Uni Eropa Desak Trump Pertahankan Kesepakatan Atom Iran
12 Januari 2018
Uni Eropa mendesak Presiden AS Donald Trump tidak membatalkan Kesepakatan Atom Iran. Kesepakatan itu adalah contoh, bagaimana sengketa nuklir bisa diselesaikan lewat jalur diplomasi, kata menlu Jerman Sigmar Gabriel.
Iklan
Para politisi Uni Eropa mendesak Amerika Serikat agar mempertahankan kesepakatan atom dengan Iran. Sebelumnya Presiden Donald Trump mengancam akan membatalkan kesepakatan yang dicapai melalui perundingan alot selama pemerintahan Barack Obama.
Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel mengatakan, tidak ada indikasi bahwa Iran tidak menaati kesepakatan atom.
"Selama tidak ada pelanggaran, maka tidak ada alasan untuk mempertanyakan pencabutan sanksi terhadap Iran", kata menlu Jerman hari Kamis (11/1). Hal serupa ditegaskan oleh menlu Perancis Jean-Yves Le Drian: "Kesepakatan isi sangat penting dan tidak ada alternatif lain".
Presiden Donald Trump hari Jumat (12/1) akan membuat pernyataan, apakah AS akan membatalkan kesepakatan atom dengan Iran dan kembali memblokir ekspor minyak dari negara Mullah itu.
Para penasehat Trump mendesaknya agar tidak melakukan itu. Namun selama ini, Presiden AS tetap mempertimbangkan untuk melarang ekspor minyak dari Iran. Menurut kalangan diplomat, jika Donald Trump benar-benar melaksanakan rencana itu, kesepakatan atom dengan Iran bisa gagal.
Pejabat urusan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini, bersama-sama dengan menlu Jerman Sigmar Gabriel, Menlu Perancis Jean-Yves Le Drian dan Menlu Inggris Boris Johnson, hari Kamis menerima kunjungan menlu Iran Mohammad Javad Zarif di Brussel.
Sigmar Gabriel menjelaskan, kesepakatan dengan Iran adalah sinyal penting, bahwa sengeketa program nuklir bisa diselesaikan lewat jalur diplomatik. Ini menjadi makin penting, ketika negara-negara lain sedang berusaha mengembangkan bom nuklir, kata menlu Jerman menunjuk pada perkembangan di Korea Utara.
"Kami ingin agar Iran menarik manfaat dan mengembangkan perekonomiannya, sebagai imbalan bahwa mereka melepaskan senjata nuklir", kata Sigmar Gabriel. Dia menambahkan, selama di Brussel juga dibahas beberapa hal lain bersama menlu Iran Mohammad Javad Zarif, mulai dari situasi krisis di Yaman, sampai Lebanon dan Suriah. Di negara-negara itu, Iran mendukung kelompok radikal bersenjata.
Kesepakatan Atom dengan Iran diputuskan tahun 2015. Iran mewajibkan diri mengurangi kegiatan atomnya, yang akan diawasi oleh tim internasional. Sebagai imbalan, negara-negara Barat sepakat melonggarkan sanksi terhadap Iran.
Potret Brigade Fatemiyoun, Pasukan Rahasia Iran di Suriah
Brigade Fatemiyoun dibentuk Iran dengan menjaring pengungsi Syiah Hazara asal Afghanistan. Tugas mereka yang tadinya menjaga makam suci, kini menjadi perpanjangan tangan rejim Bashar Assad di Suriah.
Foto: Tasnim
Senjata buat Kaum Terbuang
Sejak 2012 Garda Revolusi Iran mulai merekrut pejuang dari etnis Hazara yang mengungsi dari Afghanistan. Mereka termasuk ke dalam 15% minoritas Syiah yang hidup dalam ancaman militan Sunni seperti Taliban. Sebagian bermukim di Iran, yang lain memilih membangun kehidupan di Suriah. Brigade Fatemiyoun dibentuk buat melindungi situs suci kaum Syiah, yakni makam Sayidah Zainab di Damaskus
Foto: Mashreghnews.ir
Lahir dari Perang
Milisi Syiah Afghanistan telah muncul sejak perang Iran-Irak pada dekade 1980an. Saat itu Pasdaran membentuk satuan bernama Brigade Abouzar yang terdiri dari pejuang Hazara. Sebagian besar pejuang Fatemiyoun pernah terlibat dalam perang Irak dan Afghanistan. Sebab itu kelompok bersenjata ini termasuk yang paling berpengalaman dalam perang saudara di Suriah.
Foto: Tasnim
Disambut Ayatollah Khamenei
Media-media Iran mulai melaporkan keberadaan pasukan rahasia ini sejak 2013, ketika jenazah gerilayawan yang tewas dipulangkan ke Iran dan keluarganya diterima oleh pemimpin spiritual Ayatollah Khamenei. Menurut kantor berita Tasnim, sejauh ini sebanyak 383 gerilayawan Fatemiyoun telah terbunuh dalam perang di Suriah.
Foto: MEHR
Milisi Berparas Militer
Bekas komandan Fatimiyoun, Sayed Hassan Husseini atau yang lebih dikenal dengan nama Sayed Hakim mengklaim milisi Syiah Afghanistan itu beranggotakan hingga 14.000 gerilayawan. Mereka terbagi dalam tiga brigade di Damaskus, Hama dan Aleppo serta dilengkapi dengan persenjataan berat seperti artileri, kendaraan lapis baja hingga unit spionase.
Foto: MEHR
Dana Surga buat Perang
Setiap gerilayawan Fatemiyoun mendapat gaji sekitar 450 Dollar AS per bulan. Selain itu pemerintah Iran juga memberikan dana tunjangan untuk keluarga. Jumlah uang yang diterima setiap serdadu bisa mencapai 700 Dollar AS atau sekitar 9 juta Rupiah per bulan. Kendati begitu, serdadu Fatemiyoun tidak diizinkan menetap lama di Iran, melainkan disiagakan di Suriah, Irak atau Afghanistan.
Foto: MEHR
Tersebar di Timur Tengah
Faris Baiush, seorang perwira berpangkat kolonel di Pasukan Pembebasan Suriah (FSA) awal 2016 mengatakan kepada Alljazeera, pihaknya memperkirakan setidaknya 2.000 gerliyawan Syiah-Afghanistan ikut bertempur bersama pasukan pemerintah di kota Aleppo. Komandan Garda Revolusi, Mohammad Ali Jafari, mengklaim Iran memiliki 200.000 gerilayawan di Yaman, Irak, Suriah, Afghanistan dan Pakistan.
Foto: Tasnim
Pion di Negeri Orang
Media Iran, Mashregh, pernah memuat pernyataan seorang bekas komandan Garda Revolusi yang mengritik pemerintah karena tidak menggunakan Brigade Fatemiyoun dengan lebih optimal. Menurutnya milisi bersenjata itu bisa menjadi pion buat mendukung kebijakan luar negeri Teheran. (Penulis: Rizki Nugraha/as - Sumber: Aljazeera, Long War Journal, The Washington Institute)