1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Dan Konflik Timur Tengah

19 Juli 2006

Timbul ketegangan baru di antara negara Uni Eropa sehubungan penilaian berbeda masalah konflik Timur Tengah.

Pejabat urusan luar legeri Uni Eropa Javier Solana di Israel
Pejabat urusan luar legeri Uni Eropa Javier Solana di IsraelFoto: AP

Harian Belgia La Libre Belgique berkomentar:

„Menteri luar negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier menjelaskan, orang tidak boleh tertukar antara provokasi Hisbollah dengan reaksi Israel. Diperlukan pernyataan yang seimbang, demikian ditekankan menteri luar negeri Belanda Bernard Bot. Sejumlah negara lain seperti Belgia, Spanyol, Luksemburg atau Swedia ingin bertindak lebih jauh ketimbang apa yang dilakukan Inggris dan Jerman. Seorang diplomat mengungkapkan hal yang terjadi di belakang layar, bahwa ketegangan baru memperkuat perbedaan di antara Eropa, setelah meredanya hal itu belakangan ini.“

Uni Eropa tidak boleh tinggal diam melihat situasi di Libanon. Demikian ditulis harian berhaluan liberal kiri Inggris Guardian. Tentang ketegangan dalam Uni Eropa akibat penilaian berbeda dalam konflik Timur Tengah Guardian menulis:

„Kembali Uni Eropa bersuara bungkam dalam masalah krisis internasional. Sejauh ini mereka menghindari permintaan tegas untuk segera dilakukannya gencatan senjata. Kembali Uni Eropa tidak sepakat. Inggris dan Jerman berbeda pendapat dengan Perancis dan sejumlah negara Uni Eropa yang lebih kecil. Kesepakatan tentang posisi Uni Eropa penting jika ingin berperan dalam panggung politik dunia dan tidak melepaskan semuanya ke tangan Amerika Serikat. Perang di Irak membuat pengaruh Amerika Serikat di kawasan tersebut melemah. Jika sampai pasukan keamanan multinasional benar-benar akan dikirim ke Libanon, pemerintah Eropa harus berpartisipasi. Hal itu juga diharapkan warganya. Uni Eropa tidak boleh tinggal diam dan membiarkan Amerika Serikat mengambil keputusan penting, sementara situasi krisis semakin meruncing.“

Beranjak dari latar belakang krisis Timur Tengah, Harian Italia La Repubblica menulis:

„Jika hanya ada Israel dan Palestina, jika hanya sengketa abadi antara kedua masyarakat ini, yang mengompori konflik, semuanya akan jauh lebih mudah. Tapi apa yang sekarang membara adalah kawasan Oriental baru. Dimana-mana, sejak kasus Saddam Hussein, kawasan itu telah berubah.

Beberapa bulan setelah itu: Kematian Arafat, penarikan mundur pasukan Israel dari Jalur Gaza, tenggelamnya Sharon, perkembangan di Iran, mundurnya Suriah dari Libanon, meningkatnya rivalitas antara Syiah dan Sunni dan selain itu kekacauan di Irak. Semuanya dan ditambah kelumpuhan Amerika Serikat di latar belakang, yang sebelumnya menjadi wasit di kawasan itu, dan sekarang lebih tenggelam di lumpur Bagdad. Kobaran api terus meluas, tapi siapa yang dapat memadamkannya?“