1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa dan Turki serta peracunan Yushchenko

13 Desember 2004

Silang sengketa menyangkut keinginan Turki, untuk menjadi anggota Uni Eropa dan serangan racun terhadap tokoh oposisi Ukraina, Viktor Yushchenko menjadi sorotan harian-harian internasional.

Yushchenko sesudah (ki) dan sebelum diracun (ka)
Yushchenko sesudah (ki) dan sebelum diracun (ka)Foto: dpa

Menjelang konferensi puncak Uni Eropa, masalah permohonan Turki untuk menjadi anggota semakin mencuat. Terutama kelompok konservatif di Eropa, menolak permohonan keanggotaan Turki, dengan alasan budaya yang berbeda. Harian konservatif Inggris The Times yang terbit di London, menyoroti hubungan yang problematis antara Barat dan Turki menulis sbb :

Komisaris Uni Eropa, Frits Bolkestein dan politisi lainnya berusaha, agar keanggotaan Turki ditangguhkan untuk waktu yang tidak ditentukan. Akan tetapi, terbukti bahwa ko-eksistensi antara demokrasi dan Islam sudah terbentuk. Contohnya di Indonesia, sebagian India dan di negara-negara lain. Kegagalan untuk memantapkan demokrasi di negara-negara Arab terpenting, bukan merupakan pertanda dari ketidakselarasan. Akan tetapi merupakan bukti, bahwa tugas belum tuntas. Eropa harus memanfaatkan Turki sebagai peluang, untuk menunjukan besarnya toleransi Eropa kepada dunia.

Rencana keputusan dalam KTT Uni Eropa mendatang, menyangkut perundingan keanggotaan Turki, disoroti harian kiri liberal Spanyol El Pais yang terbit di Madrid. Harian ini menulis:

Uni Eropa, harus menetapkan persyaratan lebih ketat terhadap Turki, dibanding penerimaan anggota baru sebelumnya. Uni Eropa harus menegaskan kepada pemerintah di Ankara, ini merupakan kasus istimewa, sehingga diperlukan formulasi khusus. Akan tetapi, Uni Eropa juga harus menjelaskan, bahwa jika Turki memenuhi semua kriteria tsb, apakah dalam 10, 15 atau 20 tahun mendatang, maka Turki akan diterima sebagai anggota dengan hak penuh. Kekhawatiran Eropa memang dapat dimengerti. Akan tetapi, dalam perundingan harus ditunjukan, bagaimana Eropa dapat mengatasi ketakutannya.

Sementara harian Austria Kurier yang terbit di Wina, menilai Uni Eropa ceroboh dalam persiapan perundingan keanggotaan dengan Turki. Harian ini menulis:

Sejak tahun 1999 dijanjikan status calon anggota kepada Turki, dengan persyaratan dapat memenuhi kriteria seperti calon anggota lainnya ketika itu. Akan tetapi, sekarang persyaratannya terus diperketat dan semakin berat. Kini formulasinya berbunyi, hasil perundingan harus mengambang. Sekali lagi hal ini menunjukan, dimana kelemahan mendasar Uni Eropa. Yakni kecerobohan dan buruknya persiapan untuk menarik sebuah keputusan. Mula-mula prosesnya amat lambat, kemudian dilakukan dengan terburu-buru. Namun tetap tanpa haluan yang tegas. Hal ini dapat diibaratkan seperti pengendara sepeda, yang harus terus mengayuh sepedanya, agar ia tidak jatuh. Akan tetapi, sayangnya ia tidak tahu kemana tujuannya dan dimana ia harus berhenti.

Kita beralih ke tema Ukraina. Setelah penelitian oleh tim dokter independen di Austria, terbukti bahwa tokoh oposisi Ukraina, Viktor Yushchenko menjadi korban serangan racun, yang bertujuan membunuhnya. Harian Perancis Liberation yang terbit di Paris menulis :

Aksi kejahatan di Kiew semakin tegas, namun belum sepenuhnya terungkap. Saat ini, korban kejahatannya dapat memetik keuntungan. Hidup dan sekaligus berpredikat sebagai martir, Yushchenko memiliki peluang semakin besar, untuk menjadi presiden Ukraina. Siapa pelaku kejahatan harus diungkap. Jika Yushchenko menolak melakukan penyidikan, berarti kelompok mafia tetap diberi kekuasaan. Kejahatan yang belum terungkap itu, diduga keras dilakukan oleh para bandit, yang mendapat perintah dari kelompok di belakang presiden Leonid Kutschma.

Harian liberal kiri Inggris HHThe Guardian yang terbit di London, mengomentari serangan racun terhadap Yushchenko sbb :

Penegasan para dokter di Austria, bahwa Yushchenko menjadi korban serangan racun dioxin, tidak mengejutkan para pendukungnya. Hal itu hanya menegaskan, apa yang sudah diketahui mereka sejak lama, yakni para saingannya akan mencoba segala cara untuk mencegah oposisi memegang kekuasaan. Juga dengan cara pembunuhan. Dampak dari berita ini, adalah semakin buruknya hubungan antara Washington dan Moskow. Belum pernah sebelumnya Washington mengecam keras pemilu yang digelar di negara tetangga Rusia. Kini, kehadiran AS semakin kuat di seluruh negara bekas Uni Sovyet yang berbatasan dengan Rusia.