Sederet regulasi baru diputuskan demi melindungi perempuan dari tindak kekerasan. Tapi UE batal menyepakati definisi pemerkosaan. Antara lain karena blokade diplomatik Jerman dan negara-negara timur Eropa.
Iklan
"Untuk pertama kali, Uni Eropa mengirimkan pesan yang jelas, bahwa kami menganggap serius kekerasan terhadap perempuan, sebagai ancaman eksistensial terhadap keamanan kami" kata Frances Fitzgferald, pelapor khusus UE untuk isu perempuan. Klaimnya itu bertolak belakang dengan hasil perundingan antara Parlemen dan Dewan Eropa yang diumumkan Selasa (6/2) malam.
Pasalnya, ke27 negara Eropa batal menyepakati definisi bersama delik pemerkosaan. Kejahatan seksual ditafsirkan berbeda-beda di dalam undang-undang kriminal di masing-masing negara. Kedaulatan ini belum akan diusik untuk waktu lama setelah Dewan Eropa, yang mewakili pemerintahan negara anggota, menolak unifikasi istilah tersebut.
Fitzgerald menanggapi dengan kecewa kebuntuan diplomatik di Brussels dan mengatakan; "mendapat pandangan yang sangat buruk terhadap sikap sejumlah negara anggota terhadap pemerkosaan, karena tidak menyepakati basis konsensus definisinya.
Banyak yang sebelumnya berharap, kedua dewan tertinggi di Uni Eropa itu akan menetapkan definisi pemerkosaan, yang tidak semata ditandai oleh tindak kekerasan, tetapi juga oleh absennya kesediaan melakukan hubungan seksual.
Burnesha, Perawan Tersumpah di Albania
01:30
Prinsip kesediaan dalam delik pemerkosaan
Di sebanyak 11 negara UE, ancaman fisik atau tindak kekerasan masih menjadi syarat utama terjadinya pemerkosaan. Adapun di 14 negara lain berlaku prinsip "hanya iya berarti iya," merujuk pada kewajiban mutlak adanya ungkapan kesediaan untuk hubungan seksual agar tidak dianggap pemerkosaan. Adapun hukum Jerman dan Austria mewajibkan korban menyediakan bukti, sebelumnya telah menolak secara verbal hubungan seksual.
Iklan
Pada tahun 2022, Komisi Eropa merilis rancangan amandemen Artikel 5 yang menetapkan prinsip "hanya iya yang artinya iya" untuk seluruh negara anggota. Namun, naskah tersebut digugurkan Dewan Eropa,
"Penasehat hukum dewan dan banyak negara anggota menyimpulkan, bahwa tidak ada landasan hukum yang kuat untuk menetapkan aturan ini di dalam hukum utama Eropa," kata Menteri Kehakiman Jerman, Marco Buschmann, dua pekan lalu di Brussels. Artinya, UE tidak memiliki wewenang yudisial untuk memaksakan penyeragaman hukum.
Namun tidak semua negara anggota bersepakat. Menurut Frances Fitzgerald, sebanyak 13 dari 27 negara Eropa mendukung pemberlakuan prinsip kesediaan dalam delik pemerkosaan di seluruh Eropa.
Solusi Inovatif untuk Mengatasi Kasus Pelecehan Seksual
Hampir satu dari tiga perempuan pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual setidaknya sekali seumur hidup, demikian laporan WHO 2021 lalu. Berikut ragam solusi digital sebagai upaya atasi pelecehan seksual.
Foto: Montira Narkvichien/UN Women | CC BY-NC-ND 2.0
Cincin alarm
Katya Romanovskaya awalnya pernah diserang. Pengalaman ini mendorongnya mendirikan perusahaan Nimb, yang menciptakan tombol darurat berbentuk cincin. Perhiasan buatan Rusia ini dirancang untuk memberi rasa aman pada perempuan. Jika tidak sengaja mengaktifkan peringatan, pengguna dapat membatalkannya dalam hitungan 20 detik. Namun, ada kata sandinya, jadi tidak semua orang bisa menghapusnya.
Foto: Mark Lennihan/AP/picture alliance
Cara kerja Nimb
Pengguna mengirimkan peringatan dan lokasi ke daftar nomor telepon yang telah dipilih sebelumnya. Pesan disampaikan dalam bentuk pemberitahuan baik berupa getaran, panggilan telepon, atau email. Orang yang memakai Nimb akan melihat cincin mereka bergetar dan tahu bahwa ada teman dan kerabat dalam bahaya. Informasi peringatan itu juga diteruskan ke layanan darurat dan kantor polisi.
Foto: Stephen Chung/ZUMA/imago
Berbicaralah kepada Spot
Insinyur dari Jerman dan Swiss menciptakan Spot, sebuah chatbot khusus yang memungkinkan karyawan melaporkan tuduhan pelecehan seksual secara anonim. Bot diprogram untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan informasi serta saran untuk membantu mereka menyelidiki insiden ini. Jawaban akan dirangkum ke dalam PDF, dengan lembar sampul yang tampak formal, yang dapat dikirim melalui email ke HRD.
Foto: Andriy Popov/PantherMedia/imago images
Sis bot buatan Thailand
Letkol Peabrom Mekhiyanont membuat chatbot yang memberikan informasi 24/7 bagi para penyintas kekerasan seksual. Bot ini dapat diakses melalui perangkat seluler atau komputer. Penyintas dapat mengirim pesan lewat Facebook Messenger, dan nanti akan otomatis dipandu terkait bagaimana cara melapor ke polisi, cara menyimpan barang bukti, dan layanan dukungan yang didapat para penyintas secara hukum.
Foto: Montira Narkvichien/UN Women | CC BY-NC-ND 2.0
Terkoneksi di malam hari dengan bthere
Aplikasi ini ditujukan untuk pengguna yang berusia 18-22 tahun demi mengurangi kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus-kampus di AS. Teknologi ini berupaya untuk membantu penggunanya menghindari situasi berbahaya dengan mendorong mereka terkoneksi di malam hari. Alat ini dilengkapi dengan fitur berkirim pesan, berbagi lokasi, bahkan hadiah yang mendorong pengguna habiskan waktu bersama.
Foto: bthere
Bagaimana cara kerja bthere?
Pengguna mendaftar dan membuat "lingkaran" dengan teman kampus, keluarga, atau teman serumah, yang dapat bersifat permanen atau sementara, misalnya hanya untuk keluar malam di hari tertentu. Aplikasi ini memiliki dua tujuan yakni menjaga anak muda tetap aman, tetapi juga memberi peluang agar mereka menghabiskan lebih banyak waktu bersama dalam kehidupan nyata, dengan memanfaatkan kekuatan digital.
Foto: bthere
Callisto di kampus di Amerika Serikat
Kasus kekerasan seksual di berbagai kampus di AS mendasari terbentuknya Callisto. Platform ini dapat mendeteksi pelaku kekerasan seksual dengan teknologi AI yang menjalankan fungsi pencocokan. Penyintas akan melaporkan rincian pelaku ke dalam sistem, lalu penyintas lain juga memberi rincian serupa. Dengan cara ini, pelaku berantai dapat diidentifikasi terlepas dari afiliasi universitas.
Foto: Spencer Grant/imago images
Safecity di India
Dibentuk setelah kasus pemerkosaan Nirbhaya Gang 2012 di India, platform Safecity menjadi tempat berbagi cerita tentang pelecehan seksual atau pemerkosaan yang terjadi. Dengan menggunakan teknologi AI, secara visual akan terlihat lokasi berbahaya, dan rute aman. Lewat laporan berbasis crowdsoursing ini, otoritas keamanan dan pembuat kebijakan diharapkan dapat menciptakan ruang aman. (ts/ha)
Foto: safecity
8 foto1 | 8
Ragam delik kekerasan seksual
Penolakan dari sejumlah negara Eropa barat memicu hujan kritik dari pegiat perempuan di Eropa. Di Jerman, sebanyak 100 tokoh perempuan membuat surat terbuka menuntut Kementerian Kehakiman mengubah posisinya. Lembaga European Women's Lobby, misalnya, menyesalkan "keputusan mengecewakan dari Prancis dan Jerman untuk menghapus Artikel 5," menurut surat pernyataan di situs internetnya.
Regulasi yang baru sebabnya dipandang lebih berupaya melindungi perempuan dari tindak kekerasan, ketimbang pemerkosaan. Ia antara lain mencakup larangan sunat perempuan atau pernikahan paksa. Selain itu, UE juga melarang kekerasan siber, seperti penyebaran foto intim atau pengiriman gambar intim tanpa diminta alias cyberflashing.
Regulasi yang baru masih harus disahkan oleh Dewan dan Parlemen Eropa, untuk lalu diadopsi ke dalam hukum nasional masing-masing anggota selambatnya dalam waktu tiga tahun.
rzn/as
Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!