Uni Eropa Jatuhkan Sanksi terhadap Perusahaan Migas Myanmar
22 Februari 2022
Brussel memberlakukan sanksi terhadap 22 pejabat Myanmar serta perusahaan minyak dan gas milik negara yang menjadi sumber utama pendanaan bagi junta militer yang berkuasa saat ini.
Iklan
Uni Eropa pada Senin (21/02) telah memperluas sanksinya terhadap junta militer Myanmar dengan memasukkan 22 pejabat kunci dan empat perusahaan yang terkait dengan rezim, sebagai tanggapan atas tindakan keras yang terus berlangsung di negara Asia Tenggara itu. Sanksi juga menargetkan Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Myanmar (MOGE) milik negara yang dipandang sebagai sumber pendapatan utama bagi petinggi junta militer.
Tindakan keras junta militer terhadap perlawanan warga yang menentang kekuasaannya, telah menuai kecaman global. Namun, sanksi sebelumnya dari Amerika Serikat dan Eropa terhadap junta di Myanmar, mengecualikan sektor minyak dan gas.
"Uni Eropa sangat prihatin dengan berlanjutnya eskalasi kekerasan di Myanmar dan evolusi menuju konflik yang berlarut-larut dengan implikasi regional," bunyi sebuah pernyataan.
"Sejak kudeta militer, situasinya terus memburuk dan memburuk."
Uni Eropa dalam pernyataannya berulang kali menyerukan "penghentian segera semua permusuhan, diakhirinya penggunaan kekuatan yang tidak proporsional dan dicabutnya keadaan darurat."
Pembekuan aset dan larangan perjalanan diberlakukan terhadap 22 orang, termasuk menteri investasi, industri dan informasi, pejabat di komisi pemilihan dan pejabat senior militer.
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Warga Myanmar melakukan protes nasional menentang kudeta militer. Berbagai kalangan mulai dari dokter, guru, dan buruh menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi Myanmar.
Foto: AFP/Getty Images
Dokter dan perawat di garda depan
Kurang dari 24 jam setelah kudeta militer, para dokter dan perawat dari berbagai rumah sakit mengumumkan bahwa mereka melakukan mogok kerja. Mereka juga mengajak warga lainnya untuk bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil.
Foto: REUTERS
Koalisi protes dari berbagai kalangan
Sejak ajakan pembangkangan sipil tersebut, para pelajar, guru, buruh dan banyak kelompok sosial lainnya bergabung dalam gelombang protes. Para demonstran menyerukan dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Berikan kekuatan kembali kepada rakyat!" atau "Tujuan kami adalah mendapatkan demokrasi!"
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
Para biksu mendukung gerakan protes
Para Biksu juga turut dalam barisan para demonstran. "Sangha", komunitas monastik di Myanmar selalu memainkan peran penting di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ini.
Foto: AP Photo/picture alliance
Protes nasional
Demonstrasi berlangsung tidak hanya di pusat kota besar, seperti Yangon dan Mandalay, tetapi orang-orang juga turun ke jalan di daerah etnis minoritas, seperti di Negara Bagian Shan (terlihat di foto).
Foto: AFP/Getty Images
Simbol tiga jari
Para demonstran melambangkan simbol tiga jari sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta militer. Simbol yang diadopsi dari film Hollywood "The Hunger Games" ini juga dilakukan oleh para demonstran di Thailand untuk melawan monarki.
Foto: REUTERS
Dukungan dari balkon
Bagi warga yang tidak turun ke jalan untuk berunjuk rasa, mereka turut menyuarakan dukungan dari balkon-balkon rumah mereka dan menyediakan makanan dan air.
Foto: REUTERS
Menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi
Para demonstran menuntut dikembalikannya pemerintahan demokratis dan pembebasan Aung San Suu Kyi serta politisi tingkat tinggi lain dari partai yang memerintah Myanmar secara de facto, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer menangkap Aung San Suu Kyi dan anggota NLD lainnya pada hari Senin 1 Februari 2021.
Foto: Reuters
Dukungan untuk pemerintahan militer
Pendukung pemerintah militer dan partai para jenderal USDP (Partai Solidaritas dan Pembangunan Persatuan), juga mengadakan beberapa demonstrasi terisolasi di seluruh negeri.
Foto: Thet Aung/AFP/Getty Images
Memori Kudeta 1988
Kudeta tahun 1988 selalu teringat jelas di benak warga selama protes saat ini. Kala itu, suasana menjadi kacau dan tidak tertib saat militer diminta menangani kondisi di tengah protes anti-pemerintah. Ribuan orang tewas, puluhan ribu orang ditangkap, dan banyak mahasiswa dan aktivis mengungsi ke luar negeri.
Foto: ullstein bild-Heritage Images/Alain Evrard
Meriam air di Naypyitaw
Naypyitaw, ibu kota Myanmar di pusat terpencil negara itu, dibangun khusus oleh militer dan diresmikan pada tahun 2005. Pasukan keamanan di kota ini telah mengerahkan meriam air untuk melawan para demonstran.
Foto: Social Media via Reuters
Ketegangan semakin meningkat
Kekerasan meningkat di beberapa wilayah, salah satunya di Myawaddy, sebuah kota di Negara Bagian Kayin selatan. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet.
Foto: Reuters TV
Bunga untuk pasukan keamanan
Militer mengumumkan bahwa penentangan terhadap junta militer adalah tindakan melanggar hukum dan ''pembuat onar harus disingkirkan''. Ancaman militer itu ditanggapi dengan bentuk perlawanan dari para demonstran, tetapi juga dengan cara yang lembut seperti memberi bunga kepada petugas polisi. Penulis: Rodion Ebbighausen (pkp/ gtp)
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
12 foto1 | 12
Perusahaan minyak dan gas masuk daftar sanksi
Kelompok hak asasi manusia di Myanmar dan di seluruh dunia berpendapat, memberikan sanksi kepada MOGE akan memangkas sumber pendanaan penguasa militer.
Menurut perkiraan pemerintah, pendapatan dari gas alam menyumbang hampir 50% dari aliran devisa befrupa mata uang asing yang masuk ke Myanmar. MOGE juga diprediksi memperoleh pendapatan $1,5 miliar dari proyek lepas pantai dan pipa pada 2021-2022.
Sanksi terhadap MOGE dikeluarkan sebulan setelah perusahaan energi Total Energies dan Chevron hengkang dari Myanmar dengan alasan terjadinya pelanggaran berat hak asasi manusia.
MOGE adalah mitra ventura dua perusahaan migas itu dalam proyek-proyek gas lepas pantai, termasuk lapangan gas Yadana. Sejauh ini, sudah ada 65 pejabat dan 10 perusahaan di Mynamar yang masuk dalam daftar sanksi Uni Eropa.