Uni Eropa Desak Cina soal Kesepakatan Dagang dan HAM
15 September 2020
Uni Eropa mendesak Cina menegakkan masalah HAM dan tidak menutup pasar dagangnya bagi investor. Kanselir Jerman Angela Merkel sebut ini adalah waktu yang tepat untuk menuntut timbal balik.
Iklan
Dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Uni Eropa – Cina yang digelar secara virtual pada Senin (14/09), para pejabat UE meminta Cina untuk membuka pasar dagangnya bagi para investor dan menegakkan hak asasi manusia (HAM) atas dugaan pelanggaran terhadap kaum minoritas di Xinjiang.
"Dalam 15 tahun terakhir, Cina telah menjadi jauh lebih kuat secara ekonomi dan ini berarti bahwa permintaan timbal balik - di tahap yang setara - tentu saja saat ini sangat dibenarkan," kata Kanselir Jerman Angela Merkel pada konferensi pers virtual.
KTT itu awalnya dirancang sebagai wadah untuk menemukan terobosan besar atas berbagai isu dalam hubungan UE-Cina. Namun, serangkaian tantangan datang, termasuk pandemi COVID-19 yang akhirnya memaksa kedua belah pihak untuk melaksanakan KTT secara daring.
Iklan
UE minta akses ke Xinjiang
Pejabat UE juga mendesak Cina agar mengizinkan akses ke Xinjiang, di mana otoritas Cina diduga menempatkan sekitar satu juta muslim Uighur ke kamp-kamp penahanan. Cina mengatakan kamp-kamp itu dimaksudkan untuk memerangi ekstremisme.
"Kami mengulangi pernyataan keprihatinan kami atas perlakuan Cina terhadap minoritas di Xinjiang dan Tibet," kata Presiden Dewan Eropa Charles Michel.
"Kami meminta (akses) bagi pengamat independen ke Xinjiang dan kami menyerukan pembebasan warga Swedia yang ditahan sewenang-wenang, Gui Minhai, dan dua warga negara Kanada,” tambahnya.
Potret Muslim Uighur di Cina
Cina melarang minoritas muslim Uighur mengenakan jilbab atau memelihara janggut. Aturan baru tersebut menambah sederet tindakan represif pemerintah Beijing terhadap etnis Turk tersebut. Siapa sebenarnya bangsa Uighur?
Foto: Reuters/T. Peter
Represi dan Larangan
Uighur adalah etnis minoritas di Cina yang secara kultural merasa lebih dekat terhadap bangsa Turk di Asia Tengah ketimbang mayoritas bangsa Han. Kendati ditetapkan sebagai daerah otonomi, Xinjiang tidak benar-benar bebas dari cengkraman partai Komunis. Baru-baru ini Beijing mengeluarkan aturan baru yang melarang warga muslim Uighur melakukan ibadah atau mengenakan pakaian keagamaan di depan umum.
Foto: Reuters/T. Peter
Dalih Radikalisme
Larangan tersebut antara lain mengatur batas usia remaja untuk bisa memasuki masjid menjadi 18 tahun dan kewajiban pemuka agama untuk melaporkan naskah pidatonya sebelum dibacakan di depan umum. Selain itu upacara pernikahan atau pemakaman yang menggunakan unsur agama Islam dipandang "sebagai gejala redikalisme agama."
Foto: Reuters/T. Peter
Balada Turkestan Timur
Keberadaan bangsa Uighur di Xinjiang dicatat oleh sejarah sejak berabad-abad silam. Pada awal abad ke20 etnis tersebut mendeklarasikan kemerdekaan dengan nama Turkestan Timur. Namun pada 1949, Mao Zedong menyeret Xinjiang ke dalam kekuasaan penuh Beijing. Sejak saat itu hubungan Cina dengan etnis minoritasnya itu diwarnai kecurigaan, terutama terhadap gerakan separatisme dan terorisme.
Foto: Reuters/T. Peter
Minoritas di Tanah Sendiri
Salah satu cara Beijing mengontrol daerah terluarnya itu adalah dengan mendorong imigrasi massal bangsa Han ke Xinjiang. Pada 1949 jumlah populasi Han di Xinjiang hanya berkisar 6%, tahun 2010 lalu jumlahnya berlipatganda menjadi 40%. Di utara Xinjiang yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, bangsa Uighur bahkan menjadi minoritas.
Foto: picture-alliance/dpa/H. W. Young
Hui Yang Dimanja
Kendati lebih dikenal, Uighur bukan etnis muslim terbesar di Cina, melainkan bangsa Hui. Berbeda dengan Uighur, bangsa Hui lebih dekat dengan mayoritas Han secara kultural dan linguistik. Di antara etnis muslim Cina yang lain, bangsa Hui juga merupakan yang paling banyak menikmati kebebasan sipil seperti membangun mesjid atau mendapat dana negara buat membangun sekolah agama.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Wong
Terorisme dan Separatisme
Salah satu kelompok yang paling aktif memperjuangkan kemerdekaan Xinjiang adalah Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM). Kelompok lain yang lebih ganas adalah Partai Islam Turkestan yang dituding bertalian erat dengan Al-Qaida dan bertanggungjawab atas serangkaian serangan bom di ruang publik di Xinjiang.
Foto: Getty Images
Kemakmuran Semu
Xinjiang adalah provinsi terbesar di Cina dan menyimpan sumber daya alam tak terhingga. Tidak heran jika Beijing memusatkan perhatian pada kawasan yang dilalui jalur sutera itu. Sejak beberapa tahun dana investasi bernilai ratusan triliun Rupiah mengalir ke Xinjiang. Namun kemakmuran tersebut lebih banyak dinikmati bangsa Han ketimbang etnis lokal.
Foto: Reuters/T. Peter
Ketimpangan Berbuah Konflik
BBC menulis akar ketegangan antara bangsa Uighur dan etnis Han bersumber pada faktor ekonomi dan kultural. Perkembangan pesat di Xinjiang turut menjaring kaum berpendidikan dari seluruh Cina. Akibatnya etnis Han secara umum mendapat pekerjaan yang lebih baik dan mampu hidup lebih mapan. Ketimpangan tersebut memperparah sikap anti Cina di kalangan etnis Uighur. Ed.: Rizki Nugraha (bbg. sumber)
Foto: Getty Images
8 foto1 | 8
Upaya mencari jalan keluar
UE adalah mitra dagang terbesar Cina, dengan biaya lebih dari satu miliar euro dalam perdagangan bilateral harian.
Meski belum ada penjabaran lebih lanjut tentang pengaturan dagang UE-Cina, para pengamat menyarankan agar UE memperketat akses Cina ke pasar tunggal.
Namun, terlepas dari komentar kritis UE terhadap masalah-masalah di Cina, kedua pihak telah menandatangani kesepakatan untuk saling melindungi barang produksi makanan dan minuman ekspor.
Kesepakatan itu dipuji sebagai kemenangan besar bagi UE karena itu berarti bahwa produsen di Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru tidak bisa lagi menggunakan nama produk makanan Eropa yang dilindungi, saat mengekspor ke Cina.
"Perjanjian di tingkat tertinggi dengan Cina sangat penting jika kita ingin mempromosikan kepentingan ekonomi Eropa, melindungi iklim kita dan mempertahankan nilai dan hak fundamental," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. "Kami sangat serius untuk membuka akses ke pasar Cina."
Presiden Cina Xi Jinping tidak memberikan komentar pada konferensi pers virtual setelah KTT berakhir. Namun, kantor berita Cina, Xinhua, melaporkan bahwa Xi Jinping menolak campur tangan asing dalam urusan Cina, terutama pada isu HAM.
"Rakyat Cina tidak akan menerima 'seorang instruktur' tentang hak asasi manusia dan menentang 'standar ganda',” ujar Xi Jinping selama KTT menurut laporan Xinhua.
“Cina bersedia untuk memperkuat pertukaran dengan Uni Eropa berdasarkan prinsip saling menghormati sehingga kedua belah pihak bisa membuat kemajuan,'' tambahnya.