dan kemudian Abolhassan Banisadr yang merupakan aktivis HAM Iran.
Foto: Iranian.com
Kebangkitan Islam Militan
Tapi menguatnya militansi pengikut Khomeini yang ditandai dengan penyerbuan Kedutaan Besar Amerika Serikat menyudahi peran kaum liberal. Terutama sejak perang Iran-Irak, Khomeini banyak memberangus oposisi. Antara 1981 dan 1985, pemerintah Islam Iran mengeksekusi mati 7900 simpatisan oposisi.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Pengkhianatan Ayatollah
Untuk mempertahankan idenya tentang kekuasaan Ulama, Khomeini tidak cuma mengucilkan perdana menterinya sendiri, ia juga memenjarakan ulama besar Syiah, Ayatollah Sayid Muhammad Kazim Shariatmadari (gambar) dengan tudingan makar dan calon penggantinya, Ayatollah Hossein-Ali Montazeri karena menentang tindakan represif pemerintah.
Foto: tarikhirani.ir
Dekade Berdarah
Dekade 1980-an menandai kekuasaan berdarah Khomeini. Dalam Tribunal Iran, PBB menuding rejim Islam Iran melakukan "pelanggaran berat Hak Azasi Manusia." Selama tahun 1980-an, sebanyak 20.000 tahanan politik meninggal dunia di penjara dan lusinan media diberangus paksa.
Foto: sarafsazan.com
Derita di Balik Jeruji
Pengadilan Kejahatan HAM Iran yang digelar di Den Haag tahun 2012 silam mengungkap berbagai kesaksian mantan tapol. Sebagian besar mengabarkan penyiksaan di penjara, antara lain digantung terbalik selama berhari-hari dan dipaksa melihat adegan penyiksaan terhadap rekannya, serta dikurung di sel isolasi tanpa sinar matahari selama berminggu-minggu.
Foto: iranwebgard.ir
Eksekusi Massal
Hingga kini Iran menjadi salah satu negara dengan jumlah hukuman mati tertinggi di dunia terhadap tahanan politik. Setahun menjelang kematiannya (3 Juni 1989), Khomeini menggulirkan gelombang eksekusi massal terhadap tokoh oposisi. Tidak jelas berapa jumlah tahanan politik yang tewas. Sebuah sumber menyebut jumlah tapol yang dieksekusi mati mencapai 30.000 orang.
Foto: picture-alliance/dpa
9 foto1 | 9
Pejabat polisi dan organisasi mahasiswa Garda Revolusi masuk daftar hitam
Uni Eropa juga memasukkan Organisasi Mahasiswa Basij, yang berafiliasi dengan Garda Revolusi Iran dan bergerak di di kampus-kampus universitas, ke dalam daftar hitam. Selain itu, lima pejabat rezim, termasuk tiga komandan polisi senior, seorang pejabat dunia maya dan seorang jaksa wilayah juga dimasukkan ke dalam daftar hitam.
Iklan
Otoritas Iran secara brutal menindak protes yang muncul setelah kematian Jina Mahsa Amini dalam tahanan polisi pada 16 September lalu. Perempuan Kurdi Iran yang berusia 22 tahun itu sebelumnya ditangkap polisi susila di Teheran karena tuduhan melanggar aturan pakaian Republik Islam Iran.
Hari Jumat lalu (19/5), Iran mengeksekusi tiga aktivis lagi dengan hukuman gantung atas tuduhan membunuh anggota pasukan keamanan pada demonstrasi di kota Isfahan bulan November tahun lalu. Eksekusi ketiga aktivis menambah jumlah warga Iran yang dieksekusi sehubungan dengan aksi protes menjadi tujuh orang.
Menlu Jerman Annalena Baerbock: Separuh warga Iran dirampas hak-haknya
Dengan sanksi terbaru Uni Eropa, berarti saat ini ada 160 individu, perusahaan, dan lembaga yang masuk dalam daftar hitam dan dibekukan asetnya di seluruh Uni Eropa. Beberapa anggota menuntut agar Garda Revolusi juga didaftarkan sebagai kelompok teroris. Tetapi para pejabat Uni Eropa mengatakan hal itu sulit untuk dibuktikan.
Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock hari Senin kembali mengecam situasi hak asasi manusia di Iran yang terus memburuk. "Penindasan brutal di Iran sayangnya terus berlanjut," katanya menjelang pertemuan menteri luar negeri Uni Eropa hari Selasa (23/2) di Brussel, Belgia. Annalena Baerbock terutama mengecam penidasan brutal perempuan dan remaja. Kewajiban memakai hijab di Iran sekarang menjadi alat untuk "pengawasan total", tambahnya.
Rejim Iran mengumumkan akan mengawasi kewajiban memakai hijab dengan lebih ketat lagi. Untuk itu, polisi sekarang akan menggunakan pengawasan video sebagai alat bukti. "Tidak bisa diterima, bahwa separuh dari penduduk Iran dirampas hak-haknya," kata Annalena Baerbock.