1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Uni Eropa Laporkan Jumlah Tertinggi Pencari Suaka Sejak 2016

Jack Parrock
29 Februari 2024

Uni Eropa menerima 1,14 juta permohonan suaka selama tahun 2023, tertinggi sejak krisis pengungsi 2016. Angka tersebut berpotensi dijadikan bahan kampanye oleh partai-partai populis kanan jelang pemilihan Parlemen Eropa.

Kamp pengungsi di Kara Tepe, Yunani
Kamp pengungsi di Kara Tepe, YunaniFoto: Nicolas Economou/NurPhoto/picture alliance

Sebanyak lebih dari 1,14 juta orang mengajukan suaka di Uni Eropa selama 2023, menurut angka tahunan yang dikeluarkan oleh Badan Suaka Uni Eropa (EUAA).

Angka tersebut menandakan jumlah permohonan terbanyak di UE+, yang ditambah Norwegia dan Swiss, sejak munculnya arus pengungsian massal dari Timur Tengah pada tahun 2015 hingga 2016.

Jerman menerima 29 persen permohonan suaka, dengan lebih dari 334.000 orang mencari perlindungan pada tahun 2023. Hal ini dimanfaatkan partai ultranasionalis Alternatif untuk Jerman, AfD, untuk mendulang dukungan elektoral hingga 19 persen dan mencuat jadi salah satu partai politik terbesar.

Prancis yang menerima 167.000 orang, Spanyol sebesar 162.000 orang dan Italia dengan 136.000 pengungsi, membuntut di belakang sebagai penerima permohonan terbesar. Dengan 12.000 permohonan, Siprus menerima kuota terbesar dibandingkan dengan populasinya yang berjumlah 1,2 juta jiwa.

Digerakkan perang dan bencana

Sebagaimana tren di tahun-tahun terakhir, warga negara Suriah tercatat paling banyak mengajukan permohonan suaka pada tahun 2023, yaitu sebanyak 181.000 orang. Sementara Afganistan tetap menjadi negara asal terbesar kedua, dengan 114.000 permohonan pada tahun 2023.

Tahun lalu, EUAA juga mencatat peningkatan tajam sebesar 82% dalam jumlah warga negara Turki yang mengajukan permohonan suaka di UE, yaitu lebih dari 100.000 orang.

Arriving in Germany — fleeing Turkey

04:58

This browser does not support the video element.

Lembaga UE itu memperingatkan bahwa angka-angka dalam laporan tahunannya tidak memberikan gambaran utuh di seluruh Uni Eropa.

Sebaliknya, sekitar 4,4 juta warga Ukraina yang bermigrasi ke Uni Eropa sejak invasi Rusia tidak ikut dicatat, karena mereka dijamin mendapat "perlindungan sementara” tanpa perlu mengajukan permohonan suaka secara resmi.

Tahun lalu, jumlah warga Palestina yang mengajukan permohonan suaka di Uni Eropa melonjak ke rekor tertinggi, yakni lebih dari 11.000 orang, naik dari sekitar 6.700 orang pada tahun 2022.

"Peningkatan jumlah ini bukanlah hal yang mengejutkan, karena meningkatnya ketidakstabilan geopolitik di seluruh dunia, ditambah meningkatnya konflik di wilayah yang tidak jauh dari Eropa,” kata  Alberto‑Horst Neidhardt, analis kebijakan senior di lembaga pemikir Pusat Kebijakan Eropa , kata DW.

Hak atas perlindungan

Laporan terbaru "Tren Global” oleh Badan Pengungsi PBB, UNHCR, mengungkap bahwa 110 juta orang di seluruh dunia terpaksa mengungsi selama 2023, meningkat lebih dari 1,6 juta orang sejak akhir tahun 2022.

"Ada rekor jumlah orang yang mengungsi secara global, dan kami melihat bahwa secara konsisten sekitar 10 persen di antaranya mungkin mencari perlindungan di Eropa,” kata Catherine Woollard, direktur lembaga swadaya Dewan Pengungsi dan Pengasingan Eropa, ECRE, kepada DW.

"Jika kita melihat pengungsian global dan proporsi orang yang datang ke Eropa, jumlahnya tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan jumlah pengungsi yang menetap di wilayah lain di dunia.”

Menurut angka EUAA, 43% permohonan suaka di Uni Eropa disetujui pada tahun 2023.

"Jika kita juga menambahkan jumlah orang yang mendapat status perlindungan berdasarkan hukum nasional, [tidak hanya internasional, maka jumlahnya sudah lebih dari 50 persen,” kata Woollard. "Jadi mayoritas yang datang membutuhkan dan memiliki hak hukum atas perlindungan di Uni Eropa," tegasnya.

Silang ideologi jelang pemilu Eropa

Angka pengungsi tahunan diterbitkan di tengah musim kampanye jelang pemilihan Parlemen Eropa, bulan Juni mendatang. Sebagaimana yang sudah-sudah, tema migrasi diperkirakan akan kembali hangat dibahas, terutama karena berpotensi besar menjadi lumbung suara partai-partai populis kanan.

Untuk mencegah badai hasutan, Desember lalu Uni Eropa mereformasi UU Keimigrasian yang mempercepat proses seleksi dan deportasi bagi pengungsi, serta pembentukan pusat-pusat penahanan di perbatasan.

"Kita harus ingat bahwa reformasi ini baru akan berlaku mulai tahun 2026," kata Alberto‑Horst Neidhardt dari Pusat Kebijakan Eropa.

Jajak pendapat teranyar memperkirakan, partai AfD akan memenangkan sekitar 22 kursi dari kuota Jerman untuk Parlemen Eropa. Jumlah tersebut merupakan yang kedua tertinggi setelah partai-partai konservatif, yakni Uni Kristen Demokrat dan Uni Kristen Sosial.

"Saya sepenuhnya meyakini, partai-partai sayap kanan di Jerman dan negara lain akan menggunakan jumlah pencari suaka ini demi keuntungan mereka untuk mendorong agenda mereka,” kata Neidhardt.

Di sisi lain, "partai-partai arus utama, entah itu kanan-tengah, kiri-tengah atau liberal, bertaruh besar pada reformasi sistem keimigrasian, dengan harapan bahwa mereka akan bisa meyakinkan pemilih bahwa mereka mengontrol arus migrasi,” ujarnya.

Adapun AfD dan partai populis kanan lain berjanji akan mengurangi masuknya migran asing. Jika kelompok ekstrem kanan Eropa bisa mengenyampingkan perselisihan dan menyatukan kekuatan, bukan tidak mungkin mereka akan mampu mempengaruhi pembuatan Undang-undang di Parlemen Eropa.

(rzn/hp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya